Gelar Upacara Slametan Jawa Ning Suriname

satunusantaranews, Suriname - Pada usia sepuluh tahun, saat dikhitan. Orangtua menggelar upacara slametan Jawa sebelum membawa saya ke dokter sunat. Nasi tumpeng, bau kemenyan, lautan makanan, dan doa doa dipanjatkan. Suatu ritual tradisional yang teramat eksotik.

Dan belasan ribu kilometer jauhnya dari Jawa, makna slametan terpatri kuat di Suriname. Di sini, sebagian masyarakat keturunan Jawa masih mempertahankan tradisi. Slametan adalah ritual yang paling sering diselenggarakan.

Pelaksanaan slametan di Suriname mengikuti aturan tradisi Jawa yang ketat. Pemuka agama memulai dengan pembakaran kemenyan dan pembacaan doa. Lalu, dalam bahasa Jawa halus, dia menjelaskan kepada semua peserta, makna dari setiap makanan dalam rakitan slametan. Slametan bukan sekadar pesta makan besar besaran. Setiap makanan ini ada maknanya.

Bubur jenang menggambarkan penciptaan semesta (gumelaring jagat), dengan bubur merah dan putih masing masing menggambarkan laki laki dan perempuan.  Telur rebus melambangkan asal mula kehidupan. Sayur urap melambangkan hidup (urip) yang ruwet. Ayam ingkung (ayam panggang utuh dalam posisi bersujud) melambangkan sikap manusia yang harus tunduk pada ilahi.

Gelar Upacara Slametan Jawa Ning Suriname

Dan masih banyak lagi. Semua elemen ini merupakan penggambaran visual dari falsafah luhur Jawa, sangkan paraning dumadi.

Menurut Pak Sapto Sopawiro, pemuka agama Kejawen yang sangat dihormati di Suriname, ini adalah filosofi tentang “dari mana engkau berasal dan ke mana engkau menuju”. Ini adalah cara orang Jawa menjawab Pertanyaan Besar dalam hidup.

Terkadang kita memang harus berjalan ribuan kilometer untuk mengenali diri sendiri. Justru di Surinamelah, ditemukan kembali kejawaan dalam diri yang selama ini terpendam.

Penulis: Bambang P
Photographer: Agustinus Wibowo

Baca Juga