Berantas Mafia Tanah
satunusantaranews, Jakarta - Belakangan ini istilah "mafia tanah" menjadi trending topic di media cetak dan elektronik sehubungan beberapa kasus pertanahan yang muncul secara beruntun. Pada saat hampir bersamaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan beberapa personel Badan Pertanahan Nasional sebagai tersangka dalam kasus suap dan penerimaan gratifikasi terkait pemberian hak atas tanah.
Kondisi tersebut membuktikan bahwa fenomena mafia tanah memang ada dan terjadi di tengah masyarakat, sehubungan dengan itu Ismail Marasabessy, SH (Wakil Ketua Bidang Hubungan dan Kerjasama Internasional DEP LKBH SOKSI) mengatakan, "Lahirnya praktek-praktek mafia tanah disebabkan adanya ketidakpastian hukum dimana hal ini menjadi persoalan klasik yang hingga sekarang belum terpecahkan".
Rendahnya "ease of doing business" atau tingkat kemudahan berusaha di Indonesia juga disebabkan karena kepastian hukum atas lahan, yang kemudian dimanfaatkan oleh para mafia tanah".
Momentum tersebut bersamaan dengan penerbitan sertifikat tanah secara elektronik. E-sertifikat tertuang dalam Peraturan Menteri ATR / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2021. Lebih lanjut Ismail Marasabessy, SH mengatakan "Jika penerbitan sertifikat elektronik dinilai sebagai upaya memberantas mafia tanah, sebenarnya tidak ada kaitan di antara keduanya.
Demikian juga dengan tarif balik nama dan biaya perolehan hak atas tanah dan bangunan, yang baru-baru ini kembali disosialisasikan BPN", Ismail Marasabessy, SH menambahkan "Pokok persoalan yang menyebabkan lahir dan berkembangnya mafia tanah adalah ketidakpastian hukum pada proses pelayanan pertanahan.
Sebaliknya, sertifikat elektronik, biaya perolehan hak yang kini dipublikasikan, hingga usulan pembuatan pengadilan khusus pertanahan dalam RUU Pertanahan tidaklah menyangkut aspek proses pada pemberian hak atas tanah, pengawasan tata guna lahan, sehingga tidak efektif menyelesaikan masalah mafia tanah".
Neil Sadek, SH (Ketua Bidang HUKUM & HAM Depinas SOKSI) menambahkan, "tanah akan selalu menjadi obyek sensitif dalam kehidupan manusia, rangkaian peristiwa yang terjadi dalam bidang pertanahan seperti merebaknya kasus-kasus pertanahan termasuk mafia tanah seharusnya menjadi suatu refleksi bagi para stakeholders negeri ini untuk segera merevisi UUPA dan peraturan pelaksanannya agar dapat menyesuaikan dengan perkembangan jaman sebab warna dan problematika pertanahan sudah begitu komplek dan rumit, namun tentu UUPA haruslah tetap mencerminkan pada nilai-nilai luhur Pancasila".
Selanjutnya dikatakan "SOKSI mendukung sepenuhnya ikhtiar LKBH SOKSI untuk tampil di depan dalam memperjuangkan Keadilan Bagi Rakyat yang diamanahkan oleh Ketua Umum Depinas SOKSI, Bapak Ir. Ali Wongso Sinaga.
Komentar