satunusantaranews, Banda Aceh – Komite III DPD RI mengatakan 20 tahun diketoknya Undang-Undang (UU) No 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh dinilai belum berjalan dengan baik. Faktanya di lapangan, pengawasan oleh Kementerian dan Dinas Tenaga Kerja untuk perlindungan hak serikat bagi pekerja/butuh sangat lemah.
“Dibuktikan dengan masih terjadinya tindakan pengusaha yang menghalang-halangi pembentukan serikat pekerja. Bahkan membuat serikat pekerja tandingan, belum lagi adanya pengaturan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dan peraturan perusahaan yang mengancam kemerdekaan berserikat dan berpendapat yang jelas-jelas dilindungi UU,” ucap Ketua Komite III DPD RI Sylviana Murni saat melakukan inventarisasi materi atas Pelaksanaan UU No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh di Kantor Gubernur Aceh (22/11).
Senator asal DKI Jakarta itu menambahkan permasalahan lain yaitu laporan tindak pidana perburuhan kepada kepolisian perihal perlindungan hak berserikat (Pasal 28 Jo Pasal 43 ayat (1) UU Serikat Pekerja/Serikat Buruh) sering tidak ditindaklanjuti. Hal tersebut mungkin karena ketidaktahuan, kekurangpahaman atau kesengajaan.
“Temuan menarik lain, yaitu adanya Surat Edaran Mahkamah Agung yang melemahkan dan bertentangan dengan semangat perlindungan terhadap hak berserikat buruh,” tuturnya.
Beberapa permasalahan itu, lanjutnya, sejatinya salah satu hak pekerja/buruh, yaitu hak untuk membentuk dan menjadi anggota pekerja/buruh. Selain itu hak ini juga cerminan dari perwujudan, hak asasi manusia untuk berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pikiran, baik secara lisan maupun secara tulisan.
“Seharusnya serikat pekerja/buruh merupakan sarana untuk memperjuangkan, melindungi, kesejahteraan beserta keluarganya, serta mewujudkan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan,” harap Sylviana Murni.
Sementara itu, Wakil Ketua Komite III DPD RI Dedi Iskandar Batubara mengatakan bahwa sesungguhnya UU No. 21 Tahun 2000 sudah cukup baik. Namun implementasinya di lapangan belum secara maksimal diterapkan. “Sebenarnya UU No. 21 Tahun 2000 sudah cukup baik, tapi implementasinya yang belum maksimal,” tuturnya.
Ketua KSPI Aceh Saiful Umar membenarkan permasalahan yang disampaikan Ketua Komite III DPD RI terkait pekerja/buruh. Memang ada beberapa perusahaan yang sengaja memecah belah serikat buruh. “Apa yang disampaikan Bu Sylviana Murni 100 persen benar. Ada perusahaan yang memecah belah serikat buruh. Selain itu, kami juga meminta pengawasan buruh di Aceh ditambah,” harapnya.
Menanggapi hal itu, Anggota DPD RI asal Provinsi Aceh Fadhil Rahmi mengatakan Apa yang disampaikan sangat relevan terkait UU No. 21 Tahun 2000. Tentunya menjadi ‘PR’ Komite III DPD RI terkait pengawasan pekerja. “Pengawasan pekerja menjadi catatan penting. Selain itu memang perlu pelatihan skill kepada para buruh, agar para buruh semakin profesional,” harapnya.
Mewakili Gubernur Aceh, Staf Ahli Gubernur Aceh Bidang Ekonomi dan Pembangunan Iskandar Syukri menjelaskan bahwa pihaknya sangat paham atas permasalahan ini di Aceh. Sejauh ini UU No. 21 Tahun 2000 tidak banyak mengundang perdebatan, bahkan UU ini juga disambut baik dalam pembentukan serikat pekerja/buruh.
“UU ini merupakan payung hukum untuk memperjuangkan hak-hak buruh. Makanya UU ini tidak mengundang perdebatan,” terangnya.
Pada kesempatan ini, turut hadir Anggota DPD RI asal Provinsi Kepulauan Riau Ria Saptarika, Anggota DPD RI asal Provinsi Riau Misharti, Anggota DPD RI asal Provinsi Jambi M Sum Indra, Anggota DPD RI asal Provinsi Lampung Jihan Nurlela, Anggota DPD RI asal Provinsi Jawa Barat Asep Hidayat, dan Anggota DPD RI asal Provinsi Papua Helina Murib.
Leave a Comment