satunusantaranews, Jakarta – Pada tulisan sebelumnya, saya sedikit memaparkan tentang perjalanan pertemanan dengan awarde LPDP yang ternyata seorang HTI garis keras. Cerita cukup berbeda ketika berlangsungnya pandemi Covid-19 yang membuat kegalauan masyarakat ini tidak kunjung usai.
Drama permasalahan mulai dari vaksinasi, collap-nya sejumlah fasilitas kesehatan, hingga berbagai ketimpangan lainnya yang ada. Belum lagi, angka penyebaran Covid-19 yang semakin naik dengan tingkat kekhawatiran semakin tinggi. Membuat masyarakat memiliki tingkat kepercayaan yang rendah terhadap pemerintah.
Apalagi hal tersebut dibuktikan dengan berbagai kebijakan yang kurang memperhatikan rakyat. Seharusnya momentum ini membuat kita berupaya agar membantu masyarakat untuk memiliki tingkat kepercayaan hidup yang tinggi, memberikan imun yang cukup banyak, justru bukan sebaliknya.
Pada suatu sore melalui story whats’app, seorang teman kelas satu jurusan kembali membuat saya terheran-heran. Ia menulis story whats’app, begini isinya, “Negara lagi rumit begini kok bisa-bisanya mau menegakkan khilafah”.
Sontak tulisan tersebut membuat saya bertanya-tanya. “Ada apa?”, Tanya saya kepadanya. “Lihat saja status temanmu itu, bikin saya gerah” jawabnya melalui story whatsapp.
Jelas saya tidak tahu segala aktifitasnya di story whatsapp. Sebab sejak beberapa bulan silam, kontaknya saya di mute. Jadi segala aktifitas yang disebarkan melalui whatsapp tidak bisa saya lihat, kecuali saya mau. Bikin gerah rasanya, ketika melihat segala narasi provokatif yang disebarkan melalui seluruh media sosialnya tanpa bosan. Ia teramat sangat lihat dan penuh semangat dalam berdakwah.
Akhirnya, saya memutuskan untuk melakukan diskusi kecil-kecilan dengannya. Sebenarnya konklusinya pasti akan sama. Ujung-ujungnya, perempuan ini akan bilang bahwa dirinya tetap semangat dan tidak akan mundur, apapun yang terjadi dia akan tetap dijalan Allah.
Mendirikan negara khilafah, berarti mengembalikan kejayaan Islam. Melalui percakapan secara pribadi di whatsapp. Saya mengawali pembicaraan dengan pertanyaan alasan mengapa ia secara terang-terangan keinginannya tersebut.
“Saya ingin menegakkan hukum Allah, berjuang di Jalan Allah dengan mengembalikan kejayaan Islam,” katanya.
Alasan ini sebenarnya klasik. Jika ditelaah pada hasil penelitian (Firdaus:2017) dijelaskan bahwa para penganut HTI bertujuan melanjutkan perjuangan Islam dengan menegakkkan khilafah. Makanya, alasan tersebut menjadi alasan dasar dakwah mereka yang tersebar diberbagai spektrum, seperti selebaran yang disebar secara percuma, tulisan di website dan majalah-majalah. Dan berdasarkan penelian yang sama, ada 6 makna khilafah bagi penganut HTI yang dijadikan dakwah panjangnya memperjuangkan Islam.
Yakni: kepemimpinan umum bagi seluruh kaum muslimin, pemerintahan Islam bagi seluruh kaum muslimin sedunia, kepemimpinan kaum muslimin di seluruh dunia dalam menerapkan syariat Islam, penting antara hidup dan mati, menjadi kewajiban untuk ditegakkan.
Sebenarnya alasan-alasan klasik dari para penganut HTI sangat terbantahkan dengan pembentukan negara Madinah oleh Rosulullah Saw. Keberadaan Rosulullah Saw di Madina tidak dalam rangka mendirikan negara Islam. Pada tulisan (Siregar:2018), dijelaskan bahwa beberapa alasan pembentukan negara Madinah tersebut tidak lepas dari pluralitas yang dimiliki oleh negara tersebut.
Disamping fakta hubungan baik antara umat Islam dengan non Islam, serta kebebasan untuk memeluk agama yang menjadikan negara tersebut aman, damai tanpa ketakutan bagi para bangsanya. Bantahan ini sebenarnya secara cukup talak memberikan pemahaman kepada mereka bahwa pendirikan negara Islam/khilafah.
Fakta sejarah tentang penghapusan sila pertama pada Pancasila berkenaan dengan kewajiban penerapan syariat Islam, kiranya cukup menjadi penerimaan yang harus lapang dada bahwa masalah khilafah ini sebenarnya sudah diprediksi oleh para founding fathers kita di masa silam.
Kalaupun itu tidak dihapuskan, mungkin kelompok khilafah ini tidak akan ada. Atau justru sebaliknya, ia semakin gencar mempromosikan negara Islam sebagai dasar untuk memakmurkan umat. Tapi sebenarnya perjuangan fatwa-fatwa yang dikemukakan oleh kelompok tersebut tidak akan diterima, apapun bentuknya.
Ibarat perjalanan hidup, dari kamu jomblo sampai menikah dan lahiran anak ketujuh, menjelaskan pada promotor negara khilafah bahwa (Edi:2018) kitab klasik al-Ahkam al-Sulthaniyyah karangan Abu Hasan Ali al-Mawardi itu pesanan politis Khalifah Al-Qadir Billah untuk meredam kelompok Buwayhid yang merongrong imperium Abbasiyah, ditambah pula bantahan Imam al-Juwayni (guru Imam Ghazali yang bergelar Imam Haramain) tetap akan mereka tolak.
Mereka tetap akan bilang bahwa khilafah itu wajib, berjuang dijalan Allah, dll. Pada akhirnya, kita tetap harus selow. Upaya menjelaskan dengan kontra narasi harus tetap dijalankan sebagai upaya menyelamatkan generasi dari ikut-ikutan ideologi yang demikian. Wallahu a’lam.
Leave a Comment