Opini BPK LKPP Tahun 2019 WTP, Kesenjangan Kemandirian Fiskal Antar Daerah di Indonesia Sangat Tinggi

Opini BPK LKPP Tahun 2019 WTP, Kesenjangan Kemandirian Fiskal Antar Daerah di Indonesia Sangat Tinggi
Opini BPK LKPP Tahun 2019 WTP, Kesenjangan Kemandirian Fiskal Antar Daerah di Indonesia Sangat Tinggi

satunusantaranews-Jakarta, Badan Pemeriksa Keuangan memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas LKPP Tahun 2019 Pemerintah, namun demikian BPK masih mencatatkan kesenjangan kemandirian fiskal antar daerah di Indonesia sangat tinggi.

Demikian hasil reviu BPK yang menunjukkan bahwa kesenjangan kemandirian fiskal antar daerah di Indonesia sangat tinggi, diindikasikan dari angka IKF TA 2019 dengan perbedaan yang sangat mencolok untuk provinsi yang tertinggi  (DKI Jakarta) sebesar 0,7107 dengan provinsi yang terendah (Papua Barat) dengan indeks sebesar 0,0427.

Reviu juga menyebutkan kesenjangan kemandirian fiskal juga terjadi di level kabupaten/kota, dimana Kabupaten Badung di Bali dengan nilai indeks 0,8347 dapat membiayai 83,47% dari belanja daerah dari PAD. Sementara Kabupaten Deiyai di Papua dengan nilai indeks 0,0031, PAD-nya hanya dapat membiayai 0,3 1% belanja daerahnya (sebagai perbandingan, angka rata-rata untuk IKF provinsi TA 20l8 dan 2019 adalah 0,36 dan rata-rata angka IKF kabupalen/kota adalah 0,1 1).

Sedangkan dari hasil pemeriksaan atas Sistem Pengendalian Intern (SPI) dan Kepatuhan Terhadap Ketentuan Peraturan Perundang Undangan, BPK menemukan 26 kelemahan, antara lain; Terdapat Penggunaan Rekening
Pribadi untuk Pengelolaan Dana yang Bersumber dari APBN, Saldo Kas Tidak Sesuai dengan Fisik, Sisa Kas Terlambat/ Belum Disetor dan Penggunaan Kas yang Tidak Dilengkapi Dokumen Pertanggungi awaban pada 34
Kementerian/ Lembaga.

Terdapat Ketidaksesuaian Pencatatan Persediaan dengan Ketentuan pada 53 Kementerian/ Lembaga; Kelemahan Sistem Pengendalian Intern dalam Penatausahaan Piutang Perpajakan pada DJP serta Pengelolaan dan Penatausahaan Piutang pada DJBC Belum Optimal; Penghapusan Piutang Negara alas Pemberian Pinjaman yang Seharusnya Menjadi Kewenangan Presiden Dilaksanakan Tidak Sesuai Ketentuan.

Selain itu, Pengelolaan Piutang BUN yang Berasal dari Pinjaman Dana Antisipasi Penanganan Luapan Lumpur Sidoarjo kepada Lapindo Brantas Inc. dan PT Minarak Lapindo Jaya Belum Memadai; Penyajian Akun Akun LKPP Tahun 2019 terkait Penyenaan Modal Pemerintah pada PT Asabri (Persero) dan Nilai Akumulasi Iuran Pensiun yang dikelola PT Asabri (Persero) Belum didukung Laporan Keuangan PT Asabri (Persero) Tahun 2019 (Audited) dan Kewajiban Pemerintah Selaku Pemegang Saham Pengendali PT Asabri (Persero) Sebagaimana Diatur UU Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian Belum Diukur/Diestimasi;


Termasuk, Akun Akun terkait Investasi Permanen PMN LKPP 2019 (Audited) Belum didukung Laporan Keuangan PT Asuransi Jiwasmya (Persero) Tahun 2019 (Audited) dan Kewajiban Pemerinlah Selaku Pemegang Saham Pengendali PT Asuransi Jiwasraya (Persero) Sebagaimana Dialur UU Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian Belum Diukur, Diestimasi, dan Dilaporkan; Terdapat Pencatatan Ganda alas Aset Sebesar Rp1‘47 Triliun yang Diakui Sebagai Aset Tetap pada LK PTNBH Universitas Indonesia Tahun 2019 dan Persediaan pada LK Kemenristekdikti Tahun 2019.

Selanjutnya, Proses PMN atas Pengembalian Aset BPYBDS Jaringan Gas dan SPBG dari PT Pertamina (Persero) kepada Kememerian ESDM sebesar Rp3.68 Triliun Berlarul larut; Penyajian Hasil Perbaikan Penilaian Kembali BMN Tahun 2017 - 2018 pada LKPP Audited Tahun 2019 Tidak Akurat; dan Pengendalian atas Pengelolaan Aset Telap pada 77 Kememerian/Lembaga Belum Memadai Berdampak Adanya Saldo BMN yang Tidak Akurat serta
Penatausahaan dan Pencatatan Aset Temp yang Tidak Sesuai Ketemuan.

Hal lainnya, Hasil Identifikasi Pemerintah atas Akun Akun terkait Transaksi Konsesi Jasa Berdasarkan Sistem Akutansi dan Pelaporan Keuangan Pengaturan Konsesi Jasa Belum Didukung dengan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintah (PSAP) dan Dokumen Sumber yang Memadai; Pengendalian atas Pengelolaan Aset Tak Berwujud pada 32 Kementerian/Lembaga Belum Memadai Berdampak Adanya Saldo BMN yang Tidak Akurat serta Penatausahaan dan Pencatatan Aset Tak Berwujud yang Tidak Sesuai Ketentuan.


