Filep Wamafma Soroti Masalah Rekrutmen Tenaga Kerja di Papua
satunusantaranews, Jakarta - Menyoroti permasalahan rekrutmen tenaga kerja yang tak kunjung selesai di Tanah Papua, Dr. Filep Wamafma, SH., M.Hum senator asal Papua mengatakan, situasi terkini di Papua secara umum terkait dengan rekrutmen tenaga kerja baik di sektor pemerintahan, swasta, BUMN maupun BUMD masih jauh belum menyentuh Orang Asli Papua (OAP).
Menurutnya untuk dapat bekerja di beberapa institusi tersebut, OAP harus melakukan aksi untuk memperoleh kebijakan yang memberikan ruang dan kesempatan bagi OAP.
“Untuk dapat bekerja di tempat-tempat tersebut, Orang Asli Papua itu ibaratnya jauh panggang dari api. Beberapa fakta Orang Asli Papua untuk memperoleh suatu pekerjaan selalu dilakukan dengan langkah-langkah aksi, tindakan-tindakan yang keras kemudian baru ada kebijakan oleh pemerintah,” jelasnya (29/7).
Sebelumnya telah ada kebijakan rekrutmen Calon Pegawai Negeri Sipil 80% Orang Asli Papua dan 20% non asli Papua. Akan tetapi menurutnya, hal tersebut belum mampu menjawab kebutuhan lapangan pekerjaan di Papua. Filep Wamafma juga menyoroti adanya permasalahan rekrutmen tenaga kerja di salah satu perusahaan swasta.
“Di bidang swasta, perusahaan maupun industri misalnya kita lihat sejumlah laporan kami dapat. Pasca Covid-19 ini, anak-anak asli Papua itu diistirahatkan. Sementara ada informasi yang kami dapatkan perusahaan itu kemudian merekrut tenaga dari luar Papua untuk menduduki posisi-posisi yang ditinggalkan oleh anak Papua tadi,” jelasnya.
Hampir di semua sektor pekerjaan juga didominasi oleh orang non Papua. Ia mengatakan hampir semua peluang kerja ini diambil oleh orang non Papua baik di sektor swasta seperti sektor ekonomi bisnis, industri hingga di sektor politik seperti anggota dewan di tingkat Kabupaten hingga pusat.
“Hal inilah yang kemudian menimbulkan suatu pandangan bahwa negara tidak adil, negara tidak bijak, negara diskriminatif terhadap orang Papua. Nah ini yang kita berharap bahwa dalam situasi apapun dalam kebijakan apapun maka Papua itu adalah Indonesia. Kebijakan itu harusnya memprioritaskan Orang Asli Papua sehingga orang Papua juga bisa berpartisipasi terhadap pembangunan daerah hingga pembangunan nasional dengan cara dilibatkan dalam semua aspek,” jelas Filep Wamafma.
Dirinya menyampaikan apresiasi atas rekrutmen yang dilakukan oleh institusi Polri dan TNI. Ia mengatakan, baik TNI maupun Polri telah melakukan rekrutmen tenaga kerja dengan memberikan kuota khusus bagi Orang Asli Papua. Akan tetapi menurutnya, belum nampak beberapa orang asli Papua yang menduduki jabatan-jabatan strategis di institusi tersebut.
“Hal inilah yang kemudian anak-anak muda Papua yang menyelesaikan studi sarjana jadi pengangguran karena tidak ada lapangan pekerjaan. Minim tenaga terampil, minim pendidikan vokasi dan keterampilan untuk pengembangan kemampuan dan pelatihan-pelatihan. Kemudian banyak sekali anak Papua yang hebat menjadi sarjana tapi kemudian peluang kerja itu tidak ada dan mengakibatkan pengangguran,” ujarnya.
Atas persoalan tersebut, berharap adanya UU Otsus Jilid 2 dapat menjawab persoalan dengan mengutamakan pemberdayaan OAP. Menurutnya, UU Otsus harus berjalan tepat sasaran, memproteksi, mempercayakan, menghormati dan memberikan jaminan bahwa orang asli Papua memiliki hak istimewa di tanah Papua.
“Hak istimewa ini bukan berarti kita membenci orang non OAP, tapi kita ingin agar semua pihak harus tahu OAP diberikan kesempatan dan tempat yang terhormat untuk turut membangun bangsa dan negara di segala bidang. 100% orang Papua harus diberdayakan sebagaimana dilakukan seperti daerah-daerah lain di Indonesia yang memprioritaskan putra-putri daerah tersebut. Sehingga orang Papua jangan sampai tersisih akibat dari persaingan bebas dengan para pendatang,” jelasnya.
UU Otsus dijadikan sebagai dasar untuk memberikan dampak positif bagi orang Papua. Menurutnya, semua orang yang ada di tanah Papua wajib menyadari bahwa Papua adalah wilayah Otonomi Khusus yaitu bagi suku-suku melanesia. Warga asli Papua harus diprioritaskan dalam pengambilan seluruh kebijakan pembangunan di Tanah Papua.
Komentar