Indonesia-EFTA CEPA Berlaku, Membuka Akses Pasar ke Benua Eropa
satunusantaranews, Jakarta – Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Indonesia dan Negara-Negara EFTA (Indonesia-European Free Trade Association Comprehensive Economic Partnership Agreement/IE-CEPA) resmi berlaku (1/11) dan ini membuka akses pasar ke Benua Eropa, demikian disampaikan Menteri Perdagangan RI Muhammad Lutfi. EFTA merupakan suatu organisasi ekonomi di Kawasan Eropa yang beranggotakan Islandia, Liechtenstein, Norwegia, dan Swiss.
“Setelah melewati proses panjang perundingan dan ratifikasi, akhirnya perjanjian dagang pertama antara Indonesia dengan empat negara EFTA tersebut dapat dimanfaatkan oleh para pemangku kepentingan di kedua pihak dan turut menjadi pendorong pemulihan ekonomi,” ujar Mendag Lutfi.
Implementasi perjanjian IE-CEPA ini dilakukan bersamaan dengan tiga peraturan pelaksana, yaitu pertama, Peraturan Menteri Perdagangan No. 58 tahun 2021 tentang Ketentuan Asal Barang Indonesia (Rules of Origin of Indonesia) dan Ketentuan Penerbitan Deklarasi Asal untuk Barang Asal Indonesia dalam Indonesia-EFTA Comprehensive Economic Partnership Agreement (Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia dan Negara-Negara EFTA).
Kedua, Peraturan Menteri Keuangan No. 152/PMK.010/2021 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk dalam rangka Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Republik Indonesia dan Negara-negara EFTA.
Ketiga, Peraturan Menteri Keuangan No. 122/PMK.04/2021 tentang Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor Berdasarkan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Republik Indonesia dan Negara-negara EFTA.
Menurut Mendag Lutfi, salah satu manfaat IE-CEPA bagi eksportir Indonesia adalah terbukanya akses pasar ke negara-negara EFTA melalui penghapusan tarif bea masuk. Mulai 1 November 2021, Islandia menghapuskan bea masuk untuk 94 persen dari total pos tarifnya, Norwegia 91 persen, serta Swiss dan Liechtenstein masing-masing 82 persen.
Sedangkan, produk-produk Indonesia yang mendapat tarif 0 persen di pasar EFTA antara lain kelapa sawit, ikan, emas, kopi, dan produk industri manufaktur (tekstil, alas kaki, sepeda, mainan, furnitur, peralatan listrik, mesin, dan ban).
Negara-negara EFTA merupakan mitra ideal untuk pembentukan CEPA. Persetujuan IE-CEPA ini akan membuka peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan ekspor ke pasar Eropa yang lebih luas. IE-CEPA juga memiliki makna simbolis untuk meningkatkan profil produk minyak kelapa sawit
Indonesia secara global, terang Mendag Lutfi.
Eksportir Indonesia akan mendapatkan tarif preferensi, dengan memenuhi Ketentuan Asal Barang dan Deklarasi Asal Barang, sebagaimana diatur dalam Permendag No. 58 tahun 2021, lanjut Mendag.
Untuk eksportir Indonesia ke Swiss dan Norwegia, sangat penting menggunakan dokumen SKA IE-CEPA ini sebagai pengganti skema tarif preferensi GSP yang diberikan oleh Swiss dan Norwegia untuk Indonesia selama ini. Untuk eksportir ke Norwegia akan diberikan masa transisi hingga 1 Februari 2022 untuk menggunakan skema GSP.
Mendag juga menjelaskan, jika dilihat dari karakteristik produknya, perdagangan Indonesia dan EFTA bersifat komplementer. Dampak positif bagi industri nasional adalah akan memperoleh tambahan pilihan sumber bahan baku/barang modal dengan tarif 0 persen.
