satunusantaranews, Jakarta – Penggabungan lembaga Riset dan Pengembangan (Riset & Development) biologi molekuler Eijkman ke dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menuai pro dan kontra di kalangan akademisi hingga politisi. Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI) pun turut memberikan perhatiannya terhadap keputusan pemerintah tersebut yang menggabungkan dan mengubah nama Eijkman menjadi Pusat Riset Biologi Molekuler (PRBM) sebagai sub ordinat BRIN.
“Sejarah membuktikan bahwa Riset dan Inovasi menjadi kata kunci indikator kemajuan sebuah bangsa. Sehingga negara wajib membangun infrastruktur riset baik SDM maupun teknologi dan konsisten mengkonsolidasikan hasil riset dan inovasi secara terintegrasi”, ungkap Sultan (04/01).
Dan apa yang dilakukan oleh pemerintah terhadap lembaga Riset Eijkman merupakan bagian dari tanggung jawab negara dalam mengkonsolidasi dan mengontrol aktivitas riset secara iklusif. Ini tentang kedaulatan dan kepentingan nasional.
“Kita berterima kasih dan mengakui kontribusi riset Eijkman selama ini. Terutama di tengah pandemi Covid-19. Tapi negara berkewajiban mengontrol dan menjadi penjamin bagi semua aktivitas riset strategis di negeri ini”, tegasnya lagi.
Meski demikian, Sultan meminta agar pemerintah harus menjamin dan memastikan manajemen BRIN terbebas dan terhindar dari konflik kepentingan kekuasaan politik tertentu. Selain juga menekankan agar Negara melalui BRIN juga wajib menghargai dan mengapresiasi serta kemudian mengembangkan karya dan hasil riset dan inovasi masyarakat. Meskipun prosesnya tidak sesuai dengan kaidah-kaidah yang ilmiah.
“Aktivis riset (R&D) penting untuk untuk dikontrol, tapi tidak boleh dipolitisasi atau didikte oleh kekuasaan negara. Negara harus menjamin independensi dan keilmiahan proses dan hasil riset dan inovasi BRIN,” pungkasnya.
Leave a Comment