satunusantaranwes-Jakarta. KLHK menyelenggarakan Peringatan World Day to Combat Desertification and Drought (WDCD) atau Hari Penanggulangan Degradasi Lahan dan Kekeringan Dunia Tahun 2020 dengan serangkaian acara yaitu web seminar (webinar), dilanjutkan dengan talkshow yang menghadirkan praktisi pada tingkat lapangan untuk berbagi pengalaman dan best practices yang telah dilakukan.
Tanggal 17 Juni telah dideklarasikan oleh PBB sebagai World Day to Combat Desertification and Drought (WDCD) atau Hari Penanggulangan Degradasi Lahan dan Kekeringan Dunia. Tema peringatan WDCD Tahun 2020 yaitu Food, Feed, Fibre (Pangan, Pakan dan Serat/Pakaian). Tema WDCD Tahun 2020 dimaksudkan sebagai upaya edukasi kepada masyarakat dunia untuk mengubah cara produksi, dan konsumsi yang eksploitatif, menuju pola yang lebih ramah lingkungan, dan berkelanjutan.
Peringatan tahun ini difokuskan pada upaya-upaya untuk mengubah sikap dan perilaku publik yang diharapkan dapat menjadi pendorong utama dalam mencegah degradasi lahan.
“Ketika populasi meningkat, dan daerah perkotaan semakin berkembang, maka permintaan dan tekanan terhadap lahan semakin besar, untuk memenuhi kebutuhan makanan, pakan ternak, dan bahan serat yang digunakan sebagai bahan sandang atau pakaian,” ujar Wakil Menteri LHK Alue Dohong, saat membacakan Sambutan Menteri LHK, sekaligus membuka rangkaian acara Peringatan WDCD Tahun 2020, di Jakarta (26/6).
Pemerintah memberikan perhatian serius terhadap masalah degradasi hutan dan lahan dengan menurunkan laju deforestasi dan meningkatkan program pemulihan hutan dan lahan. Percepatan rehabilitasi dan reklamasi lahan dan hutan menjadi salah satu prioritas pembangunan.
Salah satu strategi percepatan pemulihan lahan dan hutan yang dilakukan yaitu pembangunan persemaian dalam rangka penyediaan bibit bagi masyarakat yang harus diperbanyak untuk mempermudah dan mendorong partisipasi masyarakat dalam kegiatan penanaman lahan kritis. Program yang telah berjalan antara lain membangun persemaian permanen, dan persemaian modern serta pemberian insentif bagi masyarakat melalui kegiatan Kebun Bibit Rakyat (KBR) dan Kebun Bibit Desa (KBD).
“Keterpaduan sistem pengelolaan lahan dan hutan yang berorientasi pada kelestarian, melalui pola-pola agroforestry, merupakan keniscayaan untuk mengatasi kebutuhan pangan, pakan, dan serat tanpa harus mengorbankan kepentingan perlindungan lingkungan,” tutur Wamen Alue Dohong.
Lebih lanjut, Wamen Alue Dohong menegaskan disinilah pentingnya peran akademisi, pemerhati lingkungan yang tergabung dalam Masyarakat Konservasi Tanah Indonesia (MKTI), Forum Daerah Aliran Sungai (DAS), dan LSM yang tersebar di seluruh Indonesia. Kearifan lokal masyarakat juga perlu digali dan dikembangkan sebagai aset teknologi untuk usaha wanatani dan konservasi.
“Mari kita bersama-sama membagikan teladan membangun pola hidup yang ramah lingkungan dan berkelanjutan dalam mengkonsumsi pangan, penyediaan pakan, dan pemenuhan serat untuk sandang, sehingga menjamin keberlangsungan hidup kita dan generasi yang akan datang,” ajak Wamen Alue Dohong menutup sambutannya.
Sementara itu, Plt. Direktur Jenderal Pengelolaan DAS dan Hutan Lindung (PDASHL) dalam laporannya menyampaikan pihaknya telah melakukan langkah-langkah koreksi, khususnya di Ditjen PDASHL melalui Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL).
“Selain melakukan RHL secara intensif, kami melaksanakan agroforestry dan upaya lain. Tentu saja masih kurang, oleh karena itu kami mohon kepada seluruh pihak untuk memberikan sumbang saran pikiran dan lain lain untuk perbaikan lingkungan kita,” kata Hudoyo.
Selain Dirjen PDASHL, pada webinar kali ini juga menghadirkan narasumber Dr. Chay Asdak dari Forum DAS Nasional, Prof. Dr. R. Sri Tedjo Wulan dari MKTI, dan Dr. Ir. Supriyanto dari Seameo Biotrop. (ray/foto ist)
Leave a Comment