satunusantaranews, Jakarta – Berketuhanan telah menjadi watak dan DNA asli bangsa Indonesia. Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi dasar negara sudah tertuang dalam Sila Pertama Pancasila dan Pasal 29 Ayat (1) Konstitusi kita. Negara juga menjamin semua penduduk melaksanakan agamanya sesuai keyakinannya, seperti tertuang di Ayat (2).
Demikian disampaikan Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, saat Refleksi Awal Tahun Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Inteligensia Kristen Indonesia (DPP PIKI) (31/1). Bertemakan ‘Dinamika Kebangsaan Kita Tahun 2022’.
Hadir Ketua Umum DPP PIKI yang juga Senator DPD RI Badikenita Putri Sitepu, Pimpinan Lembaga Cendekiawan Keagamaan Indonesia, serta Sekjen DPP PIKI Audy WMR Wuisang. Sedangkan Ketua DPD RI didampingi Senator Tamsil Linrung (Sulawesi Selatan) dan Novita Anakotta (Maluku Utara).
Indonesia sudah memegang nilai berketuhanan jauh sebelum itu, bahkan sebelum era penjajahan Belanda. Bangsa ini telah berketuhanan sejak dahulu kala. Jauh sebelum era penjajahan Belanda. Bahkan jauh sebelum agama-agama Samawi datang ke Nusantara. Bangsa ini telah mengenal tradisi upacara dan ritual untuk persembahan kepada yang maha kuasa. Kepada yang mereka yakini sebagai penguasa alam semesta, ujarnya.
Dijelaskan LaNyalla, bahwa hal itu dilakukan semua lapisan masyarakat, seperti petani pada saat mulai tanam, atau panen, juga dilakukan oleh kelompok masyarakat yang lain dalam aktivitas-aktivitas tertentu. Artinya, nilai-nilai dan perilaku berketuhanan adalah DNA asli bangsa ini. Begitu pula perilaku kemanusian yang memanusiakan manusia. Juga alam kesadaran kognitif mereka untuk bersatu. Lalu semangat untuk musyawarah dan sifat untuk saling berbagi sebagai wujud keadilan sosial.
Mantan Presiden Soekarno mengatakan bukan dia yang menciptakan Pancasila. Karena nilai-nilai dari Lima Sila tersebut sudah ada dan hidup dalam nafas bangsa ini jauh sebelum negara ini lahir. Pancasila bukan baru lahir pada tahun 1945. Bung Karno sendiri menyebut Pancasila sudah ada jauh sebelum itu. Para pendiri bangsa hanya menemukan dan menetapkan Pancasila sebagai way of life bangsa ini pada 18 Agustus 1945. Sebagai falsafah negara bangsa ini.
LaNyalla menyampaikan jika Pancasila adalah wadah yang sempurna untuk menampung Kebhinekaan yang ada di Indonesia. Para pendiri bangsa dengan pikiran luhur dan suasana kebatinan yang sama, mereka menyusun Sistem Tata Negara dan Sistem Ekonomi kita, yang kita kenal dengan Demokrasi Pancasila dan Ekonomi Pancasila. Itulah sistem yang sesuai dengan watak dasar, atau DNA Nusantara yang kita proklamasikan dengan nama Indonesia pada 17 Agustus 1945, tukasnya.
LaNyalla mengaku sedih karena pikiran-pikiran luhur para pendiri bangsa tersebut telah hilang, telah kita porak-porandakan melalui Amandemen 20 tahun yang lalu. Kita sudah secara sengaja mencabut dari D.N.A. asli kita, untuk menjadi bangsa lain. Kita juga sengaja melupakan begitu saja cita-cita luhur para pendiri bangsa ini, demi untuk menjadi bangsa lain, demi
kebanggaan yang semu, yang menyatakan bahwa demokrasi barat adalah yang terbaik.
Padahal, negara-negara yang besar, selalu ditandai dengan kemampuan dan kemauan negara tersebut untuk menempatkan dan menghargai sejarah peradaban dan sejarah kelahirannya seperti yang dilakukan China, Jepang dan Korea serta negara-negara yang memiliki sejarah panjang peradaban.
Oleh karena itu, DPD RI terus menggugah kesadaran publik. Bahwa
sistem tata negara yang ada di Indonesia saat ini, sudah jauh meninggalkan D.N.A. sejarah lahirnya bangsa ini, sudah jauh meninggalkan dan melupakan cita-cita luhur para pendiri bangsa. Untuk itu, DPD RI terus menggelorakan, bahwa kita harus melakukan koreksi total atas Sistem Tata Negara Indonesia, sekaligus melakukan koreksi atas Arah Perjalanan bangsa ini ke depan.
“Kita harus berani bangkit. Harus berani melakukan koreksi untuk Indonesia yang lebih baik. Untuk Indonesia yang berdaulat, berdikari dan mandiri. Untuk mewujudkan tujuan hakiki dari lahirnya negara ini, yaitu
Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia,” tutupnya.
Leave a Comment