5 Catatan Kritis, 4 Langkah Solutif Untuk Pendidikan Nasional

satunusantaranews, Jakarta - DPP Partai Keadilan Sejahtera melakukan kajian dan memberikan catatan kritis terhadap kebijakan pendidikan nasional di Indonesia. Ketua DPP PKS Bidang Kesejahteraan Sosial Netty Prasetiyani mengatakan, munculnya kegaduhan dalam dunia pendidikan belakang ini, menjadi salah satu penguat untuk mempertanyakan “kemana arah pendidikan indonesia ke depan?"

Seperti fenomena gunung es, masalah yang muncul ke permukaan hanya sebagian kecil dari banyaknya permasalahan pendidikan di Indonesia. Setidaknya ada lima hal yang menjadi tema besar pendidikan Indonesia, yaitu sarana prasarana, kualitas dan kuantitas guru, angka partisipasi sekolah, kualitas pembelajaran dan link and match pendidikan dengan dunia industri, sebut Netty (3/5).

Dalam aspek sarana dan prasarana berfokus pada ruang kelas, data BPS yang dirilis dalam dokumen Potret Pendidikan tahun 2020, menyebutkan lebih dari 70 persen ruang kelas di setiap jenjang pendidikan dalam kondisi rusak (ringan/sedang dan rusak parah).

"Jumlah Guru untuk meng-cover kebutuhan sekolah dalam menyelenggarakan pendidikan juga masih sangat jauh dari standart. Data dari PB PGRI disebutkan bahwa Indonesia masih kekurangan 1 juta guru untuk memenuhi pembelajaran dari sekolah-sekolah yang ada di Indonesia," terang Anggota Komisi IX DPR RI ini.

Kemudian fakta bahwa komposisi guru non PNS jumlahnya lebih banyak dari guru PNS. Hal ini makin menguatkan bahwa negara belum mampu untuk memenuhi kebutuhan guru di sekolah. Angka partisipasi sekolah pun masih rendah.

Data BPS menyebutkan untuk kelompok umur 16 – 18 tahun (sebesar 72,72%) dan kelompok umur 19 – 24 tahun (sebesar 25,56%) adalah kelompok usia yang angka partisipasinya masih rendah," terang Netty.

Kemudian berdasar demografinya, hasil BPS menunjukan bahwa tingkat partisipasi di daerah perdesaan memiliki gap yang semakin jauh pada kelompok umur 16 – 18 tahun, 19 – 24 tahun, dan 19 – 23 tahun. Hal ini memperkuat uraian sebelumnya, bahwa penyumbang kurangnya angka partisipasi sekolah itu berasal dari perdesaan.

Netty menyebut, PKS tidak hanya berhenti memberikan catatan kritis tetapi juga memberikan solusi. Pertama mengembalikan hakikat pendidikan seperti yang tercantum pada amanat pembukaan UUD 1945, amanat Pasal 31 UUD 1945 dan amanat UU No.20 tahun 2003.

Bahwa Pendidikan adalah hajat negara, bukan hajat pemerintah semata. Oleh karena itu, segala ide gagasan dan pengembangan dalam dunia pendidikan sudah selayaknya melibatkan semua komponen bangsa.

Kedua melakukan reformasi Sistem Pendidikan Nasional, agar peserta didik dapat bersaing pada masa yang akan datang, dengan tetap mengacu pada nilai-nilai luhur bangsa Indonesia dan memperhatikan tatanan regulasi yang sudah ada, kata Netty.

Ketiga, memperhatikan nasib guru, baik guru PNS maupun Non PNS. Karena guru adalah ujung tombak dalam proses pembelajaran, maka pemenuhan jumlah guru, peningkatan kualitas guru dan kesejahteraan guru harus mendapat perhatian serius dari Negara.

Merealisasikan anggaran pendidikan sebesar 20% untuk menuntaskan permasalah-permasalahan dasar pendidikan, bukan semata pemenuhan prosentase anggaran tanpa arah jelas menyelesaikan masalah-masalah pendidikan yang strategis.

"Dengan demikian diharapkan peningkatan kualitas pendidikan, percepatan infrastruktur pendidikan serta pemerataan sarana dan prasarana pendidikan dapat segera tercapai," ungkap Netty.

Terakhir, menyusun alternatif pembelajaran yang dapat digunakan pada saat bencana alam. Pada masa pandemi covid-19, tercatat ketercapaian pembelajaran hanya sekitar 30%, artinya peserta didik tidak optimal dalam mengikuti proses belajar mengajar yang dilakukan secara jarak jauh.

"Hal ini perlu mendapat keseriusan dari para elemen pendidikan agar peserta didik tidak menjadi generasi yang gagal di kemudian hari dikarenakan tidak mampu menyerap proses pembelajaran yang diberikan," kata dia.

Penulis: Sri Abdini
Editor: Bambang P

Baca Juga