Di Forum COP26, Sultan Tegaskan Peran Penting Masyarakat Adat Dalam Perlindungan Kawasan Hutan
satunusantaranews, Glasgow - Konferensi Tingkat Tinggi perubahan iklim COP26 baru-baru saja berlangsung. Sebagai pemilik luasan kawasan hutan terbesar ketiga dunia, Indonesia menjadi sorotan internasional sebagai negara penyerap karbon dan menjadi negara paling terdampak krisis perubahan iklim. Perhelatan ini menindaklanjuti Perjanjian Paris 2015 yang belum optimal.
Wakil ketua Dewan Perwakilan Daerah RI Sultan B. Najamudin menjadi salah satu pembicara dalam sesi yang membahas peran pelaku bisnis dan pengelolaan hutan dengan tema Support to smallholder to Sustainable Forest and Agriculture Commodity Trade yang diselenggarakan di Pavillion Indonesia Glasgow COP26 oleh UNFCCC, Climate Change Convention (8/11).
Dalam Pidato berbahasa Inggris, Pimpinan DPD RI ini menjelaskan strategi mitigasi dan adaptasi sektor industri komoditas pertanian-kehutanan dalam menghadapi perubahan iklim di hadapan ratusan audiens asing.
"Tantangan perubahan iklim juga menuntut para pemimpin dunia dunia untuk meningkatkan upaya mitigasi melalui strategi pengelolaan kawasan hutan secara produktif dan mendorong umat manusia untuk berusaha beradaptasi dalam pola konsumsi dengan pendekatan diversifikasi pangan", ungkap Sultan.
Lebih lanjut, mantan wakil Gubernur Bengkulu ini, menegaskan bahwa, Keberadaan suku Badui di Banten, suku Dayak di Kalimantan, suku asmat di Papua dan suku Anak Dalam di Sumatera dan suku-suku lainnya di hutan Indonesia adalah bukti bahwa, perlindungan terhadap kerusakan ekologi secara radisional mampu memberikan harapan bagi pemenuhan kehidupan, perkembangan dan pemerataan ekonomi, serta indeks kebahagiaan masyarakat yang baik di suatu kawasan.
"Dengan kata lain, Kami berpandangan bahwa, eksistensi Indigenous People dan Local Community di banyak Kawasan hutan hujan tropis merupakan bagian penting yang tak terpisahkan dari semua pendekatan kebiijakan dan upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, bukan saja dengan perhitungan skema perdagangan karbon dan pendekatan pembiayaan mitigasi perubahan iklim yang melibatkan korporasi, karena kami percaya bahwa Indigenous People dan Local Community merupakan entitas kemanusiaan dan menjadi bagian dari solusi dari krisis iklim yang perlu dihormati Hak-hak kemanusiaan-nya", tegasnya.
Sehingga, Senator muda asal Bengkulu itu pun tak sungkan memuji pendekatan kebijakan perhutanan sosial Pemerintahan Presiden Joko Widodo, sebagai upaya perlindungan terhadap kepentingan komunitas petani kecil dan kawasan hutan.
Selain itu, Sultan juga mengkritisi gagalnya para pemimpin eksekutif Negara-negara di dunia saat ini dalam mengendalikan laju peningkatan emisi karbon sesuai batas maksimal yang ditetapkan pada Paris Agreement.
Penting untuk kami tegaskan bahwa, perubahan Iklim merupakan bencana lintas territorial, yang hanya bisa diselesaikan secara Bersama-sama. Sehingga, Sangat tidak mungkin dunia akan mengharapkan kemajuan yang berarti dalam setiap COP di masa mendatang, jika masih terdapat satu atau dua negara yang merasa dirugikan kepentingan nasionalnya oleh kesepakatan iklim yang dibangun saat ini", kata Sultan.
Kita perlu mengubah 'ambisi nasional' menjadi 'tindakan kolektif global' dalam memanfaatkan momen ini untuk mengatur ulang titik keseimbangan, dan mempercepat transisi ke masa depan yang lebih berkelanjutan, adil, positif terhadap hutan serta komoditas perdagangan kehutanan.
Sultan pun mengajak semua lembaga parlemen dunia untuk turut berkontribusi secara aktif dengan merumuskan kebijakan perundangan-undangan terkait perubahan iklim.
"Dalam suasana penuh kehangatan dan persahabatan COP26 ini DPD RI ingin mengajak semua Lembaga parlemen negara-negara sahabat peserta COP26 untuk menghadirkan gagasan dan solusi alternatif terhadap krisis semesta ini melalui forum tingkat tinggi inter-parliamentary meeting", ajak Sultan.
Baca Juga: Jelang Konferensi COP26, DPD RI Gelar FGD Bahas Perubahan Iklim
Keterlibatan Lembaga legislative yang berkolaborasi Bersama NGO dan organisasi pemerhati lingkungan dalam agenda ini, terangnya, akan memberikan determinasi dan akselerasi bagi capaian-capaian pada target iklim yang seimbang dalam jangka Panjang.
"DPD RI akan memulainya dengan berupaya memformulasikan Rancangan Undang-undang Omnibus Law Perubahan Iklim. RUU yang akan kami susun secara inklusif, komprehensif, intergratif dan holistic, dan diharapkan mampu menjadi tawaran kebijakan yang bisa diadopsi oleh semua negara", tambahnya.
Sebagai penutup, mantan ketua HIPMI bengkulu ini mengajak para pelaku bisnis dunia untuk memperhatikan aktivitas pertanian dan kehutanan para petani kecil di banyak negara berkembang.
"Tentu menjadi harapan besar kita semua, bahwa setelah melewati forum yang bermartabat ini, Perhatian para pemimpin dunia dan pelaku industry global akan dialihkan sejenak kepada keberadaan hutan hujan tropis dan nasib petani kecil di banyak negara berkembang, atau dalam jangka panjang dunia akan kehilangan ratusan jenis rempah dan commodity trade lainnya di pasar global", harapnya.
Dengan sedikit ungkapan satire, Sultan mengatakan, Apa artinya kemewahan makan malam tuan-tuan tanpa pala dan lada yang ditumbuhkan oleh petani kecil di tanah Nusantara kami.
Komentar