Dukung Penguatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)

satunusantaranews, Jakarta - Komite II DPD RI menggelar rapat dengar pendapat dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) membahas revisi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana di Gedung DPD RI, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta (16/3).

Wakil Ketua Komite II DPD RI Abdullah Puteh mengatakan revisi memang dibutuhkan untuk memperkuat payung hukum BNPB, baik itu untuk anggaran atau memperjelas koordinasi antara pusat dan daerah. Selain itu, edukasi kepada masyarakat dipandang perlu untuk diatur dalam ketentuan perundang-undangan.

“Pembahasan rapat ini akan menjadi bahan masukan bagi DPD RI untuk selanjutnya dimasukan dalam DIM usulan ke DPR RI. Diharapkan penjelasan dari BNPB dapat memperkaya pemahaman kami tentang perlunya revisi Undang-Undang,” jelas Puteh.

Sementara itu Wakil Ketua Komite II DPD RI Hasan Basri mengatakan, revisi undang-undang juga perlu mengatur ketentuan penanganan bencana non alam, seperti pandemi Covid-19 yang tengah melanda bangsa ini. Senator asal Kalimantan Utara ini juga menilai revisi perlu mengakomodir pembentukan unit pelaksana teknis di daerah dan mengkaji kembali aturan penetapan status kebencanaan.

“Dalam draft, di pasal 14 diamanatkan untuk dapat membentuk unit pelaksana teknis di daerah. Selain itu, pasal 7 ayat 2 tentang penetapan status bencana paling lambat 3x 24 jam, ini penting apa kira-kira pertimbangannya soal status penetapan yang terlalu lama,” jelas Hasan Basri.

Anggota Komite II DPD RI asal Kalimantan Barat Christiandy Sanjaya mengatakan pentingnya peningkatan anggaran untuk para relawan, mengingat dana yang ada masih minim. Pencegahan dan penanganan bencana membutuhkan keterlibatan banyak pihak.

“Para relawan turut membantu dan bahkan mereka sendiri berpotensi untuk mengalami bencana, namun anggaran pendukungnya masih sangat kecil, sehingga terkadang berharap bantuan dari donatur. Penting apabila dimungkinkan BNPB dapatkan lebih dalam hal penganggaran,” ujarnya.

Kepala BNPB Doni Monardo menjelaskan, BNP mengapresiasi revisi yang diinisiasi oleh Komite VIII DPR RI. Menurutnya, revisi penting untuk dilakukan untuk penguatan BNPB sebagai lembaga yang bertanggung jawab dengan kebencanaan di tanah air.

“Kami apresiasi revisi ini bahkan sudah dibentuk panja. Namun, jika dilihat dalam fungsinya, kami hanya eksekutor, tidak terlibat langsung dalam keputusan tentang badan ini sendiri. Apapun putusan politik yang tertuang dalam undang-undang, kewajiban kami untuk menjalankannya,” ujar Doni.

Lebih lanjut Doni sepakat akan pentingnya edukasi bagi masyarakat tentang pencegahan dan penanggulangan bencana, sehingga dinilai perlu untuk masuk dalam kegiatan literasi di sektor pendidikan.

“Memang harus ada pendidikan kebencanaan atau ilmu pengetahuan yang isinya adalah pemahaman tentang pencegahan dan penanggulangan bencana. Ini penting untuk mewujudkan ekokrasi atau kedaulatan lingkungan hidup,” jelasnya.

Sementara itu, Kepala Pelaksana BPBD Provinsi Banten Nana Suryana menerangkan di Banten ada 14 potensi bencana, antara lain banjir, gempa bumi, longsor, kekeringan, dll. Sementara itu, Sekretaris BPBD DKI, Anton Parura menyatakan untuk Provinsi DKI Jakarta terdapat delapan ancaman bencana. Antara lain gelombang ekstrim, banjir, kebakaran, epidemi, konflik sosial, dll, ujarnya.

Data bencana di DKI Jakarta dalam lima tahun terakhir paling besar adalah kebakaran 500-700 kasus, dimana rata-rata sehari ada dua kebakaran, lalu banjir, pohon tumbang, gempa bumi. Lebih lanjut Anton menjelaskan yang paling penting dalam manajemen penanggulangan bencana adalah pencegahan dan mitigasi.

“Seperti menyiapkan pelatihan, simulasi, gladi, apel kesiapsiagaan, karena sekarang paradigma baru penyelenggaraan penanggulangan bencana masyarakat sebagai pelaku aktif, cuma sekarang agak terhambat karena virtual ada keterbatasan,” terangnya.

Dalam Program Jakarta Siaga 112 seperti Program Emergency di Amerika Serikat 911 dimana dalam sehari masuk 1000-3000 telepon. Yang menjadi target BPBD Jakarta saat ini adalah menambah peralatan untuk menunjang Tim Reaksi Cepat dengan 500 perahu dan 70 tenda.

“Masyarakat diharapkan aktif melalui keluarga tangguh bencana, lalu di perkantoran ada captain floor untuk memimpin jalur evakuasi,” jelasnya.

Kepala Pelaksana BPBD Jawa Barat Dani Ramdan mengungkapkan strategi untuk menangani bencana berulang adalah dengan mitigasi. Contohnya dengan membuat konstruksi pembangunan tanggul, sosialisasi, edukasi masyarakat, cetusnya. Dan saat ini sudah ada Desa Tanggap Bencana agar masyarakat berperan aktif dari mitigasi hingga tanggap bencana.

Selanjutnya Dani mengusulkan agar dalam dimasukkan dalam draft revisi Undang-Undang tersebut dana untuk bencana dapat dicairkan sejak siaga darurat bukan tanggap darurat.

“Karena jika menunggu status tanggap darurat, butuh SK penetapan kepala daerah dan proses administrasi lain yang cukup lama memakan waktu dan akibatnya korban sudah bergelimpangan,” pungkasnya.

Penulis: Sri Abdini
Editor: Bambang P

Baca Juga