KamiSketsa GalNas Menggelar Workshop Bertajuk Sketsa Gerak “Kembang Lambangsari”
satunusantaranews, Jakarta - Setelah melakukan segala aktivitas daring selama pandemi covid-19 melanda dunia, KamiSketsa Galnas hadir kembali dengan format luring sejak 11 November 2021 lalu. Dalam menyambut aktivitas luring tersebut, KamiSketsa Galnas akan menggelar Workshop bertajuk Sketsa Gerak “Kembang Lambangsari” yang akan diselenggarakan pada Kamis (25/11/2021) pukul 12.00 – 15.00 WIB di Ruanag Serbagunua Galeri Nasional Indonesia dan akan dihadiri oleh para penggiat sketsa dan masyarakat umum dari berbagai kalangan.
Pada workshop tersebut juga turut mengundang narasumber Yusuf Susilo Hartono selaku sketser dan jurnalis seni budaya dan moderator Zamrud Setya Negara Pranata Humas Ahli Muda Galeri Nasional Indonesia. Pada workshop sketsa tersebut akan menangkap gerak penari yang membawakan Tari Kembang Lambangsari dalam goresan sketsa.
Pembuatan sketsa akan dimulai sebelum tarian dipertunjukan, lebih tepatnya, sejak penari melakukan persiapan riasan dan memasang perlengkapan kostum.guna membantu peserta melakukan pendalaman terhadap objek sketsa agar hasil sketsa bisa maksimal.
Yusuf Susilo Hartono mengatakan bahwa tantangan terbesar sketsa gerak adalah menangkap objek yang bergerak cepat. Didalam Tari Kembang Lambangsari terdapat dinamika gerak yang sangat variatif seperti gerakan tangan, kaki, kepala, pinggul, dan komponen-komponen perlengkapan kostum.
“Live sketch tipe seperti ini membutuhkan kecepatan dan ketepatan. Insting pembuat sketsa dalam merekam gerak dan ekspresi sangat menentukan hasil sketsa,” ungkap Yusuf.
Tari Kembang Lambangsari merupakan sebuah tari modern karya Wiwiek Widiyastuti yang ter-inspirasi dari cerita “Bapak Jantuk” pada kesenian Topeng Betawi. Tokoh Bapak Jantuk digambarkan melalui sosok laki-laki yang memakai topeng bermata sipit, kening menonjol ke depan dan pipinya tembam.
Dengan gaya berjalan yang agak membungkuk, memakai tongkat, dan mengenakan ikat kepala berbahan kain, jas, celana pangsi, sarung, kedok, dan tongkat. Tarian tersebut menggambarkan perasaan senang dan kegembiraan dalam mengasuh anak yang diungkapkan dengan bernyanyi, berbalas pantun, hingga menari.
“Keriangan yang diusung Tari Kembang Lambangsari diharapkan dapat menjadi motivasi para anggota KamiSketsa GalNas untuk tetap optimis menghadapi situasi apapun, terus berkarya dan mengasah kreativitas,” ujar Kepala Galeri Nasional Indonesia, Pustanto.
Selain itu, pada acara tersebut juga diharapkan dapat menampilkan variasi dalam aktivitas KamiSketsa GalNas, sehingga tidak hanya menyajikan aktivitas sketsa dengan objek yang tidak bergerak seperti gedung atau bangunan, benda, model manusia, namun juga objek yang bergerak dengan sedikit dinamika maupun dengan dinamika yang sangat variatif.
Hal tersebut diharapkan mampu memberikan pengalaman yang berbeda bagi para pembuat sketsa, sekaligus untuk mengembangkan keahlian sketsanya. Workshop yang digelar secara luring ini juga menjadi obat kangen bagi para anggota KamiSketsa GalNas untuk bertemu, berdiskusi, bertukar pikiran dan pengalaman setelah tertunda selama pandemi Covid-19.
Sementara Yusuf Susilo Hartono adalah seorang sketser dan jurnalis yang menekuni sketsa gerak selama 40 tahun. Berawal menjadi penonton yang mengabadikan dunia tradisi, modern, kontemporer, panggung seperti tari, musik, hingga teater baik di dalam ataupun luar negeri.
Sudah ratusan pertunjukan pernah ia buat sketsanya, seperti pergelaran yang di awaki oleh para maestro di bidangnya seperti Bengkel Teater Rendra, Putu Wijaya, Arifin C. Noer, Teater Koma, Sardono W. Kusumo, Bagong Kussudiardja, tarian Padnecwara, jazz Buby Chen, baca puisi Sutardji Calzoum Bachri, balet Namarina, EKI, tarian Mimi Rasinah, konser Leo Kristi, monolog Niniek L. Karim, dan sebagainya.
Sedangkan pertunjukan dari luar negeri antara lain dance theater Folkwang Tanz Studio Jerman, The National Dance Company Korea, Akram Khan (Inggris), Gerard Mosterd (Belanda), Padmini Chettur (India), Kota Yamazaki (Jepang), Elisa Monte (AS), dan Opera China (Beijing).
Bukan hanya itu, karya-karya hitam putih milik Yusuf juga pernah dipamerkan di Galeri Nasional Indonesia, Taman Ismail Marzuki, Balai Budaya, dan Pusat Kebudayaan Jepang. Sebagian dari karya sketsanya dikumpulkan dalam sebuah buku berjudul "Menangkap Momen, Memaknai Esensi/Moment ans Essence" pada tahun 2013.
Dan salah satu sketsanya juga sudah menjadi koleksi dari Galeri Nasional Indonesia. Karya tersebut berjudul “Demo di DPR Menurunkan Presiden Soeharto” pada tahun 1998.
Komentar