Refleksi HUT Ke-39 RI | Pemerintah Tidak Taat Hukum, Rakyat Bisa Jadi Korban?
Jakarta, satunusantaranews.co.id – Kasus Jusuf Hamka menambah panjang daftar bukti bahwa pemerintah sering kali mengabaikan putusan hukum yang telah berkekuatan hukum tetap. Jusuf Hamka, seorang pengusaha yang terkenal, telah melalui berbagai tingkatan peradilan dan akhirnya menang di tingkat Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung. Namun, kemenangan di atas kertas itu tidak serta-merta diikuti dengan tindakan nyata dari pihak pemerintah untuk memenuhi kewajibannya.
Putusan Mahkamah Agung yang memerintahkan pemerintah untuk membayar utang kepada Jusuf Hamka seharusnya menjadi akhir dari sengketa panjang ini. Akan tetapi, hingga kini, pembayaran tersebut belum terealisasi. Mengapa ini bisa terjadi? Bukankah seharusnya putusan pengadilan, terutama yang telah berkekuatan hukum tetap, wajib dihormati dan dilaksanakan?
Ketidakpatuhan ini menimbulkan pertanyaan serius tentang komitmen pemerintah terhadap supremasi hukum. Bagaimana masyarakat bisa percaya pada sistem hukum jika pemerintah sendiri tidak memberi contoh yang baik dalam menghormati putusan pengadilan? Apakah ini berarti ada kekuatan yang lebih tinggi daripada hukum itu sendiri yang bekerja di balik layar?
Kasus seperti ini tidak hanya merugikan individu yang bersangkutan, tetapi juga mencederai rasa keadilan masyarakat secara umum. Jusuf Hamka bukan satu-satunya contoh. Masih banyak kasus lain di mana pihak yang seharusnya mendapatkan keadilan melalui putusan pengadilan, namun hak mereka terabaikan oleh pihak yang lebih kuat atau lebih berpengaruh.
Salah satu kasus lain yang mencolok adalah kasus Andri Tedjadharma, salah satu pemegang saham Bank Centris Internasional. Andri telah berjuang selama bertahun-tahun untuk mendapatkan keadilan terkait sengketa BLBI yang melibatkan banknya. Meskipun telah memperoleh sejumlah kemenangan di pengadilan, termasuk putusan Mahkamah Agung yang menguntungkan pihaknya, keadilan tersebut seolah tidak diakui oleh pihak berwenang.
Andri Tedjadharma telah mengalami berbagai bentuk ketidakadilan dan pengabaian oleh pihak otoritas, meskipun telah jelas bahwa tidak ada bukti yang kuat terhadapnya. Kasusnya menunjukkan betapa sulitnya menegakkan keadilan ketika pihak pemerintah atau institusi keuangan besar terlibat. Perjuangannya untuk reaktivasi Bank Centris dan pemulihan hak-haknya masih terus berlanjut, menjadi simbol betapa kompleks dan sulitnya menegakkan hukum di Indonesia.
Untuk memperbaiki kondisi ini, perlu ada upaya serius dari semua pihak, terutama orang-orang di dalam pemerintah yang memiliki hati nurani dan keberanian, untuk menunjukkan bahwa hukum benar-benar dijunjung tinggi di negeri ini.
Implementasi putusan pengadilan harus dilakukan dengan tegas dan tanpa pandang bulu. Hanya dengan demikian, kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum bisa dipulihkan dan ditegakkan.
Jusuf Hamka dan Andri Tedjadharma masih menunggu keadilan yang sejati. Semoga kasus-kasus ini bisa menjadi titik balik bagi pemerintah untuk lebih taat hukum dan menghormati keputusan pengadilan demi terciptanya negara yang benar-benar berdasarkan hukum.
Komentar