satunusantaranews, Jakarta — Anggota Komisi IV DPR RI Andi Akmal Pasluddin, sangat menyayangkan bahwa negara Indonesia sebagai produsen CPO dimana banyak sekali perkebunan kelapa sawit yang tersebar di Indonesia, akan tetapi harga minyak goreng dalam negeri dikendalikan harga dari luar negeri.
“Negeri kita ini kan negeri kaya sawit. Bahkan minyak kelapa pun bisa di olah untuk minyak goreng skala industri rumah tangga. Kejadian ini hampir tidak terjadi sebelumnya bahwa harga minyak goreng membuat rumah tangga menjerit. Sangat disayangkan, puluhan tahun Indonesia sebagai produsen CPO, rakyatnya terombang – ambing persoalan harga minyak goreng”, tutur Akmal.
Sejak awal November hingga saat ini, harga minyak goreng terus naik sampai melebihi harga eceran tertinggi. Kenaikan minyak goreng ini berbagai jenis mulai dari yang curah hingga yang kemasan. Anggota DPR kelahiran Bone ini juga menjelaskan bahwa harga minyak goreng yang naik ini dikarenakan harga internasional yang naik cukup tajam, semestinya bukan menjadi alasan.
Mestinya negara kita yang mengendalikan harga termasuk mengendalikan harga dalam negeri sehingga masyarakat tidak terlalu terbebani. Inilah fungsi negara, menurut Akmal, agar negara hadir untuk rakyat. Meski data menunjukkan pasokan minyak goreng di masyarakat saat ini aman dengan Kebutuhan minyak goreng nasional sebesar 5,06 juta ton per tahun, sedangkan produksinya bisa mencapai 8,02 juta ton.
“Namun pada kenyataan di lapangan, rumah tangga dan usaha kecil makanan pada teriak. Ini pasti ada yang salah, apakah kebijakan ataupun aplikasi di lapangannya”, urai Akmal.
Baca Juga: Kemendag, Asosiasi dan Produsen Jaga Pasokan Minyak Goreng
Bahwa persoalan sawit ini dua tahun terakhir diliputi oleh persoalan Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) yang banyak tidak sesuai dengan harapan. Ditambah lagi, adanya petani sawit mandiri (PSM) yang terancam gulung tikar dengan adanya tingginya harga pupuk. Selain itu, tambahnya, ada kejadian turunnya panen sawit pada semester ke-2 di dalam negeri.
Sangat ironi, bahwa pada periode Januari-Agustus 2021, industri kelapa sawit sudah berkontribusi devisa kepada negara hingga USD26,3 miliar atau setara dengan Rp380 triliun. Akan tetapi, di saat yang sama, Rakyat nya menjerit akan tingginya harga minyak goreng.
“Jangan sampai suplai CPO yang terbatas menjadi alibi yang menyebabkan gangguan pada rantai distribusi (supply chain) industri minyak goreng”, kritis Akmal.
Legislator asal Sulawesi Selatan II ini mengatakan, seharusnya turunnya pasokan minyak sawit dunia seiring dengan turunnya produksi sawit Malaysia merupakan peluang besar bagi Indonesia untuk mengendalikan pasar dunia. Adanya kenaikan permintaan CPO untuk pemenuhan industri biodiesel seiring dengan penerapan kebijakan B30 dapat menjadikan Indonesia sebagai produsen sawit dengan skala besar sebagai pemimpin pasar.
Negara kita sudah saatnya mengendalikan isu sawit yang selama ini di bully beberapa negara luar karena persoalan lingkungan. Bahkan ada yang sampai mengkampanyekan memboikot sawit kita dan berkonflik di perdagangan internasional.
“Prioritas utama penuhi dahulu kebutuhan dalam negeri, baru berikutnya memenuhi permintaan negara luar. Semoga persoalan tingginya harga minyak goreng dalam waktu dekat dapat diselesaikan dengan hadirnya peran negara memberikan solusi yang baik”, tutup Andi Akmal Pasluddin.
Leave a Comment