satunusantaranews, Jakarta – Anggota DPD RI Fahira Idris mengungkapkan, apapun kebijakan Pemerintah terutama yang menyangkut hajat hidup orang banyak apalagi terkait pengelolaan dana publik, wajib melibatkan publik luas dalam prosesnya atau tidak boleh diputuskan sepihak. Selain itu, sebuah kebijakan publik yang baik juga harus melihat situasi, kondisi dan suasana kebatinan rakyat.
Saat ini, dampak pandemi masih begitu besar dirasakan rakyat terutama dari sisi ekonomi. Kebijakan JHT yang hanya bisa dicairkan 100 persen saat usia peserta BPJS Ketenagakerjaan mencapai 56 tahun tidak sesuai dengan situasi kebatinan pekerja di Indonesia yang masih rentan kehilangan pekerjaan akibat pandemi.
“Saya meminta, Pemerintah berbesar hati untuk segera mengevaluasi kebijakan JHT bisa cair 100 persen di usia 56 Tahun ini dan libatkan publik dalam proses penyusunan kebijakan. Apa yang diputuskan ini kan menyangkut dana milik publik sehingga dalam prosesnya harus melibatkan publik atau dalam hal ini pekerja atau buruh, tidak bisa hanya pemerintah sepihak. Banyak kalangan terutama pekerja yang terkejut dengan keputusan yang tiba-tiba ini,” ujar Fahira Idris di Jakarta (14/2).
Kebijakan terbaru Program Jaminan Hari Tua (JHT) BPJS Ketenagakerjaan menjadi sorotan dan mendapat penolakan meluas. Penolakan ini berkaitan dengan uang JHT yang baru bisa dicairkan 100 persen saat usia peserta BPJS Ketenagakerjaan mencapai 56 tahun. Publik menilai kebijakan yang ditetapkan melalui Peraturan Menaker Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat JHT ini berpotensi menyulitkan pekerja terutama di tengah situasi pandemi di mana PHK masih mengancam.
Menurut Fahira, untuk situasi di mana dampak ekonomi akibat pandemi masih begitu dalam dirasakan rakyat, peraturan pencairan manfaat JHT sebelumnya (Permenaker Nomor 19 Tahun 2015) yaitu langsung diberikan kepada peserta yang mengundurkan diri dan dibayarkan secara tunai setelah melewati masa tunggu 1 bulan adalah yang paling ideal. Di tengah situasi ekonomi yang belum stabil dan masih besarnya potensi terjadi PHK, aturan baru ini dinilai menyulitkan para pekerja untuk menggerakkan roda ekonomi keluarganya selepas di-PHK.
“Walau katanya nanti ada program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dari Pemerintah, tetapi tentu fugsi dan keleluasaannya tidak mungkin bisa mengganti fungsi JHT. Sekali lagi saya meminta kebijakan ini segera dievaluasi dan libatkan para pekerja atau buruh karena yang dikelola adalah dana mereka. Saya berharap selama pandemi ini, apapun kebijakan yang menyangkut hajat hidup orang banyak memperhatikan suasana kebatinan rakyat,” pungkas Fahira Idris.
Leave a Comment