BAP DPD RI Kunjungi BPK Perwakilan dan Pemprov Riau Bahas Kerugian Keuangan Negara
satunusantaranews, Riau - Badan Akuntabilitas Publik (BAP) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Riau (27/1) menindaklanjuti laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I (IHPS I) tahun 2021 lalu dan membahas pula kerugian keuangan negara.
Sesuai lampiran IHPS I-2021 terdapat pemeriksaan atas ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berdampak finansial pada 13 entitas (12 Kabupaten/Kota di Riau ditambah Pemprov Riau) sebesar 88.5 Miliar Rupiah.
Rombongan BAP DPD RI yang dipimpin oleh dr.Asyera A. Respati Wundalero (DPD NTT) dan Edwin Pratama Putra (DPD Riau) menyambangi Kantor Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Perwakilan Riau untuk melakukan Rapat Konsultasi.
Mereka juga melakukan Rapat Dengar Pendapat di Kantor Pemerintah Provinsi Riau dengan menghadirkan Bupati/Walikota yang daerahnya menjadi sampel karena dampak finansialnya relatif besar yaitu Pemkot Pekanbaru, Pemkab Siak, Pemkab Kampar, serta Pemkab Indragiri Hilir.
Anggota BAP yang ikut serta dalam kunjungan kerja yaitu H.Darma Setiawan (DPD Kepri), H.M Fadhil Rahmi (DPD Aceh), Dr.Alirman Sori (DPD Sumbar), Ikbal Hi Jabid (DPD Maluku Utara), Asep Hidayat (DPD Jabar), Habib Zakaria Bahasyim (DPD Kalsel), Hj.Eva Susanti (DPD Sumsel), Adila Azis (DPD Jatim), Prof. Dailami Firdaus (DPD Jakarta), serta Ria Mayang Sari (DPD Jambi).
dr.Asyera mengatakan bahwa rapat konsultasi bersama BPK Perwakilan bertujuan untuk memperoleh informasi sejauh mana rekomendasi BPK telah ditindaklanjuti oleh masing-masing entitas pemeriksaan.
“Selain itu, juga untuk mengetahui sejauh mana entitas terkait telah melaksanakan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan BPK RI sesuai dengan rekomendasi sehingga diperoleh informasi status tindak lanjut atas rekomendasi hasil pemeriksaan BPK pada masing-masing entitas,” jelasnya.
Dalam rapat konsultasi tersebut Kepala Perwakilan BPK Riau Widhi Widayat, menyampaikan bagaimana pemantauan tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan (TLRHP) dan pemantauan penyelesaian ganti kerugian negara/daerah pada Pemprov Riau.
"Selama ini porsi waktu pemantauan lebih sedikit ketimbang alokasi waktu pemeriksaan. Namun setiap saat kami selalu menerima dokumen tindak lanjut. BPK membuka pintu dan ruang untuk mendiskusikan penyelesaian rekomendasi," kata Widhi Hidayat.
Ia menambahkan BPK Riau justru selalu mendorong Pemda untuk menyampaikan bukti tindak lanjut atas temuan kerugian, serta aspek ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan yang merugikan negara.
Menanggapi penyampaian Kepala Perwakilan BPK Riau, Pimpinan BAP DPD RI, Edwin Pratama Putra mempertanyakan perihal masa tagihan yang kadaluwarsa serta berapa lama Pemda meyelesaikan kewajiban berdasarkan target dari BPK.
"Masih banyak hal yang belum tuntas di Pemerintah Kab maupin Kota. Contoh di Kampar mengenai temuan di RSUD," kata Edwin.
Usai rapat dengan BPK Perwakilan Riau, rombongan BAP DPD RI bertolak ke Kantor Gubernur Riau untuk bertemu dengan 5 entitas yang dimaksud tersebut.
Rapat yang dipimpin oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Riau, SF Hariyanto juga menghadirkan Kepala Perwakilan BPKP Provinsi Riau, Fauqi Achmad Kharir.
"Pertemuan ini bertujuan untuk mendengarkan secara langsung pemaparan tiap-tiap daerah yang hadir, sejauh mana progres maupun kendala yang masih dirasa hingga hari ini," kata Senator Edwin, saat membuka rapat.
Dari pihak Pemprov Riau, kata Sekda, temuan yang saat ini masih mengganjal yakni akibat masih adanya temuan-temuan masa lalu. Sehingga masuk dalam kategori temuan yang tidak bisa ditindak lanjuti.
"Misalkan objeknya sudah meninggal tentu kita tidak bisa mengejarnya. Meski begitu kami tetap akan mengejar temuan dengan tim TPAD Provinsi. Dan sebagai informasi berdasarkan target minimal sebesar 80 persen dari tindaklanjut yang harus diselesaikan, Kami sudah selesaikan diangka 85.6 persen," kata SF Hariyanto.
Pada sesi penyampaian kendala dan progres penyelesaian tindaklanjut, umumnya permasalahan yang ditemui pihak Pemkab/Pemko yang hadir ialah objek yang tidak bisa ditemukan akibat hilang atau meninggal.
"Kendala besar juga yang kami hadapi bahwa di sistem LPSE, dimana penyedia atau kontraktor berasal dari mana saja contoh Sulawesi dan Kalimantan. Nah setelah di audit, terjadi kekurangan volume atau kelebihan pembayaran. Dan kita sangat sulit untuk memanggil kontraktor rekanan," ungkap Inspektur Inspektorat Daerah Kota Pekanbaru, Syamsuwir.
Sementara itu Wakil Bupati Siak, Husni Merza menyebut jika permasalahan yang dialami hampir sama dengan Kota Pekanbaru. Hanya saja, kata dia, pihaknya sudah berkoordinasi dengan BPK RI dan memang dinyatakan temuan tersebut tidak bisa ditindaklanjuti.
"Meski masih ada yang belum terselesaikan, Pemkab Siak sudah 10 kali WTP, dan kami akan maksimalkan penyelesaian temuan ini," kata Husni Merza.
Senada dengan Pemkab Siak, Sekda Kabupaten Kampar, Yusri, menjelaskan bagaimana kendala yang dialami tidak jauh beda perihal susahnya menemukan rekanan kontraktor yang bermasalah.
"Kita akui Pemkab Kampar dari 2005 sampai hari ini ada 1.110 temuan. Namun untuk penyelesaiannya sendiri lebih banyak daripada yang belum. Maka kami juga sudah 5 kali WTP," ujar Yusri
Komentar