RDP Komisi VII DPR – Menteri ESDM Diduga Dibikin Ricuh Merintangi Bahasan Pencabutan IUP OP
satunusantaranews, Jakarta - Kericuhan terjadi saat Rapat Dengar Pendapat antara Menteri ESDM RI dengan Komisi VII DPR RI (13/1), diduga sengaja diciptakan anggota DPR Komisi VII Muhamad Nasir untuk merintangi pembahasan seputar pencabutan IUP OP tambang bermasalah di Kaltim.
Disamping itu rencananya akan dipertanyakan pula mengapa Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi (OP) PT. Batuah Energi Prima (PT.BEP) tidak ikut dicabut. Padahal IUP OP PT. BEP terbukti telah disalahgunakan untuk menipu sebesar Rp.1 Triliun dan membobol Bank Niaga dan Bank Bukopin sebesar Rp. 1,5 Triliun oleh pemiliknya bernama Herry Beng Kostanto, yang kini masih mendekam di tahanan. Berdasarkan fakta tersebut IUP OP PT.BEP secara hukum wajib dicabut.
Demikian diungkapkan Rokhman Wahyudi, SH, Ketua Laskar Anti Korupsi (LAKI) Provinsi Kalimantan Timur, yang bersama para pengurusnya hadir di depan ruang rapat Komisi VII DPR di Senayan, Jakarta (13/1).
Dalam Undangan Rapat Kerja, yang ditandatangani Sekjen Kementerian ESDM, agenda pada point 4 disebutkan bahwa Penjelasan terkait Pencabutan Izin Perusahaan-Perusahaan Tambang. Lantaran diduga diciptakan keributan oleh Muhamad Nasir, dengan melancarkan tuduhan kepada seorang pelaku bisnis batubara di Kaltim secara membabi buta tanpa dasar, menjurus pencemaran nama baik, membuat pembahasan pencabutan IUP OP urung dilakukan.
“Saudara Muhammad Nasir bicara tidak benar dan tanpa bukti. Ini memalukan,“ ujar Ir. Arifin Tasrif yang kemudian buru-buru keluar dari ruang rapat.
Rokhman Wahyudi, SH tidak dapat memastikan apakah Muhammad Nasir melakukan itu berdasarkan “pesanan” dan dibayar oleh pihak pemilik IUP OP yang terancam dicabut.
”Saya menolak untuk menanggapi. Saya tidak ingin menduga-duga sesuatu yang saya tidak memiliki buktinya. Biar masyarakat yang menilai,” tukasnya.
Berbagai elemen masyarakat pun mempertanyakan sikap Dirjen Minerba yang tidak memasukan nama PT. BEP ke dalam daftar perusahaan pertambangan minerba yang dicabut izinnya. Padahal dalam konteks terjadinya penyimpangan oleh pemilik IUP bahwa benar terdapat fakta kadar “dosa” PT. BEP dipandang jauh lebih berat dan fatal, ketimbang kesalahan pada IUP 2078 perusahaan pertambangan minerba yang telah dicabut ijinnya.
Oleh karenanya wajar bila terdapat penilaian dari masyarakat Dirjen Minerba, Ridwan Djamaluddin patut diduga telah “mengelabui” Presiden Jokowi. Dan daftar IUP OP yang direkomendasikan untuk dicabut dalam kelompok 2078 perusahaan klasifikasinya tergolong biasa. Sedangkan yang IUP yang melakukan pelanggaran berat seperti PT. BEP malah seperti 'dilindungi', ujar Rokhman Wahyudi, SH.
Terdapat fakta, pemilik 98% saham PT. BEP juga pemegang saham mayoritas PT. Tunas Muda Jaya bernama Herry Beng Koestanto. Seorang terpidana karena sudah ada putusan pidana yang telah berkekuatan hukum tetap. Berdasarkan Putusan Kasasi Mahkamah Agung RI Nomor: 1442 K/Pid/2016 tersebut, Herry Beng Koestanto masih mendekam ditahanan untuk menjalani hukuman yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) selama 8 (delapan) tahun penjara, dalam 2 (dua) perkara pidana penipuan, dengan total nilai Rp. 1 Triliun tersebut.
