Jakarta, satunusantaranewd.co.id – Pada tahun 2000, Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) menggugat Bank Centris Internasional (BCI) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Gugatan ini didasarkan pada Akte No. 39, sebuah dokumen pengalihan cessie dari Bank Indonesia (BI) ke BPPN. Dokumen ini merujuk pada Akte No. 46, yang merupakan perjanjian jual beli promes nasabah dengan jaminan antara BI dan BCI. Akan tetapi, kenyataan, isi akte 39 itu merujuk ke BCI gadungan (rekening rekayasa – red).
Oleh karena itu, gugatan BPPN melawan BCI dalam perkara nomor 350/Pdt.G/2000/PN. JAK.SEL ditolak oleh majelis hakim, termasuk di tingkat Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Tak hanya itu, akte 39 sebagai perjanjian antara bank Indonesia dengan BPPN tidak pernah dinyatakan sah dan berharga di semua amar putusan.
Berbeda halnya dengan akte 46 dan 47 yakni akte perjanjian jual beli promes nasabah dengan jaminan antara BCI dengan BI, dinyatakan sah dan berharga dalam amar salinan putusan Mahkamah Agung, meski salinan putusan itu tidak diakui Mahkamah Agung karena tidak pernah menerima berkas permohonan kasasi BPPN melawan BCI.
Pada konferensi pers yang digelar Selasa (9/7), pemegang saham BCI, Andri Tedjadharma, mengungkapkan bahwa Akte No. 39, yang ditandatangani pada 22 Februari 1999, menyatakan bahwa BI menerima surat utang negara senilai Rp629.624.459.126 dari BPPN (Kementerian Keuangan). Angka ini identik dengan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait kronologi BLBI BCI di BI. Angka tersebut berasal dari rekening individual rekayasa No. 523.551.000, bukan dari rekening asli BCI, yaitu No. 523.551.0016.
“Jadi, Akte No. 39 yang digunakan BPPN untuk menagih dan menggugat BCI ini adalah akte gaib,” sebut Andri.
Lebih lanjut, Andri menambahkan bahwa Akte No. 39 tidak mencantumkan jaminan tanah seluas 452 hektar yang telah dipasang hak tanggungan atas nama BI. Ini menunjukkan bahwa cessie yang dijual ke BPPN bukanlah promes asli dari BCI. “Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) menyatakan tidak menerima jaminan lahan seluas 452 hektar. Pernyataan KPKNL memperkuat argumen bahwa Akte No. 39 cacat hukum,” tegas Andri.
Oleh karena itu, Surat Keputusan Penetapan No. 49 dan Surat Paksa No. 216 tahun 2021 diperintahkan hakim majelis PTUN dan PT TUN DKI untuk dibatalkan dan dicabut.
Akte No. 39 adalah “Akte Gaib”, karena dokumen tersebut berasal dari entitas rekayasa dengan bukti bahwa angka di Akte No. 39 persis sama dengan kronologi BLBI hasil audit BPK terhadap BCI di Bank Indonesia, bukan BCI asli. Tapi, BCI gadungan.
“Sedemikian canggihnya oknum BI berbuat. Tapi, untungnya terbongkar dengan bukti dari BPK yang dijadikan barang bukti di pengadilan. Akte No. 39 itu bukan BCI yang sebenarnya, tapi BCI gadungan. Karena itu, kami sebut Akte No. 39 itu akte goib,” pungkas Andri.
View Comments
Your article helped me a lot, is there any more related content? Thanks!
Fantastic site A lot of helpful info here Im sending it to some buddies ans additionally sharing in delicious And naturally thanks on your sweat