Pengendalian atas Pencatatan Aset Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) Belum Memadai; Pengelolaan DJKN atas Aset yang Berasal dari Pengelolaan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBl) Belum Memadai; serta Pengungkapan Kewajiban Jangka Panjang atas Program Pensiun pada LKPP Tahun 2019 Sebesar Rp2.876,76 Triliun belum didukung Standar Akuntansi dan Perhitungan Aktuaria yang Akurat serta Terdapat Potensi Kewajiban Pemerintah atas Unfunded Past Service Liability (UPSL) Tunjangan Hari Tua (THT) PT Asabri (Persero) yang Belum Ditagihkan;

Hal hal lain, seperti Barang Milik Negara Sebagai Underlying Asset Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) Belum Mencerminkan Nilai Wajar Aset SBSN Tennutakhir dan Berpotensi Tidak Mencukupi Nilai SBSN yang Diterbitkan Kewajiban Pemerintah Kepada PT Penamina (Persero) atas Fee Penjualan Migas Bagian Negara Belum Dapat Diukur Dengan Andal; Pencatatan Saldo dan Mutasi Utang Kelebihan Pembayaran Pajak Masih Belum Akurat.

Penyajian Aset yang Berasal dari Realisasi Belanja dengan Tujuan unluk Diserahkan Kepada Masyarakat sebesar Rp44,20 Triliun pada 34 K/L Tidak Seragam, serta Terdapat Permasalahan Penatausahaan dan Penanggungjawaban Realisasi Belanja dengan Tujuan untuk Diserahkan Kepada Masyarakat yang tidak Sesuai Ketentuan.

Disamping Kebijakan Penyelesaian Kompensasi Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Listrik Belum Didukung dengan Mekanisme Penganggaran yang Memadai; Pemanfaatan Sisa Anggaran Belanja Subsidi untuk Penyelesaian Kurang Bayar Subsidi Belum Optimal; Pengalokasian Dana Alokasi Umum Tambahan pada APBN TA 2019 Sebesar Rp6,50 Triliun Tidak Selaras dengan UU Nomor33 Tahun 2004;  Perhilungan Alokasi Transfer Daerah pada 11
Bidang/Subbidang DAK Fisik Belum Didukung Dokumentasi dan Penjelasan yang Memadai dari K/L Teknis.

Catatan penting lainnya bahwa Pengelolaan Dana Desa Belum Sepenuhnya Sesuai dengan Ketentuan dan Belum Dilaksanakan secara Memadai; dan Skema Pengalokasian Anggaran dan Realisasi Pendanaan Pengadaan Tanah PSN pada Pos Pembiayaan Masih Sama Dengan TA 2018 Mengakibatkan LKPP Tahun 2019 Belum Menggambarkan Informasi Belanja dan Defisit Sesungguhnya.

Adapun perkembangan Opini LKKL dan LKBUN Tahun 2015 - 2019 adalah sebagai berikut Tahun Opini 2015 (56 WTP/ 26 WDP/ 4 TMP/ 0 TW; jumlah emitas pelaporan 85); Tahun Opini 2016 ( 74 WTP/ 8 WDP/ 6 TMP/ 0 TW; jumlah emitas pelaporan 58); Tahun Opini 2017 (80 WTP/ 6 WDP/ 6 TMP/ 0 TW; jumlah emitas pelaporan 88); Tahun Opini 2018 (82 WTP/ 4 WDP/ 1 TMP/ 0 TW; jumlah emitas pelaporan 87); dan Tahun Opini 2019 (85 WTP/ 2 WDP/ 1 TMP/ 0 TW; jumlah emitas pelaporan 88).

Hasil Reviu atas Pelaksanaan Transparansi Fiskal menunjukkan bahwa Pemerintah telah memenuhi sebagian besar kriteria pilar transparansi fiskal dengan pencapaian level Advanced sebanyak 18 kriteria, level Good sebanyak 14 kriteria, level Basic sebanyak 4 kriteria dan tidak terdapat kriteria Not Met. Dan pemenuhan kriteria kriteria pilar transparansi fiskal tersebut diketahui dari praktik praklik yang telah dilakukan oleh Pemerintah Pusat pada Tahun 2019, dari keseluruhan 36 kriteria transparansi flskal.

Sedangkan untuk hasil reviu atas kesinambungan fiskal menunjukkan bahwa Pemerintah telah menyusun analisis kesinambungan fiskal jangka panjang yang mempertimbangkan skenario skenario kebijakan fiskal yang akan diambil dan indikator yang dimonitor.

Namun demikian, hasil reviu juga menunjukkan bahwa Pemerimah tidak dapat mencapai target Tahun 2019 atas rasio utang terhadap PDB di bawah 30%, rasio deflsit terhadap PDB di bawah 1%, dan primary balance positif sebagaimana ditelapkan RPJMN 2014 2019. Sehingga dapat menimbulkan risiko fiskal dalam jangka panjang.

Selain itu, terdapat beberapa indikator yang telah melampaui batas praktik terbaik yang ditetapkan IMF dan International Debt Relief. Indikator tersebut antara lain rasio debt service terhadap penerimaan, rasio pembayaran bunga terhadap penerimaan dan rasio utang terhadap penerimaan.

Sedangkan hasil reviu atas kemandirian fiskal pemerintah daerah Tahun 2018 dan 2019 menunjukkan bahwa sebagian besar Pemerintah Daerah belum mandiri.
(tjbm; foto ilustrasi)

Penulis:

Baca Juga