Inkonsistensi Pencantuman Nama Ilmiah Bisa Menjadi Kendala
satunusantaranews, Bogor – Pencantuman nama ilmiah spesies dan nama umum tumbuhan sangat penting dalam dokumen karantina. Oleh karena itu, inkonsistensi pencantumannya dapat menjadi kendala dalam pemasukan benih horitkultura.
Pelaku usaha, eksportir maupun importir, harus memastikan nama ilmiah benih dengan lengkap dan tepat, demikian diungkapkan oleh Kepala Pusat Karantina Tumbuhan dan Keamanan Hayati Nabati Badan Karantina Pertanian A.M. Adnan dalam bimbingan teknis secara daring Kupas Tuntas Permasalahan Pemasukan dan Pengeluaran Benih Hortikultura.
“Permasalahan pemasukan benih ke dalam negara Indonesia salah satunya adalah pencantuman nama ilmiah tumbuhan yang tidak konsisten. Bisa jadi beda spesies beda jenis OPTKnya (Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina-red),” papar Adnan di Bogor, Jawa Barat (14/9).
Nama ilmiah tumbuhan, Adnan menjelaskan, sangat penting sebagai informasi untuk mengetahui dan mendeteksi OPTK yang berpotensi terbawa benih. Sehingga bila tidak tepat dapat dilakukan tindakan penahanan bahkan penolakan oleh pejabat Karantina Pertanian.
Terlebih menurutnya bahwa benih ini termasuk risiko tinggi berdasarkan ISPM (International Standards For Phytosanitary Measures) No. 32 Tahun 2009 tentang Kategori Komoditas Berdasarkan Risiko Hama Penyakit. Bila tidak sesuai, lanjut Adnan, maka dapat dilakukan tindakan hingga pemusnahan.
“OPTK pada benih tidak dapat terdeteksi secara langsung. Harus ditumbuhkan dulu dalam media pembawanya, seperti virus. Ketika sudah ditumbuhkan maka akan diketahui ada tidaknya OPTK. Pelaku usaha juga harus melengkapi informasi teknis media pembawa dari negara asal. Contohnya untuk benih tanaman kaktus, banyak yang hanya menuliskan di belakangnya dengan spp saja. Padahal jenisnya banyak, jadi tidak sampai ke nama spesiesnya,” jelasnya.
Adapun teknik untuk mendeteksi OPTK yaitu secara morfologi, biologi, ELISA, dan PCR. Teknik tersebut dilakukan berdasarkan kelompoknya yaitu serangga, cendawan, tungau, nematoda, bakteri, dan virus.
Selain itu, Adnan menjelaskan permasalahan lainnya terkait pemasukan benih hortikultura adalah pembatasan waktu AROPT (Analisis Risiko Organisme Pengganggu Tumbuhan) hingga 90 hari, prosesnya bisa lebih lama karena benih merupakan komoditas risiko tinggi.
Di masa pandemi ini menurutnya importasi benih tanaman hias semakin tinggi sehingga risikonya pun semakin tinggi. Salah satunya melalui perniagaan elektronik (e-commerce) yang kian marak. Namun, banyak yang tidak dilengkapi dengan SIP (Surat Izin Pemasukan) Menteri Pertanian.
Berdasarkan data SIP Ditjen Hortikultura, volume pemasukan benih hortikultura meningkat yang didominasi florikultura kemudian disusul benih sayuran.
“Benih florikultura berupa tanaman hias volumenya pada tahun 2020 mencapai 11,2 juta batang, sedangkan tahun sebelumnya hanya 2,9 juta batang. Dan pada tahun 2021 hingga Agustus saja sudah mencapai 13,7 juta batang,” tutur Direktur Perbenihan Hortikultura Direktorat Jenderal Hortikultura Sukarman. Dan regulasi yang mengatur pemasukan dan pengeluaran benih ke dan dari wilayah Indonesia bertujuan untuk melindungi plasma nutfah.
“Jelas bahwa pemasukan benih ini berbasis risiko. Isu keberlangsungan plasma nutfah ini terkait pengeluaran benih untuk menjaga kelestarian. Sehingga perlu memastikan sebelum keluar bahwa benih tersebut sudah dikembangbiakan di negara kita,” ujar Kepala Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian (PPVTPP) Erizal Jamal.
Kementerian Pertanian telah menetapkan regulasi dan kemudahan layanan untuk ekspor dan impor benih melalui aplikasi Simpel2 yang sudah terintegrasi dengan OSS Kementan. Pelaku usaha harus memenuhi ketentuan yang sudah diatur dalam peraturan sehingga kelestarian sumber daya hayati tetap terjaga, khususnya untuk pemasukan benih.
Komentar