Kenali Bahaya Hustle Culture, Gila Bekerja Hingga Berujung Kematian

Kenali Bahaya Hustle Culture, Gila Bekerja Hingga Berujung Kematian
Kenali Bahaya Hustle Culture, Gila Bekerja Hingga Berujung Kematian

satunusantaranews, Jakarta - SNReaders pernah denger Hustle Culture gak? Belakangan ini tengah ramai dibicarakan lohhh…tentang hustle culture yang menjadi gaya kerja milenial pada zaman sekarang.

Melansir dari beberapa sumber hustle culture adalah budaya kerja yang membuat pekerjanya menjadi gila kerja, bahkan selalu memikirkan pekerjaan. Tak hanya itu, pekerja juga dituntut untuk terus mengejar kecepatan, ketangguhan, hingga bekerja keras setiap hari.

Fenomena Hustle Culture pertama kali ditemukan pada tahun 1971, dan semakin menyebar dengan cepat, terutama di kalangan milenial. Fenomenan ini membuat seseorang percaya bahwa aspek kehidupan paling penting adalah mencapai tujuan professional dengan bekerja keras tanpa henti (non-stop).

Coba saja lihat Tesla, sang CEO, Elon Musk pun pernah mengunggah cuitan di Twitter yang mengungkapkan kalau bekerja 40 jam per minggu tidak akan merubah dunia. Tak hanya Tesla, beberapa perusahaan teknologi di China bahkan dikenal dengan budaya kerja 996. Pekerjanya dituntut untuk bekerja mulai dari jam 9 pagi hingga 9 malam dalam enam hari.

Dilansir dari laman Forbes, terdapat 55% pekerja di Amerika Serikat mengalami stress karena pekerjaannya yang merupakan 20% lebih tinggi dibandingkan angka keseluruhan di dunia. Menurut Mental Health Foundation UK, di Inggris 14,7% pekerjaanya mengalami gangguan kesehatan mental akibat pekerjaan.

Di Indonesia sendiri, 1 dari 3 pekerja mengalami gangguan kesehatan mental akibat jam kerja berlebih. Apalagi dimasa pandemi ini, dengan maraknya seruan agar tetap produktif dari rumah kian menjamur dan memunculkan tren hustle culture baru yang perlu kita sikapi. Namun, begitulah keadaan kerja para milenial ini, termasuk kita.

Bagaimana sih kira-kira biar kita tidak mengalami fase ini?? Dan ternyata perubahan mindset lah yang dapat membuat kita mengurangi perasaan ‘gila kerja’ ini.

SNReaders ngaku deh pasti sebagian dari kalian mendedikasikan hidupnya untuk bekerja secara totalitas. Namun, jika berlangsung di luar batas, waktu kita akan terbuang secara cuma-cuma tanpa sempat memenuhi aktivitas lainnya.

Jadi, selesaikan pekerjaan dengan tepat waktu dan tak perlu berlebihan, selain itu gunakan waktu luang selepas bekerja untuk beristirahat dan melakukan aktivitas lainnya. Sebab, tubuh juga memiliki batasan ketika sudah mencapai batas lelah.

Nah, yang paling penting adalah, “STOP MEMBANDINGKAN DIRI”. Apapun pencapaian selama bekerja, syukurilah. Kita tak perlu membandingkan diri dengan apa yang didapatkan oleh orang lain karena itu hanya akan menambah rasa iri yang berujung ambisi tanpa memikirkan risiko.

Cobalah melihat kembali ke belakang, masih banyak orang yang belum tentu bisa mendapatkan pencapaian hasil pekerjaan seperti kita. Mensyukuri pencapaian hari ini akan membantu kita merasa lebih bahagia dalam hidup.

Setelah penat bekerja, waktu menjadi sangat penting terutama ketika sedang jeda atau libur dari rutinitas pekerjaan. Pokonya SNReaders harus gunakan waktu tersebut untuk melakukan aktivitas pribadi yang bermanfaat, seperti berolahraga, membaca buku, membersihkan rumah, dan sebagainya.

Kehidupan pribadi harus tetap mendapat perhatian agar tidak terbengkalai, dengan begitu kita akan semakin mampu menghargai diri sendiri. Sebab dengan bekerja terlalu keras tanpa jeda tidak akan membuat kita sukses dalam sekejap juga….

Penulis: Icha
Editor: Nawasanga

Baca Juga