Objek Wisata Dibuka, Ancaman Covid-19 Makin Meluas

Objek Wisata Dibuka, Ancaman Covid-19 Makin Meluas
Objek Wisata Dibuka, Ancaman Covid-19 Makin Meluas

satunusantaranews, Majalengka -Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, memperbolehkan objek wisata dibuka kembali untuk menerima pengunjung setelah wilayah tersebut dinyatakan masuk zona oranye.

Kepala Disparbud Kabupaten Bandung Barat Heri Partomo mengatakan pembukaan kembali objek wisata itu sesuai Instruksi Mendagri terkait pengetatan PPKM mikro sesuai dengan status level kewaspadaan (25/6).

Selama diberlakukan work from home (WFH) dan belajar di rumah, tak dimungkiri rakyat memang mengalami kejenuhan, membutuhkan suasana baru untuk mencari hiburan. Dengan diputuskannya kebijakan membuka tempat wisata, sebagian masyarakat menyambut baik atas hal tersebut.

Sayangnya, pemerintah tidak benar-benar matang memikirkan dampak dari dibukanya tempat wisata. Seolah tidak memprediksi akan membludaknya pengunjung akibat dibukanya tempat wisata. Apalagi di tengah pandemi, mata rantai penyebaran Covid-19 tak putus, terus mengular dan terus menyebar luas.

Meski disebutkan harus tetap mematuhi prokes, menggunakan masker, serta jaga jarak, semua itu sekadar ucapan saja, karena tak ada pengawasan ketat oleh pemerintah di tempat wisata. Fakta di lapangan, prokes tidak efektif dijalankan, kerumunan terjadi di sana-sini.

Inilah pentingnya bagi siapa pun yang memimpin rakyat untuk memiliki kemampuan memutuskan suatu kebijakan yang tepat dan efisien sesuai dengan permasalahannya. Sebaiknya pemerintah menghindari kebijakan coba-coba karena akan berdampak luas kepada masyarakat jika kebijakan itu keliru. Sehingga mengakibatkan keselamatan rakyat menjadi terancam.

Seharusnya, keselamatan rakyat harus diprioritaskan. Alangkah baiknya jika pemerintah berfikir ulang sebelum membuat kebijakan. Mau menyelamatkan rakyat, tapi malah membolehkan tempat wisata dibuka. Akhirnya terjadi kerumunan di mana-mana.

Inilah bukti ketidakseriusan pemerintah dalam penanganan pandemi Covid-19. Rakyat menjadi korban demi kepentingan korporat dan penguasa. Setiap kebijakan dalam sistem demokrasi kapitalisme memang didesain untuk memuluskan segala kepentingan pemilik kekuasaan serta pemodal (pelaku usaha/bisnis).

Hal ini mudah dipahami oleh publik dengan melihat berbagai kebijakan yang diputuskan untuk rakyat. Seolah memihak kepentingan rakyat, tapi ternyata tidak demikian. Hitung-hitungan yang dilakukan dipertimbangkan atas untung atau rugi, bagi pemerintah juga para kapitalis.

Lagi-lagi, rakyat yang jadi korban. Tak heran jika sejak pandemi Covid-19 menggilas perekonomian, pemerintah gencar menggenjot pariwisata. Mereka mengandalkan pemasukan dari pariwisata, tapi akhirnya mengancam keselamatan rakyat, alih-alih berpikir mengelola SDA dengan baik sesuai tuntunan Islam untuk menyejahterakan rakyat.

Andai SDA yang kaya melimpah ini dikelola dengan baik demi kemaslahatan rakyatnya, pemerintah tak perlu menggadang-gadang sektor wisata sebagai solusi memulihkan ekonomi.

Islam telah membatasi kepemilikan dengan mengharamkan Sumber SDA yang melimpah dikuasai individu, apalagi asing. Dari sini saja, negara akan menjadi pihak yang mengelola kekayaan alam milik umum dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk rakyat.

Disamping itu, Islam juga memposisikan pariwisata sebagai sarana dakwah dan propaganda, bukan sumber devisa negara. Adapun pos pembiayaan negara, diambil dari pos fa'i, kepemilikan umum, dan sedekah.

Keindahan alam yang dijadikan tempat pariwisata seperti pantai, pegunungan, air terjun, dan yang lainnya, akan dijadikan sarana dalam menyebarkan Islam. Bagi wisatawan muslim, setelah mereka disuguhkan keelokan seluruh ciptaan Allah Swt., akan semakin kukuh keimanannya. Begitu pun bagi wisatawan nonmuslim, yang niat awalnya ingin menikmati keindahan alam, akan disuguhkan pula ajaran Islam.

Tempat wisata taman hiburan dan water boom yang berhiaskan patung dan kemaksiatan lainnya, jika tak mengandung unsur syiar dakwah dan hanya berputar pada kesenangan yang unfaedah maka, negara tak mempunyai alasan untuk mempertahankannya.

Dengan demikian, ekonomi negara akan berputar sesuai dengan ketentuan syariat. Sistem Islam akan mengutamakan keselamatan rakyatnya. Dan pariwisata tidak harus diberdayakan untuk ekonomi. Begitulah seharusnya kita memposisikan pariwisata.

Penulis: Tawati

Baca Juga