Sedangkan pada dugaan pidana lainnya, dengan memakai instrumen perijinan IUP OP yang diberikan negara, dengan maksud membantu PT.BEP dan PT. Tunas Muda Jaya untuk dapat berinvestasi secara sehat. Namun pada kenyataannya oleh pemilik PT. BEP justeru malah disalahgunakan, dipakai untuk melakukan penipuan dan membobol bank dengan nilai total sebesar Rp. 1,5 Trilun.
“Mempertimbangkan fakta-fakta tersebut, untuk mencegah timbulnya pidana lanjutan dan jatuhnya korban-korban penipuan baru – menurut pendapat saya, Dirjen Minerba seharusnya memasukan nama PT. BEP sebagai perusahaan yang harus dicabut ijin IUP-nya, sebagai manifestasi pengejawantahan adanya fungsi pengawasan oleh negara, dan bukan malah terkesan elindunginya,” paparnya.
Namun alih-alih IUP -nya dicabut, Dirjen Minerba malah memberikan persetujuan RKAB Tahun 2022 kepada PT. BEP sebanyak 2.997.086 metric ton. Kebijakan Dirjen Minerba ini secara langsung atau tidak langsung seperti memberikan dukungan sarana kepada terpidana Herry Beng Koestanto untuk melanjutkan aksi kriminalnya.
“Berlandaskan pada fakta-fakta tersebut saya dapat memahami apabila terdapat berbagai elemen masyarakat yang memberikan penilaian atas sengkarut minerba di Indonesia bukan lagi lantaran faktor lemahnya pihak Ditjen Minerba dalam melakukan pengawasan, namun lebih dari pada itu pihak Ditjen Minerba sudah menjadi bagian mafia pertambangan itu sendiri.
Kami berharap Presiden Ir. Joko Widodo dapat memerintahkan Irjen Kementerian ESDM bersama-sama unsur Kejaksaan Agung RI melakukan pemeriksaan secara intensif dan mendalam terhadap para oknum pejabat di lingkungan jajaran Ditjen Minerba yang diduga melindungi dan menutupi kejahatan PT. BEP.
Sekaligus menjadikan hasil pemeriksaan sebagai momentum untuk dilakukannya reformasi dan pembenahan secara struktural di lingkungan Dirjen Minerba, guna tercapainya optimalisasi sasaran yang hendak dicapai oleh pemerintah.
Dan melindungi perusahaan tambang bermasalah selain bentuk penghianatan terhadap negara juga merupakan bentuk penipuan terhadap Presiden Jokowi yang telah dengan amat susah payah memperbaiki pemerintahan, paparnya.
Persoalan pokoknya sekarang menurut Rokhman Wahyudi, SH adalah, sesuai fakta sampai saat ini Herry Beng Koestanto, seorang terpidana tercatat masih menjadi pemegang 95% saham PT. BEP sekaligus pemilik PT. Tunas Muda Jaya.
Untuk mencegah timbulnya pidana lanjutan dan jatuhnya korban-korban penipuan baru, Dirjen Minerba seharusnya tegas memasukan nama PT.BEP harus dicabut ijin IUP-nya, sebagai manifestasi pengejawantahan adanya fungsi pengawasan oleh negara, dan bukan malah seakan melindunginya.
Proses pailit PT. BEP yang diduga direkayasa Erwin Rahardjo dan Petrus terungkap dan terindikasi mengandung pidana pemberian sumpah palsu dan/atau surat palsu/dan atau penggelapan boedel pailt jo TPPU, sebagaimana pemeriksaan yang tengah dilakukan oleh Polda Kaltim, sesuai Surat Perintah Penyelidikan Nomor: Sp.Lidik/268/IX/RES.2.6/2021/Dirreskrimsus, tanggal 27 September 2021, dan Bareskrim Polri.
Modus penggelapan boedel pailit yang dilakukan kelompok Erwin Rahardjo dan Petrus, dengan cara menjual batubara dari konsesi PT. BEP namun memakai dokumen IUP OP perusahaan yang berbeda, yakni CV. Anggaraksa Adisarana, yang dikelola Erwin Rahardjo.
Uang hasil penjualan batubara sebanyak 121.292.003 metric ton itupun masuk ke rekening PT Pahlevy Persada milik Petrus dengan nomor rekening: 1480099228887 di Bank Mandiri. Hal ini mengkofirmasi praktek mafia pailit merupakan modus operandi baru kejahatan perampokan asset, yang dapat merusak iklim investasi di Indonesia.
