6 Isu RDPU Perubahan UU No. 3 Tahun 2005 Tingkatkan Target Prestasi

6 Isu RDPU Perubahan UU No. 3 Tahun 2005 Tingkatkan Target Prestasi
Anggota Komite III DPD RI yang juga sebagai Pimpinan PURT asal Kalimantan Utara, Hasan Basri

satunusantaranews, Jakarta - Terdapat 6 isu yang dibahas melalui RDPU pagi ini. Kami menilai, UU No. 3 Tahun 2005 dianggap tidak memiliki implementasi yang jelas untuk mencapai target prestasi. Selain itu, banyak aturan dalam UU tersebut justru saling berbenturan, demikian ujar Hasan Basri.

Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komite III DPD RI dengan Ketua Tim Ahli RUU Keolahragaan DPD RI, Djoko Pekik Irianto, dihadiri pula Pimpinan Komite III DPD RI, Anggota Komite III DPD RI dan Ketua Tim Ahli RUU Keolahragaan DPD RI (31/8) secara daring melalui aplikasi zoom, membahas mengenai penyusunan pandangan dan pendapat DPD RI dalam penyusunan RUU tentang Perubahan atas UU No. 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional. Dan terdapat 6 isu yang dibahas dalam RDPU kali ini.

Yakni mengenai Persamaan dan Perbedaan Rancangan Perubahan RUU Versi DPD dan DPR; Urgensi Pengaturan Suporter dalam RUU; Pengaturan Spesifik tentang Pelatih Olahraga; Alokasi Anggaran; Penguatan Peran Daerah dalam Pembangunan Olahraga dan Pengaturan Kelembagaan Olahraga.

Melalui RDPU ini, Anggota Komite III DPD RI yang juga sebagai Pimpinan PURT asal Kalimantan Utara, Hasan Basri mengungkapkan bahwa anggaran yang disiapkan pemerintah untuk sektor olahraga masih minim. Bahkan sangat sedikit jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Vietnam dan Malaysia.

Vietnam, kata HB, bersedia menganggarkan 3% untuk bidang olahraga dari APBN dan APBD mereka. Adapun Malaysia hingga 4,9%. Tiongkok, yang bersama Indonesia ada di Asia, hingga 5%.

Selama ini anggaran keolahragaan itu memang kurang. Kita berharap anggaran untuk olahraga bisa meningkat dan mengikat. Artinya, meningkat itu jumlahnya dari persentase di APBN karena sekarang ini kalau kita hitung normal, APBN untuk olahraga itu baru di angka 0,065%, ujar HB.

Hasan Bari mengatakan, untuk menunjang prestasi olahraga di tingkat internasional memang dibutuhkan anggaran yang cukup besar. Misalnya saja pada 2011 dalam hitungannya, saat Indonesia menjadi juara umum di SEA Games, dana untuk atlet per tahun mencapai Rp.2 miliar. Bila dipersiapkan untuk ajang elite seperti Olimpiade, jumlah itu akan lebih tinggi lagi.

Karena ini. Kami mengusulkan adanya angka pasti di APBN dan APBD untuk anggaran keolahragaan nasional 2%. Misalnya merujuk ke APBN 2021 yang berjumlah Rp2.500 triliun, Kemenpora akan mendapatkan setidaknya Rp 53 triliun.

“Jumlah itu tentu berkali-kali lipat besarnya dengan angka yang selama ini masuk ke Kemenpora untuk anggaran keolahragaan,” tutur Hasan Basri.

Lebih lanjut, menurutnya, bila hal tersebut memang masih berat bagi pemerintah, ada alternatif lain yang dapat dilakukan, yakni melalui CSR perusahaan.

Meski begitu, diakui dirinya bahwa saat itu hal tersebut tidak mungkin dilakukan karena terbelenggu aturan regulasi terkait CSR yang hanya membolehkan penggunaan anggaran untuk bina lingkungan dan belum untuk olahraga.

“Kalau 2% itu sulit terpenuhi, tentu bargaining-nya kita perbaiki UU CSR tersebut. Anggaran itu bukan satu-satunya masalah, juga merupakan salah satu komponen penting dalam menunjang prestasi olahraga nasional,” tutur Hasan Basri.

“Salah satu kunci agar hal tersebut dapat terwujud adalah dengan adanya political will yang kuat dari pemerintah,” tutupnya.

Penulis: Kahfi
Editor: Bambang

Baca Juga