34,6 Persen Masyarakat Kesulitan Dapatkan Perawatan di RS
satunusantaranews, Jakarta - Sebanyak 34,6 persen masyarakat mengaku diri mereka, anggota keluarga atau kerabatnya pernah mengalami kesulitan mendapatkan perawatan di RS untuk pengobatan Covid-19 dikarenakan RS penuh, ungkap Direktur lembaga riset Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) Yusuf Wibisono.
“Selain itu sebanyak 30,7 persen responden mengaku diri mereka, anggota keluarga atau kerabat mereka pernah mengalami kesulitan mendapatkan vitamin dan obat-obatan untuk pengobatan Covid-19,” tutur Yusuf dalam keterangan tertulisnya pada Rabu (15/09).
Dia menambahkan 33,4 persen responden mengaku dalam 3 bulan terakhir diri mereka, anggota keluarga atau kerabat mereka, pernah mengalami kesulitan mendapatkan vaksinasi Covid-19.
“33,7 persen responden mengaku diri mereka, anggota keluarga, atau kerabat mereka, pernah mengalami kesulitan dan bahkan gagal mendapatkan layanan ambulans, tabung oksigen, atau donor plasma konvalesen untuk pengobatan Covid-19,” ungkap Yusuf.
Terdapat juga 32,3 persen responden yang mengaku diri mereka, anggota keluarga atau kerabat mereka, pernah menginginkan perawatan Covid-19 di rumah sakit namun terpaksa akhirnya harus melakukan isolasi dan pengobatan Covid-19 secara mandiri di rumah.
Data tersebut berdasarkan survei IDEAS tentang pengalaman ketidakamanan pandemi (pandemic insecurity experience) yang digelar secara daring pada 29 Juli–30 Agustus 2021 dan berhasil mendapatkan 1.764 responden yang tersebar di 33 provinsi dan 209 kabupaten-kota.
Meski demikian, survei tersebut didominasi kelas menengah yaitu 88,2 persen responden berpendidikan diatas SMA (diploma, S1 dan S2-S3) dan 45,2 persen responden berpenghasilan rata-rata diatas Rp 5 juta per bulan.
Serta didominasi masyarakat perkotaan Jawa dimana 87,1 persen responden bertempat tinggal di Jawa dengan 57,7 persen diantaranya berlokasi di Jabodetabek.
“Temuan survei kami menunjukkan bahwa penderitaan yang dirasakan masyarakat akibat merasa terancam keselamatan dirinya ditengah serangan virus gelombang ke-2 adalah signifikan,” ujar Yusuf.
Dalam pandemic insecurity experience scale yang dikembangkan IDEAS, merasa terancam keselamatan diri di tengah pandemi yang tidak terkendali diukur dengan 5 indikator.
Indikator yang dimaksud yaitu, pertama kesulitan mendapatkan vitamin/obat Covid-19, kedua kesulitan mendapatkan vaksinasi Covid-19, ketiga kesulitan mendapatkan layanan ambulans/tabung oksigen/donor plasma konvalesen, keempat kesulitan mendapatkan perawatan Covid-19 di RS, dan kelima terpaksa melakukan isolasi dan perawatan Covid-19 secara mandiri di rumah.
“Dengan 5 indikator ini, penderitaan masyarakat yang merasa terancam keselamatan jiwanya karena lumpuhnya sistem kesehatan di tengah gelombang ke-2 terkonfirmasi cukup kuat. Sebesar 65,6 persen responden mengaku pernah mengalami setidaknya salah satu dari 5 indikator diatas, dengan 7,7 persen diantaranya mengaku pernah mengalami 5 indikator diatas sekaligus,” papar Yusuf.
Dalam 3 bulan terakhir sebanyak 20,4 persen masyarakat mengaku pernah terpapar Covid-19 saat serangan virus varian delta merebak di Indonesia pada Juni 2021.
“Angka ini sangat signifikan dan menunjukkan masifnya transmisi virus di masyarakat saat gelombang ke-2 pandemi, terutama di wilayah perkotaan Jawa,” kata Yusuf.
Lebih jauh, menurut Yusuf masifnya penyebaran virus pada gelombang ke-2 pandemi yang lalu ditunjukkan oleh temuan 91,4 persen responden yang mengaku dalam 3 bulan terakhir ada tetangga atau teman dekat mereka yang terpapar Covid-19.
Yusuf menambahkan, 73,1 persen responden mengaku dalam 3 bulan terakhir ada kerabat dekat mereka yang pernah terpapar Covid-19 dan di waktu yang sama 43,7 persen responden mengaku ada keluarga inti mereka yang pernah terpapar Covid-19.
Kerabat dekat yang dimaksud adalah bapak-ibu mertua, kakak-adik ipar, kakek-nenek, paman-bibi, dan sepupu, sedangkan yang dimaksud keluarga inti adalah anak, istri-suami, ayah-ibu, dan adik-kakak.
Dari survei tersebut terlihat pula sebanyak 35,8 persen responden mengaku mengetahui adanya kasus reinfeksi (kembali terpapar Covid-19) yang menimpa diantara mereka, keluarga, kerabat, atau tetangga /teman dekat mereka.
Di saat yang sama, sebanyak 65,1 persen responden mengaku ada diantara mereka, keluarga, kerabat atau tetangga/teman dekat mereka, yang sudah mengikuti vaksinasi namun tetap terpapar Covid-19.
“Temuan ini cukup mengejutkan namun mengkonfirmasi fakta bahwa imunitas individu baik yang berasal dari vaksin maupun infeksi sebelumnya, tidaklah bertahan selamanya,” tegas Yusuf.
Meski vaksin sangat membantu mencegah pemburukan kondisi akibat virus, namun vaksin yang kini tersedia bukanlah transmission-blocking vaccine, sehingga tidak cukup mampu mencegah orang terinfeksi dan menyebarkan virus ke orang lain.
“Secara umum, temuan survei kami menunjukkan bahwa pengalaman terinfeksi virus yang dialami masyarakat di tengah pandemi yang tidak terkendali adalah signifikan,” kata Yusuf.
Dalam pandemic insecurity experience scale yang dikembangkan IDEAS, pengalaman masyarakat terinfeksi virus di tengah pandemi yang tidak terkendali diukur dengan 6 indikator.
Indikator tersebut yaitu pertama tetangga/teman dekat terpapar virus, kedua kerabat terpapar virus, ketiga anggota keluarga inti terpapar virus, keempat responden terpapar virus, kelima mengalami reinfeksi virus, dan yang keenam telah mendapat vaksinasi namun tetap terpapar virus.
“Dengan 6 indikator ini, pengalaman masyarakat terinfeksi virus Covid-19 di tengah gelombang ke-2 terkonfirmasi sangat kuat. Sebesar 95,5 persen responden mengaku pernah mengalami setidaknya salah satu dari 6 indikator diatas, dengan 6,7 persen diantaranya mengaku pernah mengalami 6 indikator diatas sekaligus,” ucap Yusuf.
Komentar