Ujung praktek mafia pailit bermuara pada terjadinya tindakan pidana pencucian uang. Merupakan kejahatan yang terorganisir, tergolong kerah putih (white collar crime), yang dilakukan criminal organization.
Dari alat bukti dokumen Perjanjian Perdamaian antara PT. BEP dengan Para Kriditur tercatat sebagai Kreditor Separatis PT. Synergy Dharma Nayaga cessie kepada PT. Sarana Bakti Sejahtera, jumlah tagihan Rp.308.988.487.727,94 (30,8%).
Sebagai Kreditur Konkuren (1) PT. Synergy Dharma Nayaga cessie kepada PT. Sarana Bakti Sejahtera, jumlah tagihan Rp. 829.069.240.215,24 (63,2%); (2) PT. Wahana Matra Sejati cessie kepada PT. Pramesta Labuhan Jaya, jumlah tagihan Rp. 79.282.226.006,34 (6%); (3) PT. Atap Tri Utama cessie kepada PT. Pramesta Labuhan Jaya, jumlah jumlah tagihan Rp.14.538.000.000 (1,1%).
PT. Sarana Bakti Sejahtera dan PT. Pramesta Labuhan Jaya teryata pembeli hak cessie palsu, yang direkayasa menjadi Kreditor Saparatis dan Kreditor Konkuren oleh kelompok Erwin Rahardjo dan Petrus. Sejatinya kedua perusahaan tersebut adalah kreditur fiktif. Tidak berkemampuan secara finansial untuk membeli piutang PT. Synergy Dharma Nayaga sebesar Rp. 1,2 Triliun.
Berdasarkan bukti Akte No. 04 yang diterbitkan Notaris Dewi Kusumawati, SH tanggal 08 Desember 2020 di Jakarta, Budhi Setya direkayasa oleh Erwin Rahardjo dan Petrus, dengan dikonstruksikan sebagai pembeli dan pemilik 99% atau 247 lembar saham PT. Sarana Bakti Sejahtera, dan Mansur Munir, SH yang sehari-hari berprofesi sebagai pengacara memiliki 1% atau 3 lembar saham.
Erwin Rahardjo dan Petrus berhasil memperdaya dan menjebak mantan Kapolri, Jenderal Polisi (P) Timur Pradopo, yang dikenal baik dan bersahaja untuk didudukan sebagai Komisaris PT. Sarana Bakti Sejahtera, guna dijadikan perisai pelindung bilamana ada proses penegakan hukum oleh penyidik Polri. Mantan Kapolri Jenderal Polisi (P) Timur Pradopo yang dipastikan tidak memahami Erwin Rahardjo dan Petrus ini sebagai kelompok mafia yang membahayakan.
Beliau hanya diperdaya dengan cara meminta mantan Kapolri Jenderal Polisi (P) Timur Pradopo untuk menelepon petinggi Polri agar kedua mafia ini dapat menghadap. Selain mantan Kapolri Jenderal Polisi (P) Timur Pradopo, isteri mantan Kapolda Kaltim juga ikut masuk dalam jebakan dengan didudukan sebagai komisaris PT. Sarana Bakti Sejahtera.
“Peristiwa semacam ini secara psikologis dapat mempengaruhi ketegasan penyidik yang memeriksa kasus Erwin Rahardjo dan Petrus. Penyidik Polda Kaltim sejatinya sudah memiliki minimal 2 (dua) alat bukti untuk menetapkan Erwin Rahardjo sebagai tersangka. Apalagi setelah diketemukan beberapa kreditur fiktip dalam pailit PT. BEP. Namun alih-alih ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan, Erwin Rahardjo malah mengancam penyidik Polda Kaltim yang akan memeriksa dirinya.
Perbuatan Erwin Rahardjo yang mengancam penyidik dikualifsiir memenuhi unsur pidana sebagaimana yang diatur dalam ketentuan Pasal 212 KUHP. Bersikap kurang ajar dan melecehkan aparat hukum negara yang tengah bertugas.
"Oleh karenanya kami minta Kapolri dan Kapolda Kaltim dapat memerintahkan penyidiknya bersikap tegas terhadap semua dugaan pidana yang dilakukannya,” ujar Ketua LSM Laskar Anti Korupsi (LAKI), Rokhman Wahyudi, SH.
