Satunusantaranews-Jakarta, Pada Tahun 1957, Badan Nasionalisasi (BANAS) dibentuk oleh Pemerintahan Presiden Soekarno untuk nasionalisasi perusahaan-perusahaan milik Belanda,menjadi Perusahaan-Perusahaan Negara dengan Ketua Harian BANAS, Mayjen TNI D. Suprayogi dan Mayor TNI Suhardiman sebagai Sekretarisnya. Pada 20 Mei 1960, Sekretaris BANAS, Suhardiman dengan Ide Dasar “Manusia Karya” sebagai perwujudan dari “Manusia Indonesia Baru” dan Doktrin Karya Kekaryaan sebagai implementasi dari ideologi Pancasila membentuk PKPN (PERSATUAN KARYAWAN PERUSAHAAN NEGARA). Suhardiman yakin bahwa dengan konsep ini akan mampu menjaga tegak utuhnya NKRI berdasarkan Pancasila selaras alinea ke-4 Pembukaan UUD 1945 sekaligus mengimbangi dan menandingi PKI, serta seluruh jajarannya. Seiring dengan nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda dan pembentukan PKPN itu, Suhardiman mendorong semakin banyaknya kepemimpinan Perusahaan Negara dijabat oleh para perwira militer.
Pada 2 Desember 1962, PKI mulai menggulirkan Issu Angkatan Kelima yang akan mempersenjatai Buruh dan Petani dengan dalih untuk membantu ABRI menghadapi Ancaman Nekolim dan Konfrontasi Malaysia. Ide dan tuntutan PKI ini langsung ditentang keras oleh SOKSI dan TNI AD. SOKSI menyadari bahwa ide Angkatan Kelima itu amat berbahaya bagi negara bangsa yang merupakan taktik untuk memenangkan strategi PKI kelak akan menguasai Indonesia, lalu akan menggantikan ideologi Pancasila dengan Komunisme, karena kesadaran itulah SOKSI harus menolaknya dengan tegas dan terbuka.
Menyusul pada bulan Desember 1962 itu, Menpangad (Menteri Panglima Angkatan Darat) Letjen TNI Ahmad Yani merestui dan mendukung perubahan nama PKPN menjadi SOKSI (Sentral Organisasi Karyawan Sosialis Indonesia) yang dipimpin Mayor (Inf) Suhardiman, “sahabat pribadi Yani” menurut Julius Pour Penulis Buku “G30S Fakta atau Rekayasa” atau “anak mas” dari Jenderal Achmad Yani menurut kesaksian Letjen TNI Alamsyah Ratu Prawiranegara ,mantan Asisten IV Menpangad. Restu dan dukungan pada SOKSI ini merupakan salah satu bentuk langkah terbuka pertama kali dari Jenderal Achmad Yani dalam membendung pengaruh PKI yang memiliki SOBSI (Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia). PKI yang selalu mengklaim ,mereka adalah penguasa tunggal massa buruh dan tani, menjadi gelisah dan ketar-ketir mengetahui langkah Jenderal Yani yang berani menjamah massa buruh ini, karena strategi politik PKI akan mendapat perlawanan keras dan berat.
Sejak akhir 1962 itu, konsekuensinya SOKSI langsung saling berhadapan (vis a vis) dengan SOBSI/PKI dan SOKSI bertumbuh kembang dan tersebar cepat di seluruh Indonesia seiring dukungan moril oleh jajaran TNI-AD dibawah komando Menpangad Letjen TNI Ahmad Yani. SOKSI membentuk berbagai organisasi sayap diberbagai golongan fungsional-profesional masyarakat pada berbagai tingkatan untuk menghadapi underbow PKI. Sesuai dengan filosofi militer bahwa tank harus dilawan dengan tank maka sebagian organisasi sayap itu mengambil nama “kontra” underbow -nya PKI seperti LEKRI -LEKRA, GERWASI-GERWANI, RTI-BTI,PELMASI -CGMI, P3I dan BALADHIKA KARYA -PR, KONKARBU dan PERKAPPEN-SOBSI, dan lain sebagainya. Adapun warna atributnya adalah dominan merah sebagaimana warna SOKSI sejak awal kelahirannya.
