Deolipa Yumara ‘Kejar’ Oknum Pengganda Sertifikat Vihara
Satunusantaranews-Jakarta, Setitik harapan penyelesaian kisruh hibah tanah Amih Wijaya pada yayasan, kini berada pada tanggungjawab Kombes Pasma Royce selaku Kapolres Jakarta Barat. Tindak kekerasan dan pengusiran jamaah dari Vihara Tien En Tang, dari sekelompok preman kian memicu perhatian masyarakat luas. Hal ini disebabkan oleh upaya ahli waris, dalam 'memperebutkan' kembali harta orangtuanya.
Seperti telah diberitakan sebelumnya, Lily selaku anak kandung dari Amih Wijaya, menyoalkan tanah dan bangunan tiga lantai yang kini menjadi Vihara Tien En Tang. Tindakan yang dilakukan sulung dari tiga bersaudara itu, karena tidak ingin pihak yayasan menguasai harta warisan orangtuanya. Bermodalkan sertifikat tanah dan bangunan yang dimiliki, Lily melaporkan para pengurus Vihara, ke Polres Jakarta Barat. Diharapkannya pengurus yayasan segera hengkang dari Vihara.
Pengurus yayasan tidak bergeming dengan cara ahli waris. Apalagi pihak yayasan memiliki sertifikat tanah dan bangunan diatas obyek sama, untuk mempertahankan keberadaan Vihara Tien En Tang. Akhirnya Lily melakukan langkah terakhir, dengan melibatkan sejumlah preman melakukan pengusiran pada pengurus yayasan dari Vihara Tien En Tang.
Namun cara pengusiran dengan cara kekerasan, membuat seorang pengurus wanita bernama Michele, mengalami luka memar lebam di tangan dan kakinya. Setelah itu, pagar Vihara digembok oleh para preman. Dan membuang beberapa atribut yang melekat pada Vihara.
TANAH TIDAK MURNI DIBELI UANG AMIH
Tidak terima dengan kebohongan Lily, pengurus yayasan menanggapi keberadaan sertifikat tanah dan bangunan yang dimiliki ahli waris. Seperti dikatakan Shirley, salah satu pengurus Vihara Tien En Tang, Amih Wijaya semasa hidupnya hanya membeli tanah seluas 300 meter, yang berada di Blok N komplek Green Garden Jakarta Barat. Namun berdirinya bangunan tiga lantai di atas tanah tersebut, tidak ada hubungan sama sekali dengan uang Amih Wijaya.
Ucapan Shirley diperkuat dengan Eva Cyoo Kandou (84). Teman dekat Amih Wijaya itu, menuturkan jika uang pembelian tanah tidak murni uang Amih Wijaya. Bahkan ada uang umat jamaah Budha lainnya. "Saya banyak tahu, dan menjadi saksi semasa hidupnya Amih. Saya teman dekatnya, dan berani bicara diatas sumpah," ujar Eva Cyoo Kandou.
Diakui Eva, dirinya tidak habis pikir dengan cara yang dilakukan Lily. Padahal Eva melihat Lily yang dulu dikenalnya adalah anak alim dan baik hatinya. "Amih Wijaya bercerita terpaksa tinggal di Vihara, karena diusir dari rumahnya di BSD oleh Lily," kenang Eva.
UCAPAN RANCU KAPOLRES JAKBAR
Lelah dalam ketidakpastian beribadah dalam Vihara, membuat pengurus yayasan Vihara Tien En Tang, melakukan perlawanan ke ahli waris. Setelah pengacara Deolipa Yumara menjadi tim kuasa hukum Vihara Tien En Tang, membuat pengurus akhirnya berani membuka gembok pagar Vihara.
Ditegaskan Deolipa, tindakan preman menggembok pagar dan menguasai aset di dalam Vihara, merusak tatanan hukum. Apalagi belum ada penyelesaian di pengadilan. Deolipa Yumara kemudian protes keras pada Polres Jakarta Barat. Karena dianggap tidak netral dalam penyelesaian masalah hibah dan tindakan hukum dari ahli waris.
"Kita akan usut pihak yang terlibat dengan terbitnya Sertifikat baru di tangan Lily, yang sebelumnya ada sertifikat lain di lokasi sama dimiliki pihak yayasan. Banyak kejanggalan yang nantinya oknum itu akan terjerat penjara," tegas Deolipa Yumara.
Sementara Waluyo SH selaku tim kuasa hukum Vihara, urut dada pada ucapan Kapolres Jakarta Barat di media Detik.com membuat rancu pada kenyataan sesungguhnya. Bahkan memiliki multi tafsir yang dapat diartikan merugikan pihak yayasan. "Kita protes keras, karena Kapolres dalam sebuah pemberitaan di detik.com, mengatakan kalau Ahli Waris dianggap memiliki hak atas Vihara," papar Waluyo.
Dalam penjelasan Kapolres Jakarta Barat dikatakan, semasa hidupnya Amih Wijaya menjadikan Vihara sebagai tempat tinggalnya. Barulah setelah Amih Wijaya meninggal dunia di tahun 2013, pihak yayasan menjadikan rumah Vihara itu sebagai tempat ibadah.
"Jadi ucapan beliau (Kapolres Jakarta Barat) rancu. Sebelum ibu Amih meninggal, Vihara ini sudah dijadikan tempat ibadah. Bukan tempat tinggal. Termasuk saat almarhum menyerahkan tanah yang dibeli, juga dihibahkan untuk dibuatkan Vihara agar menjadi tempat ibadah," papar Deolipa Yumara.
Deolipa menguatkan ucapannya itu. Dengan memperlihatkan bukti otentik penyerahan hibah tanah dari Amih untuk dikelola yayasan. Begitupun Deolipa Yumara mengapresiasi tinggi kehadiran Kombes Pasma di lokasi Vihara, dapat membuat pertikaian antara pengurus yayasan dan ahli waris melunak. Terlebih pada janji Kapolres Jakarta Barat, "Polisi bersikap profesional dan tegas menegakkan hukum."
Komentar