Beberapa waktu yang lalu memang telah viral di media, Erwin Rahardjo mengirim WA berisi ancaman kepada penyidik Polda Kaltim yang akan memeriksa dirinya, melalui HP No: 081110727*,: “Saya Erwin, maksudnya apa kamu periksa saya? Kamu jagoan? Angkat telepon saya”. Lalu penyidik membalas WA Erwin: ”Selamat malam Bapak. Mohon maaf sebelumnya, terkait undangan klarifikasi. Itu kami tujukan kepada pada Direktur PT. Atap Tri Utama. Saya hanya menjalankan tugas”. Erwin Rahardjo kembali membalas WA: ”Tidak perlu minta ijin. Kamu jagoankan sama Kasubditmu. Saya tunggu. Kasih tahu Hery. Tidak usah munafik didepan saya. Saya tunggu, awas aja kalau tidak benar”. Lalu terjadi percakapan melalui WA Call yang isinya sama sebagaimana dalam percakapan WA.
Peristiwa ini menunjukan Erwin Rahardjo “Direktur” PT. BEP adalah sosok sangat berbahaya, memiliki hubungan luas dikalangan aparat penegak hukum dan militer. Mahir menjebak dan menggalang dukungan pejabat keamanan negara untuk masuk ke dalam perangkapnya, dengan bertumpu pada uang hasil kejahatannya.
Modusnya mula-mula ia mendekati terlebih dahulu orang-orang yang punya kedekatan hubungan dengan petinggi Polri, Kejaksaan dan Yudikatif. Kemudian kepada orang-orang itu dijanjikan pembagian keuntungan bisnis yang besar, dengan syarat apabila berhasil menggalang dukungan dari para petinggi aparat penegak hukum guna membacking bisnis illegalnya.
Erwin Rahardjo diketahui mengangkat diri sendiri sebagai “Direktur” PT.BEP
dengan membuat dan penggunaan surat kuasa yang diduga isinya palsu, dan/atau memuat keterangan palsu untuk kepentingan, perubahan anggaran dasar PT. BEP.
Sebagaimana Laporan Polisi No: LP/B/0754/XII/2021/SPKT/Bareskrim Polri tanggal 16 Desember 2021 atas nama Pelapor Eko Juni Anto. Pada kasus pidana lainnya, Erwin Rahardjo, “Direktur” PT. BEP statusnya menjadi terlapor dalam dugaan perkara penipuan dan penggelapan senilai Rp. 4,5 milyar,.
Berdasarkan Laporan Polisi di Polda Jawa Timur: LPB/153/II/2020/UM/Jatim, dan sudah naik ke tahap penyidikan. Perkara terakhir, berdasarkan Surat Tanda Terima Laporan Nomor: STPL/113/XII/2021/SPKT I/Polda Kaltim, tanggal 10 Desember 2021, Erwin Rahardjo dkk dilaporkan oleh Richard Dengah Pontonuwu melakukan dugaan pidana pasal 170 KUHP dan/atau pasal 406 KUHP.
Sebelumnya Pakar Hukum Pidana dari Universitas Al Azhar Indonesia (UAI), Suparji Ahmad mengatakan, masalah tambang ilegal atau yang legal tentu tak lepas dari keterkaitan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), dan jika ada dugaan sekolompok orang-orang yang memasuki pekarangan (wilayah tambang) orang lain maka harus dikembalikan ke prosedurnya.
"Jika ada dugaan sekelompok orang memasuki pekarangan (tambang) orang lain, tentu dikembalikan ke prosedurnya bagaimana? Dilihat kembali fakta seperti apa," ujar Suparji (12/1).
Saat ditanyakan lebih rinci maksud melihat kembali prosedur, Suparji menerangkan pentingnya melihat kembali soal Izin Usaha Pertambangan (IUP).
"Izinnya gimana, luas lahan (tambang) antara satu perusahaan dengan perusahaan lain itu IUP-nya gimana, apa memang dugaan (sekelompok orang) memasuki pekarangan orang lain itu benar adanya?" bebernya.
Suparji juga menyinggung soal Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB), yang berkaitan dengan IUP dimana sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui Kementerian ESDM telah mencabut 2.078 IUP.
"Kemudian soal RKAB, kalau Dirjen Minerba melihat secara hukum ada perusahaan yang melanggar, tentu pantas IUP-nya dicabut," tegasnya.
Komentar