Indonesia menghapus tarif bea masuk untuk 84 persen dari total pos tarifnya. Preferensi tarif diberikan, baik pada awal implementasi maupun secara bertahap, hingga tahun kedua belas. Sedangkan, di sisi perdagangan jasa, sambung Mendag, IE-CEPA memberikan akses pasar tenaga kerja profesional yang lebih terbuka untuk kategori business visitors, intra-corporate transferee (transfer tenaga kerja antar perusahaan yang sama), contractual services supplier, graduate trainee, internship dan independent professional untuk bekerja di negara-negara EFTA.
Menurut Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Djatmiko Bris Witjaksono, Persetujuan IE-CEPA diharapkan juga dimanfaatkan oleh para pelaku usaha kecil dan menengah (UKM).
“Pada Persetujuan IE-CEPA, juga terdapat skema khusus untuk meningkatkan peran dan peluang UKM melalui kerja sama dan pengembangan kapasitas, promosi bersama UKM, dan menjalin kemitraan dengan mitra lokal,” imbuh Djatmiko.
Sejak IE-CEPA ditandatangani, untuk memastikan kesiapan pelaku usaha, pemerintah telah mendiseminasikan peluang yang dapat diperoleh para pelaku usaha, serta mekanisme pemanfaatannya. Dengan demikian, mereka diharapkan dapat mempersiapkan diri untuk memanfaatkan perjanjian ini secara optimal.
Selain itu, pelaku usaha juga dapat berkonsultasi langsung dengan Free Trade Agreement (FTA) Center yang dikoordinasi Kementerian Perdagangan yang terdapat di empat kota besar yaitu Jakarta, Bandung, Makassar, dan Semarang.
Fact sheet, isi Persetujuan IE-CEPA, dan peraturan terkait dapat diunduh di https://www.kemendag.go.id/s/IE-CEPA.
Perundingan IE-CEPA diluncurkan pada 7 Juli 2010 oleh Presiden RI dan Presiden Swiss. Putaran ke-1 hingga ke-9 berlangsung pada Januari 2011—Mei 2014 dan kemudian terhenti selama dua tahun. Pada 2016, Indonesia dan EFTA sepakat melanjutkan perundingan. Lalu, pada 23 November 2018, kedua pihak mengumumkan keberhasilan penyelesaian perundingan secara substansial.
Persetujuan IE-CEPA ditandatangani Menteri Perdagangan RI dan para Menteri negara-negara EFTA pada 16 Desember 2018 di Jakarta. Kemudian, pada 7 Mei 2021, IE-CEPA disahkan oleh DPR dan Pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2021 tentang Pengesahan Comprehensive Economic Partnership Agreement Between the Republic of Indonesia and the EFTA States (Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Republik Indonesia dan Negara-Negara EFTA).
Sekilas Perdagangan dan Investasi Kedua Pihak Pada 2020, perdagangan Indonesia-EFTA tercatat sebesar USD 3,34 miliar. Pada periode tersebut,
ekspor Indonesia ke negara EFTA sebesar USD 2,45 miliar sedang impor Indonesia dari EFTA sebesar USD 882,53 juta sehingga Indonesia surplus sebesar USD 1,57 miliar.
Komoditas ekspor utama Indonesia ke negara EFTA adalah emas, perhiasan, sisa skrap logam mulia, serat optik, dan buldoser. Sementara impor Indonesia dari EFTA antara lain bahan peledak dan amunisi, tinta, jam tangan dari logam mulia, jam tangan, serta ikan.
Adapun investasi negara-negara EFTA di Indonesia pada 2020 mencapai USD 137,95 juta dengan 622 proyek. Mayoritas investasi EFTA ke Indonesia berasal dari Swiss sebesar USD 130,89 juta. Hal ini menjadikan Swiss berada di peringkat ke-17 investor terbesar di Indonesia. Tiga sektor utama investasi Swiss di Indonesia adalah industri kimia dan farmasi, industri makanan, industri mesin, elektronik, instrumen kedokteran, peralatan listrik, presisi, optik dan jam.
Komentar