Satunusantaranews, Jakarta – Guna meningkatkan kesadaran (awareness) masyarakat dan para pemangku kepentingan (stakeholder) terhadap fenomena perubahan iklim dan pengelolaan lingkungan hidup, maka sangat penting untuk dapat dilakukan internalisasi isu perubahan iklim dalam dunia pendidikan.
Melalui pendidikan perubahan iklim, turut mendukung kesiapan masyarakat dalam menghadapi dampak-dampak perubahan iklim yang terjadi.
Internalisasi ini dapat diwujudkan melalui penyusunan kurikulum yang memuat isu-isu perubahan iklim dan lingkungan hidup, dan diharapkan menjadi bagian dari upaya pencegahan bencana akibat perubahan iklim.
Membuka Diskusi pojok Iklim secara virtual bertemakan “Internalisasi Perubahan Iklim dalam Kurikulum Pendidikan”yang diselenggarakan Kementerian lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) (17/3), Ketua Dewan Pertimbangan Pengendalian Perubahan Iklim, KLHK, Sarwono Kusumaatmadja mengatakan salah satu yang terkena pukulan terberat dari Pandemi ini adalah sektor pendidikan.
Dikatakan Sarwono, pendidikan harus bisa menciptakan sikap-sikap yang diperlukan untuk menghadapi peri-kehidupan yang semakin kompleks.
Pendidikan adalah suatu proses untuk memahami serta menghayat infomasi yang kita dapatkan sehingga informasi dapat digunakan untuk hal – hal yang bermanfaat.
“Saya juga melihat kita ini dididik hanya untuk menghafal, kita tidak mengetahui persis bedanya menghafal dengan memahami, padahal orang yang hafal belum tentu bisa memahami.
Saya berharap ini adalah awal dari suatu seri pencerahan di bidang pendidikan yang tentunya menyangkut berbagai kelompok masyarakat dan kelompok usia, sehingga dapat menemukan jenis dan metode pendidikan yang tepat dalam menghadapi gejala perubahan iklim ini secara konseptual, strategik dan efektif,” jelas Sarwono.
Kepala Dinas LH Kota Sukabumi, Jawa Barat, Adil Budiman, pada awal pemaparannya menyampaikan bahwa pengembangan pendidikan lingkungan hidup di Kota Sukabumi dilaksanakan melalui dua metode, yaitu metode monolitik dengan memasukkan materi pendidikan lingkungan hidup menjadi salah satu muatan lokal sekolah, dan metode integrasi materi pendidikan lingkungan hidup ke dalam semua mata pelajaran.
“Kunci keberhasilan yang dilakukan kota Sukabumi terkait pengembangan Gerakan Peduli dan Berbudaya Lingkungan Hidup di Sekolah adalah adanya Komitmen dari seluruh unsur sekolah, perubahan perilaku berbudaya lingkungan yang melibatkan seluruh masyarakat, dan SDM Pendidik dan Peserta Didik. Tanpanya, program Adiwiyata tidak berkesinambungan ke depannya,” terang Adil.
Selanjutnya, Ahli Peneliti Utama Puslitbang Hutan BLI KLHK, Hendra Gunawan, menyampaikan pengalamannya dalam menyusun kurikulum muatan lokal pendidikan lingkungan hidup tematik mangrove di Indramayu.
Untuk mewujudkan Pendidikan Lingkungan Hidup tematik mangrove, harus bersifat integratif dan diperlukan komitmen dan kolaborasi dari semua pihak.
Pendidikan karakter cinta mangrove dan cinta lingkungan pada umumnya perlu ditanamkan dan diwariskan lintas generasi serta diformalkan dalam kurikulum.
Kemudian, Kepala Bidang Pengembangan Generasi Lingkungan, Puslatmas dan PGL, BP2SDM, KLHK, Asri Tresnawati, menyampaikan bahwa pendidikan lingkungan hidup merupakan salah satu strategi menuju perubahan perilaku masyarakat peduli lingkungan.
Untuk memperbaiki lingkungan, perlu perubahan perilaku ramah lingkungan dan peran aktif baik dalam pendidikan formal maupun non-formal.
Dalam diskusi pojok iklim kali ini, Sekretaris Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur, Ramli Yanto, juga menyatakan dalam tanggapannya, bahwa Jawa Timur lebih menekankan pada insersi kurikulum, yaitu insersi isu lingkungan hidup dalam mata pelajaran yang berkaitan, karena dampak kerusakan lingkungan sama bahayanya dengan radikalisme, narkoba, dan korupsi.
“Harapannya sekolah bukan sekedar menuntaskan kurikulum, namun juga cinta lingkungan menjadi habituasi bagi siswa-siswi dan para pengajar di sekolah,” katanya.
Sebagai penutup, Sarwono Kusumaatmadja menyimpulkan bahwa ada beberapa ide dan konsep yang perlu ditindaklanjuti untuk melengkapi dan mematangkan visi pendidikan untuk kalangan yang luas terdiri dari beberapa lapis generasi yang kebutuhan pendidikannya berbeda.
Lebih lanjut Sarwono mengungkapkan pendidikan sepatutnya membuat orang semakin berakhlak, berilmu, berdaya mampu.
Diskusi ini dipandu Peneliti Madya Balai Litbang dan Inovasi KLHK, Titiek Setyawati ini dihadiri oleh 150 peserta yang terdiri dari Kementerian/Lembaga, organisasi non-pemerintah, perguruan tinggi, sektor privat dan individu.
Leave a Comment