satunusantaranews – Jakarta. Munchen. Bayer AG, mengumumkan menyiapkan pembayaran lebih dari US$ 10 miliar atau sekitar Rp 142 triliun untuk menyelesaikan sekitar 95.000 tuntutan kasus hukum Roundup di Amerika Serikat (AS). Roundup, pembasmi gulma yang mengandung bahan aktif glifosat, dianggap kontroversial karena dituduh dapat menyebabkan kanker. Dan penyelesaian RoundUp menjadi tindakan yang tepat pada waktu yang tepat bagi Bayer untuk mengakhiri periode ketidakpastian yang panjang ini, jelas CEO Bayer, Werner Baumann.
Gelombang tuntutan hukum yang melanda Bayer menempatkan perusahaan raksasa itu di bawah tekanan yang kuat. Menjelang pengumuman penyelesaian pada Rabu (24/6), saham perusahaan turun 3,6%. Tetapi, dengan munculnya berita bahwa penyelesaian atas gugatan itu telah tercapai, harga
saham Bayer kembali menguat.
CEO Bayer, Werner Baumann mengisyaratkan kemungkinan bahwa biaya penyelesaian itu dapat membuat perusahaan kembali mendapatkan kredibilitasnya.
“Ini masuk akal secara finansial jika dilihat dari risiko keuangan yang signifikan terhadap litigasi multi-tahun yang berkelanjutan dan dampak terkaitnya terhadap reputasi dan
bisnis kami,” kata Baumann.
Bayer mengatakan akan mulai melakukan pembayaran biaya penyelesaian tahun ini. Dana itu akan didapatkan melalui campuran likuiditas yang ada, pendapatan masa depan, hasil penjualan bisnis kesehatan hewan dan penerbitan obligasi tambahan. Didirikan di Wuppertal di Jerman bagian barat pada tahun 1863, Bayer kini adalah salah satu perusahaan farmasi terbesar di dunia.
Seperti diketahui, pada 2018, Bayer mengakuisisi perusahaan Monsanto – pembuat produk RoundUp senilai US$ 63 miliar atau sekitar Rp 897 triliun. Bayer telah berulang kali memberikan pembelaan terhadap produk pembasmi gulmanya, dengan merujuk pada studi yang menunjukkan bahwa pemakaian glifosat adalah aman. Bahkan Bayer mengatakan akan terus menjual Roundup dan tidak berencana untuk menambahkan label peringatan kanker ke produknya.
Meskipun demikian, di sisi yang lain, pemerintah Jerman tahun lalu menyetujui larangan penggunaan glifosat, yang akan mulai tahun 2023 mendatang. Bayer pun terkena masalah tuntutan hukum terkait Roundup, sejak mengakuisisi anak perusahaannya yang berkedudukan di AS, Monsanto. Kasus ini berdampak negatif terhadap saham Bayer dan menyebabkan valuasi perusahaan menurun.
Bayer berharap penyelesaian atas gugatan perwakilan kelompok (class action) senilai US$ 10 miliar atau sekitar Rp 142 triliun, dapat mencakup sekitar 75% dari gugatan di proses pengadilan saat ini. Dan mediator penyelesaian tuntutan hukum ini, Ken Feinberg berharap tidak akan ada lagi gugatan pengadilan terhadap Bayer dalam beberapa bulan mendatang. (tjbm; foto ist)
Leave a Comment