Jakarta, Satunusantaranews.co.id – Pengakuan Bank Indonesia yang telah menyerahkan jaminan lahan 452 hektar kepada BPPN dalam peralihan hak (Cessie) Bank Centris Internasional (BCI), di dalam resume jawaban pada sidang mediasi yang digelar PN Jakarta Pusat, Kamis (20/6) kemarin, dinilai janggal oleh Andri Tedjadharma, selaku penggugat perkara ini.
“Rasanya tidak mungkin BI menyerahkan kepada BPPN (Depkeu – red), karena itu sudah di-hipotek atas nama BI,” ujarnya menanggapi pengakuan BI dalam sidang mediasi perkara 171/Pdt.G/2024/PN.Jkt. Pst., dengan tergugat I Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia sebagai tergugat II.
Andri Tedjadharma yang juga pemegang saham BCI (BBO/Bank Beku Operasi), mengatakan, BCI telah menjadi korban karena harta dan jaminan yang sudah diserahkan dan di-hipotek atas nama BI dengan nomor 972, kenyataannya tidak ada atau hilang.
“Lahan 452 hektar sebagai jaminan BCI itu, dinyatakan Kementerian Keuangan (DJKN dan KPKNL) tidak ada. BI sendiri juga tidak pernah menjawab tiga surat saya yang mempertanyakan jaminan lahan 452 hektar tersebut. Tapi, sekarang, dalam sidang mengaku sudah menyerahkan, aneh sekali,” tuturnya.
Lantaran itu, Andri menegaskan untuk negara hadir mencari tahu siapa yang bertanggung jawab. “Jangan BCI dituduh ga kooperatif,” ujarnya seraya menambahkan bahwa BCI sejak awal krisis moneter 1997, sudah berbuat jauh ke depan sebagai pelopor yang menjaminkan harta yang bukan milik bank kepada negara, yakni Bank Indonesia.
Akan tetapi, sejak itu BCI yang justru diperlakukan sangat buruk dan tidak manusiawi. Di mana, BI tidak membayarkan sejumlah uang kepada BCI seperti yang diperjanjikan dalam perjanjian Akta 46. Bahkan, BI telah memalsukan rekening mengatasnamakan BCI, sehingga BCI dituduh menerima dana BLBI.
“Padahal, BI sudah menerima jaminan dari BCI 452 hektar, menerima promes Rp492 milyar tapi tidak membayar, dan mencurinya sebesar Rp490 milyar. Ditambah lagi, BI menerima Rp692 milyar dari negara (BPPN/Depkeu – red). Terus, sekarang lari seperti tidak berdosa,” paparnya.
Menurut Andri, jaminan lahan 452 hektar yang sudah di-hipotek atas nama BI dengan hak tanggungan no 972, tidak bisa pindah tangan kecuali di roya lebih dulu.
“Jaminan yang diberikan oleh Centris, sudah dipasang hak tanggungan atas nama BI. Jadi, bagaimana bisa diserahkan kepada BPPN tanpa roya dulu. Dan, kalau pun sudah diserahkan ke BPPN, pasti sudah lama jaminan itu dilelang. Lha, ini sudah 25 tahun, BPPN (sekarang KPKNL – red), malah nagih, menyita, dan melelang harta pribadi saya, bukan harta BCI,” jelasnya.
Lebih mengherankan lagi, sambung Andri, adanya pengakuan pengacara BI bahwa jaminan itu telah dipasang hak tanggungan sampai pada peringkat kelima. “Ini aneh tapi nyata. Tidak mungkin bisa memasang hak tanggungan kecuali pengurus PT yang memiliki sertifikat itu, tanda tangan,” ujarnya.
Jadi, kalau ada orang memasang hak tanggungan di luar sepengetahuan pengurus PT tersebut, pasti ada kejanggalan yang diduga memalsukan tanda tangan pengurus, dan ini menjadi pidana. “Itu untuk menanggung hutang siapa dan di bank mana? Hak tanggungan sampai peringkat kelima, patut dipertanyakan dan dipertanggungjawabkan. Pertanyaan besarnya, di mana sertifikat itu sekarang? BI dan Kemenkeu jangan lempar-lemparan tanggung jawab. Centris dan saya jadi korban,” pungkasnya.
Apa yang disampaikan Andri Tedjadharma selaku penggugat Kemenkeu dan BI, patut disimak. Karena, siapa yang berbuat, dia yang harus bertanggung jawab. Hukum alam pada akhirnya juga akan memastikan, siapa yang salah tetap salah dan yang benar tetap benar.
Leave a Comment