satunusantaranews, Jakarta – Anggota Komisi I DPR RI, Yan Permenas Mandenas menyatakan insiden perlakukan berlebih dua oknum TNI Angkatan Udara (AU) terhadap penyandang disabilitas di Merauke, mengindikasikan adanya pelanggengan rasisme dari sisi struktural dan budaya oleh oknum institusi negara.
Legislator RI dari daerah pemilihan Papua itu mengatakan, insiden tersebut bukan hanya tindak kekerasan juga simbol perendahan martabat, rasisme, dan diskriminasi. Tindakan ini mencoreng nama baik institusi TNI, dan wajah negara di hadapan orang Papua. Kejadian seperti ini bukan pertama kali. Selalu berulang di kemudian hari. Ini mengindikasikan adanya pelanggengan rasisme, tegas Yan Mandenas (28/07).
Menurutnya, patut diduga dua oknum TNI AU tersebut bertindak seperti itu, sebab merasa berhak melakukannya. Namun, mengapa mereka berpikir berhak melakukan tindakan tersebut. Katanya, ini menggambarkan adanya pikiran rasis. Di mana seseorang merasa diri superior sehingga berhak menindas orang. Karena orang lain penyandang identitas tertentu, dianggap lebih inferior sehingga dipandang pantas ditindas.
“Padahal, secara prinsip moral dan konstitusi, jelas tidak boleh ada seorangpun yang dapat diperlakukan tidak adil, direndahkan martabatnya, apalagi disiksa dan diperlakukan secara keji seperti itu, tanpa proses hukum,” ucapnya.
Politikus Partai Gerindra itu menegaskan aparat memiliki SOP bagaimana harus bersikap dan bertindak ketika menghadapi tindakan pelanggaran oleh masyarakat. Tentu bukan dengan cara brutal seperti yang dilklukan dua oknum personil POM AU di Merauke itu.
Dengan insiden ini terlihat aparat negara hanya mempertegas sikap antagonisnya terhadap orang asli Papua. Ini adalah bentuk kebrutalan aparat di lapangan yang harus segera dihentikan dan tidak boleh terulang.
Yan Permenas Mandenas juga mengapresiasi pihak TNI AU yang segera merespons insiden tersebut. Pihak TNI AU tidak hanya menyatakan penyesalan dan permintaan maaf, juga mencopot Komandan Pangkalan Udara (Danlanud) Johanes Abraham Dimara Merauke, Kolonel Pnb Herdy Arief Budiyanto dan Komandan Satuan Polisi Militer (Dansatpom) Lanud setempat.
Namun pencopotan saja belum cukup, dan tidak menyelesaikan masalah secara signifikan. Perlu ada pembenahan secara internal dan menyeluruh.
Ia pun mendorong adanya pembenahan dari internal TNI mengenai cara pandang terhadap tindakan rasisme. Juga mengembangkan pola pikir terbuka atas setiap individu,dan proses hukum harus tetap berjalan.
“Keadilan perlu ditegakkan dengan menindak tegas para pelaku. Ini untuk keadilan kemanusiaan dan sebagai upaya mencegah hal serupa terjadi. Saya juga mendorong adanya perlindungan dan pemulihan korban atas dampak insiden itu termasuk dampak psikologis,”kata Yan Permenas Mandenas.
Leave a Comment