Demi Aspal Buton, Pemerintah Harus Bangun Pabrik Ekstraksi
satunusantaranews, Baubau - Aspal Buton merupakan aspal alam dengan cadangan terbesar di dunia. Saat ini aspal Buton berjumlah 694 juta ton dengan kadar bitumen 15-35% ditaksir dapat melayani kebutuhan aspal nasional untuk menyuplai pembangunan jalan nasional selama 330 tahun dengan asumsi kebutuhan aspal nasional sebesar 2 juta ton/tahun.
“Apakah kita akan bersuka cita menyambut 1 abad aspal Buton, atau justru bersedih karena pemerintah belum juga mampu mendayagunakan anugerah Tuhan ini dengan maksimal dan optimal untuk kemajuan bangsa dan negara ini?” tanya Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, saat ramah tamah dengan Walikota Baubau, AS Tamrin, di rumah jabatan Walikota Baubau (17/6) malam.
Kegiatan ini juga diikuti Gubernur Sulawesi Tenggara Ali Mazi dan Sultan Buton ke-40 La Ode Muhammad Izzat Manarfa. Didampingi pula Ketua Komite III Sylviana Murni dan tiga anggota DPD dapil Sultra Amirul Tamim, Dewa Putu Ardika Seputra, Andi Nirwana.
Aspal Buton akan genap berusia 100 tahun atau 1 abad pada tahun 2024. Namun LaNyalla merasa Indonesia belum bisa memaksimalkan potensi alam yang ada di Bumi Seribu Benteng tersebut karena lebih banyak melakukan impor untuk kebutuhan aspal dalam negeri.
“Karena sampai hari ini pemerintah membangun infrastruktur jalan tanpa menggunakan aspal Buton. Dengan segudang alasan, termasuk tidak efisiennya aspal Buton. Sehingga lebih baik pemerintah melakukan impor aspal minyak,” ucapnya.
Upaya-upaya Pemerintah dalam mencari solusi untuk menyelesaikan permasalahan ini masih kurang tepat sasaran dan tidak menyentuh inti substansi dari permasalahan yang sebenarnya. Perlu menjadi perhatian Pemerintah adalah bagaimana mengoptimalkan produksi aspal lokal untuk mengurangi impor aspal minyak.
"Pada saat ini produksi aspal Buton dalam bentuk granular adalah tidak lebih dari 70.000 ton per tahun,” ujar LaNyalla. Sedangkan kebutuhan aspal Nasional adalah 1,5 juta ton per tahun. Akibatnya lebih dari 1 juta ton per tahun, Indonesia masih harus memenuhi kebutuhan aspal dari aspal minyak impor.
“Kalau pun sekarang ini Pemerintah berhasil mengupayakan untuk mengoptimalkan produksi aspal granular dari 70.000 ton per tahun, misalnya menjadi 350.000 ton per tahun. Maka tetap saja Indonesia masih akan harus terus mengimpor aspal minyak sebesar 650.000 ton per tahun,” sebutnya.
Indonesia memang bisa mengurangi sebagian impor aspal minyak dari 1 juta ton per tahun menjadi 650.000 ton per tahun. Hanya saja upaya-upaya tersebut dianggap masih kurang tepat sasaran dan tidak menyentuh inti substansi. Karena nyatanya kita masih tetap menjadi importir aspal minyak.
"Kita masih belum mampu berswasembada aspal. Dan aspal Buton pun masih belum mampu menjadi ‘Tuan Rumah di Negeri sendiri’,” kata LaNyalla.
Untuk menggantikan aspal minyak impor 1 juta ton per tahun, aspal Buton harus diproses terlebih dahulu menjadi aspal ‘full’ ekstraksi. Teknologi untuk melakukan proses ekstraksi secara handal dan ekonomis sekarang ini pun sudah ada. Dengan asumsi kandungan bitumen rata-rata adalah 20 persen, maka untuk menghasilkan aspal ‘full’ ekstraksi sejumlah 1 juta ton per tahun, diperlukan bahan baku sebanyak 5 juta ton per tahun, tuturnya.
Dengan mengetahui inti permasalahannya, LaNyalla mengimbau pemerintah segera mengupayakan sejumlah langkah-langkah strategis. Pemerintah harus membuat road map untuk mampu menggantikan 1 juta ton per tahun aspal minyak impor dengan 1 juta ton per tahun aspal ‘full’ ekstraksi dalam kurun waktu 10 tahun. Pemerintah harus melakukan asesmen dan pengkajian yang mendalam terhadap kehandalan dan keekonomian dari Teknologi Ekstraksi.
Diharapkan pemerintah menunjuk sebuah BUMN atau BUMD untuk membangun Pabrik Ekstraksi Aspal Buton. Pemerintah harus melakukan penataan ulang IUP-IUP (Izin Usaha Pertambangan) untuk mendukung penyediaan bahan baku 5 juta ton per tahun dalam waktu 10 tahun ke depan. Dan Pemerintah harus menghentikan impor aspal minyak dan menggantikannya dengan aspal Buton ‘full’ ekstraksi secara bertahap.
Tahun 2024 tidak akan lama lagi. Oleh karena itu Pemerintah harus segera melakukan langkah-langkah konkret, taktis dan strategis agar segala sesuatunya dapat berjalan sesuai dengan jadwal dalam road map. Menyadari permasalahan-permasalahan lain yang perlu dibenahi masih cukup banyak dan bervariasi.
"Dan pada tahun 2024, saat kita peringati 1 abad aspal Buton, Pabrik Ekstraksi Aspal Buton sudah harus selesai dibangun,” katanya.
LaNyalla mendorong agar pabrik yang dimaksud sudah harus dapat beroperasi dan berproduksi secara optimal. Produk akhir yang akan dihasilkan adalah aspal Buton ‘full’ ekstraksi penetrasi 60/70 yang mampu menggantikan aspal minyak impor.
“Saya yakin, pemerintah dan masyarakat Buton mampu mendorong terwujudnya cita- cita besar tersebut, dengan momentum 1 abad aspal Buton,” kata LaNyalla.
Komentar