Pada 23 – 29 November 1964, Musyawarah Kerja Nasional II SOKSI dan Pekan Indoktrinasi SOKSI di Lembang Bandung, Menpangad Jenderal TNI A. Yani memberikan arahan dan motivasi perjuangan di dalam pidatonya : “SOKSI maju terus memperjuangkan cita-citamu. Jangan mundur, Angkatan Bersenjata tahu apa yang saudara-saudara perjuangkan”. Pada 14 Mei 1965 di areal Perusahaan Perkebunan Negara, Bandar Betsy -Sumatera Utara, terjadi konflik fisik antara BTI /PKI dengan SOKSI ,dan menelan korban Peltu TNI Soedjono tewas dibantai secara beringas oleh massa PKI ketika itu.Peristiwa ini sangat menyakitkan dan telah semakin mendorong militansi serta peningkatan konsolidasi perjuangan SOKSI.
Kemudian pada 5 Juli 1965, piagam “SOKSI Manunggal TRI UBAYA CAKTI” ditandatangani. (Tri Ubaya Cakti adalah Doktrin Perjuangan TNI AD yang dihasilkan Seminar TNI AD pada 2-9 April 1965, sebagai doktrin untuk memantapkan TNI AD menghadapi berbagai rongrongan termasuk rongrongan PKI). Piagam “SOKSI Manunggal TRI UBAYA CAKTI” itu dimaksudkan untuk menguatkan SOKSI dan menegaskannya sebagai Mitra Juang TNI AD dimana perjuangan SOKSI mutlak berintegrasi dengan pelaksanaan Doktrin Perjuangan TNI-AD Tri Ubaya Cakti, yang pada pokoknya bahwa TNI AD memberikan bimbingan dan bantuan sepenuhnya kepada SOKSI tanpa menimbulkan kesan seolah-olah SOKSI onderbow TNI AD.
Selanjutnya SOKSI terus bergerak berhadapan dengan PKI dan antek-anteknya diberbagai medan perjuangan. Bersamaan dengan itu, issu Angkatan Kelima terus digulirkan dan dituntut oleh PKI. Dalam rangka menguatkan respons terhadap tuntutan itu, Jenderal Achmad Yani kemudian menugaskan SUAD (Staf Umum Angkatan Darat) yang terdiri dari Mayjen TNI S.Parman, Brigjen TNI Soetojo, Mayjen TNI Soeprapto,Mayjen Harjono dan Brigjen TNI DI.Panjaitan, untuk mengkaji persoalan Angkatan Kelima itu. Berangkat dari kajian brain trust SUAD itu, Jenderal Achmad Yani akhirnya menyatakan : “…pembentukan Angkatan Kelima tidak perlu, oleh karena kita telah mempunyai Pertahanan Sipil (Hansip) yang telah dan selalu bisa menampung semua kegiatan bela negara.”
Penolakan Jenderal Yani dan lima Jenderal di SUAD itu mengenai tuntutan pembentukan Angkatan Kelima,ternyata harus dibayar sangat mahal. Kelima Jenderal tersebut berikut Achmad Yani,langsung diissukan sebagai Dewan Jenderal ,anti Nasakom dan tidak mendukung kebijakan Presiden. Maka jatuhlah vonis hukuman mati ,dilaksanakan beberapa bulan kemudian. Achmad Yani dan kelima Jenderal penentang Angkatan Kelima ,dilengkapi Jenderal Nasution, menjadi sasaran penculikan pada dini hari 1 Oktober 1965 oleh G 30S/PKI.
G30S/PKI gagal karena ABRI bersama rakyat Pancasilais berhasil menumpasnya dan PKI menjadi Partai Terlarang di Indonesia serta sejak peristiwa itu pula, maka setiap 1 Oktober, bangsa Indonesia memperingatinya sebagai Hari Kesaktian Pancasila. Siapapun tak dapat memungkiri Sejarah kelahiran dan perjuangan SOKSI diwarnai peran besar strategis TNI-AD dibawah komando Menpangad Jenderal TNI Achmad Yani dan Mayjen TNI ,Prof.Dr.H.Suhardiman,SE selaku Pendiri SOKSI juga menyatakan itu . Karena itulah ketika Pendiri SOKSI ditanya pada tahun 2014, jika Pak Suhardiman adalah Pendiri SOKSI ,apakah beliau selaku Pendiri SOKSI setuju jika Jenderal TNI Achmad Yani didaulat sebagai Pendiri Utama SOKSI ? Pak Suhardiman menjawab spontan “Setuju” !!!
Sumber Data :
Leave a Comment