satunusantaranews, Jakarta – Rapat Koordinasi Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menemukan 3 masalah untuk dijadikan bahan evaluasi dan perbaikan bagi pimpinan Lembaga Anti Korupsi itu, paska evaluasi terhadap kinerja KPK pada Triwulan I (4/8), ungkap Ketua Dewan Pengawas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean.
Tiga Masalah untuk dijadikan bahan evaluasi dan perbaikan bagi Pimpinan Lembaga Anti Korupsi KPK yakni pertama, tidak efektifnya proses penanganan perkara di lembaga antirasuah itu.
“Sejumlah isu tersebut bukanlah barang baru di lembaga antirasuah. Karena itu, Tumpak meminta publik tidak menafsirkan tiga isu ini merupakan kesalahan Firli Bahuri cs. Jadi jangan dikatakan, (masalah) ini menyangkut masalah sekarang, bukan. Ini menyangkut organisasi KPK. Kita ingin meluruskan KPK ini ke depan. Jadi kita diskusikan itu bersama pimpinan, ungkapnya.
“Jadi kita coba rumuskan itu, pimpinan sepakat tentang itu. Apa yang terjadi? Kita melihat ini sudah dari dulu terjadinya begini. Kita luruskan,” tegas Tumpak.
Menurutnya, penanganan dalam satu perkara terhadap sejumlah tersangka masih dipisahkan. Dan dalam triwulan I, kita temukan kurang efektif penanganan perkara. Kenapa? karena banyak perkara yang displit-split. Apa enggak bisa digabung jadi satu, terang Tumpak.
Karena itu disarankan agar proses penanganan suatu perkara yang sejenis dapat digabung untuk beberapa tersangka. Menurutnya, langkah ini untuk efisiensi waktu. Sehingga tidak merugikan orang untuk disidang beberapa kali, apalagi saksi harus dipanggil berulang-ulang, dalam perkara A, B, C, D, padahal tersangkanya sama, urai Tumpak.
Kedua, Dewan Pengawas KPK mengaku masih menemukan sejumlah barang bukti dan sitaan belum dapat dieksekusi atau dilelang. Menurutnya, temuan ini sudah diungkap oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada 2018 lalu. Karena itu mengenai barang bukti, barang rampasan, dan sitaan, yang masih banyak belum bisa dieksekusi atau dilelang, ucap Tumpak.
Dan ketiga, Dewan Pengawas KPK menemukan adanya sejumlah rekening yang tidak layak dijadikan barang bukti penanganan perkara diblokir. Bahkan ada juga aduan masyarakat yang mengatakan, orangnya sudah mati tetapi masih diblokir juga, ujar Tumpak.
Menurut Tumpak, proses pemblokiran harus sesuai dengan Pasal 29 ayat (5) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang menyebutkan bahwa rekening yang telah diblokir harus dilakukan pemeriksaan.
“Kalau itu berkaitan dengan perkara maka dilakukan penyitaan, kalau tidak, buka blokir itu,” pungkas Tumpak.
Leave a Comment