Badekenita Sitepu: Perhatikan Pembangunan Daerah Kepulauan
satunusantaranews, Jakarta - RUU tentang Daerah Kepulauan merupakan usul inisiatif DPD yang telah masuk dalam Program Legislasi Nasional Prioritas Tahun 2021 di nomor urut 32 yang telah disahkan DPR dalam Sidang Paripurna DPR pada tanggal 23 Maret 2021 yang lalu.
Oleh karena itu, pada tahun 2021 ini RUU tersebut akan dibahas secara tripartite melalui Panitia Khusus (Pansus). Secara konstitusi, konstruksi perwilayahan pada Pasal 25A UUD NRI Tahun 1945 ditegaskan mengenai NKRI sebagai sebuah negara kepulaaan berciri nusantara dengan batas batas wilayah dan hak-haknya ditetapkan UU.
Lebih lanjut, Pasal 18A ayat (1) mengatur, “hubungan wewenang kabupaten atau antara provinsi dan kabupaten diatur dengan UU dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah” dan Pasal 18B ayat (1) perihal “negara mengakui dan menghormati satuan satuan Pemerin-tahan Daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan UU".
Eksistensi kekhususan dan keragaman demikian mengharuskan adanya pengakuan dan perlakuan akan satuan pemerintahan bersifat khusus (substansi kebijakan) dan kerangka pengaturan tersendiri (pluralisme hukum) untuk wilayah kepulauan.
Berdasarkan analisa terhadap UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, PPUU menilai bahwa materi muatan RUU tentang Daerah Kepulauan ini sangat berbeda dengan materi muatan yang ada di dalam Undang Undang tersebut. Materi muatan yang diatur di dalam Undang Undang Pemerintahan Daerah tidak secara komprehensif dan holistik mengatur mengenai daerah kepulauan.
Dalam UU tersebut hanya mengatur tentang daerah provinsi yang bercirikan kepulauan, namun tidak mengatur terkait kabupaten/kota bercirikan kepulauan dan bagaimana kebijakan bagi daerah kepulauan. Kebijakan afirmasi bagi daerah kepulauan merupakan materi muatan yang harus diatur dalam UU bukan dalam Peraturan Pemerintah atau peratran lainnya.
Kesimpulannya, kebijakan pengelolaan daerah kepulauan tidak muncul dalam konstruski hukkum tentang Pemerintahan Daerah. Dari analisa Undang Undang sektoral yang masih berlaku, sulit sekali ditemukan kata atau frase kepulauan.
Sebagai contoh, dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional yang yang merupakan undang-undang pokok untuk perencanaan nasional yang juga tidak ditemukan kata “Kepulauan”. Hal yang sama juga ditemukan dalam Undang Undang Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJMN) yang ternyata juga tidak ditemukan kata “kepulauan”.
Hal yang sama pun ditemukan dalam Undang Undang No. 17 Tahun 2003 Tentang Keiangan Negara yang juga tidak ditemukan kata “kepulauan”. Dalam Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan ditemukan hanya 1 (satu) kata “kepulauan” namun itu pun tidak signifikan dalam penentuan pembangunan wilayah kepulauan.
Undang undang No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan pun tidak diatur tentang pembangunan daerah kepulauan. Walaupun ada Undang Undang No. 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau Pulau Kecil. Tapi arahnya bukan untuk membangun daerah kepulauan. Secara singkat dapat dikatakan bahwa perhatian terhadap pembangunan daerah kepulauuan hampir tidak muncul dalam konstelasi hukum pemerintah Indonesia.
Demikian pandangan umum PPUU dari perspektif peraturan perundang undangan yang dapat kami sampaikan sebagai bahan pengayaan dalam memberikan justifikasi tentang urgensi Rancangan Undang Undang tentang Daerah Kepulauan.
Artikel lainnya: Kapal Agustine Phinisi Jadi Daya Tarik Wisata Baru Kepulauan Seribu
Komentar