satunusantaranews, Bali – Bali terlalu asyik di pembangunan pariwisata, sampai meninggalkan unsur utama perekonomian Bali yang terkenal akan budaya agraris (pertanian, red).
Padahal pertanian Bali telah membuktikan diri sebagai salah satu sektor unggulan di Pulau Dewata yang tetap bertahan tatkala Pariwisata Bali kehilangan wisatawannya akibat peristiwa Bom Bali, dan pandemi COVID-19 melanda Bali dan seluruh dunia, jelas Gubernur DR Ir Wayan Koster, MM.
Gubernur Koster yang telah melahirkan kebijakan yang berpihak kepada petani melalui Peraturan Gubernur Bali Nomor 99 Tahun 2018
Peraturan Gubernur tersebut tentang Pemasaran dan Pemanfaatan Produk Pertanian, Perikanan dan Industri Lokal Bali, menegaskan bahwa dengan melihat peristiwa itu, kita sudah seyogyanya memperhatikan pertanian dari hulu sampai hilir.
Dunia pertanian harus dibangun secara nyata dari hulu sampai hilir, karena Gubernur melihat belakangan ini dunia pertanian Bali sangat tertinggal.
Apalagi budaya agraris di Bali telah melahirkan organisasi kemasyarakatan Subak yang khusus mengatur sistem pengairan sawah (irigasi, red) dan terbukti mengharmoniskan hubungan manusia dengan Tuhan, manusia sesama manusia, dan manusia dengan alam lingkungannya hingga menjadi daya tarik pariwisata dunia.
Lebih dari itu, keberadaan para petani di situasi pandemi COVID-19 menjadi pejuang ketahanan pangan Bali, yang tidak pernah mengenal waktu namun kondisinya tertinggal.
“Sangat tertinggal dunia pertanian kita, belum lagi ada petani kita yang ngambek, karena tidak diberikan kepastian harga. Petani kita sudah capek-capek mencangkul, memberikan pupuk, merawat hasil pertaniannya, dan memanen, namun tidak laku hasil panennya,” cerita Wayan Koster
Didampingi Wakil Gubernur Bali, Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati, dihadapan Bupati Jembrana, I Putu Artha, Wakil Bupati, I Made Kembang Hartawan, Anggota DPR-RI Komisi IV, Made Urip, Sekda Bali.
Juga Dewa Made Indra, Ketua UPH Amerta Urip, I Made Sugandi, dan Kelian Subak Abian, Ketut Sutama, Ia melepas Ekspor Biji Kakao Fermentasi Bali khas Jembrana ini ke Jepang di Subak Abian Dwi Mekar, Desa Poh Santen, Jembrana.
Agar kejadian ini tidak terulang kembali dengan tegas mengajak Bupati Jembrana pada khususnya, dan Bupati/Walikota se-Bali agar memperhatikan nasib petani dengan memberikan kepastian harga dan menyediakan pasarnya.
“Sekaranglah momentum yang tepat menyeimbangkan sektor Pertanian Bali, Pariwisata dengan Industri Branding Bali. Caranya kita tangani lebih serius dan lebih terarah, hasil produksi gabah yang sebelumnya diambil oleh tengkulak, harus dikendalikan sekarang,” cetusnya.
Maka itu, kita harus berfikir progresif, dengan tidak menjual gabah ketempat lain atau keluar, karena setelah menjadi beras, mereka kembali menjualnya ke Bali. Padahal, kita di Bali memiliki potensi untuk memproduksi gabah itu menjadi beras.
Kalau ini serius kita lakukan, maka masyarakat Bali tidak akan kehilangan pekerjaan dan kehilangan ekonomi.
Koster pun kembali menegaskan kewajiban memberikan untung kepada petani, jangan merugikan petani. Untuk mewujudkannya, penanganan bantuan petani ini kita bantu di hilir pada tahun 2021.
Sebelum menunggu tahun 2021, Gubernur Bali, Wayan Koster telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Gubernur Nomor 15036 Tahun 2020 tentang Pasar Gotong Royong Krama Bali.
Ini upaya terobosan untuk mengatasi kendala pemasaran yang dihadapi petani, nelayan, perajin, dan pelaku usaha mikro kecil & menengah (UMKM) di tengah pandemi COVID-19.
Leave a Comment