Kasus Habib Bahar Smith-Ferdinand, Hukum Harus Ditegakkan

Habib Bahar bin Smith dan Ferdinand
Habib Bahar bin Smith dan Ferdinand

satunusantaranews, Jakarta - Menyikapi kasus ujaran kebencian yang menjadi sorotan publik seperti yang dilakukan Habib Bahar bin Smith dan Ferdinand Hutahaean. Ketua KOGAS RI, Elissa Wattimena sebagai Kader Bela Negara RI, menilai kedua kasus itu bukti belum berakhirnya ketegangan antara kelompok sehingga proses hukum harus ditegakkan.

"Saya tidak membandingkan sosok pribadi Habib Bahar bin Smith dan Ferdinand , tapi dari dua kasus itu menggambarkan belum berakhirnya ketegangan antar kelompok, yang berimbas pada munculnya kasus-kasus hukum. Fenomena saling melaporkan terkait ujaran kebencian terus berlangsung. Dan hukum harus tetap ditegakkan," ujar Elwa.

Seperti diketahui, selama beberapa tahun ini kita terjebak pada perdebatan terkait kasus-kasus dugaan ujaran kebencian seperti di atas. Meski kasus dan orang-orangnya bisa berbeda-beda, namun substansi perseteruannya tetaplah sama.

Kalau pelakunya kawan tentu kita bela mati-matian, tetapi kalau lawan tentu kita minta untuk dipenjarakan. Begitulah yang terjadi. Setiap hari kita berganti peran, kadang meminta orang dibiarkan bebas berbicara, besoknya minta orang lain untuk dipenjarakan akibat bebas bicara, tambahnya.

Kadang apa yang ingin kita sampaikan tidak sepenuhnya sama dengan apa yang dapat kita tuliskan. Kadang apa yang kita tuliskan dimaknai berbeda oleh orang yang menyaksikan.

Habib Bahar bin Smith dan Ferdinand

"Hal tersebut yang membuat siapapun mudah terjerat kasus hukum dugaan ujaran kebencian. Jangan dikira yang dekat kekuasaan bisa terus selamat, sebab kalau tekanan dahsyat tetap bisa juga terjerat,” ungkap Elwa.

Penyelesaian kasus ujaran kebencian tidak bisa diselesaikan dengan mencari kesalahan. Justru hal itulah hukum perlu ditegakkan. Karena itu penegakan hukum dugaan ujaran kebencian tidak bisa dilakukan dengan semangat semata mencari kesalahan. Penegakan hukum terkait ujaran harus dilakukan dengan keadilan hukum yang berlaku tanpa pandang bulu.

Penyelesaian tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat atau pemangku kepentingan untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula.

Penegak hukum hendaknya berkomunikasi dengan para pihak terutama korban dan memfasilitasi serta memberi ruang seluas-luasnya kepada para pihak yang bersengketa untuk bermediasi. Agar hukum tidak diabaikan, tapi justru ditegakkan dengan penuh kebijaksanaan dan keadilan. Dengan kata lain, kita kedepankan dialog, kita hindari kesalahpahaman dan perkuat tali persaudaraan sesama umat. Sekali lagi, tanpa pandang Suku, Aliran, Ras dan Agama. Berbeda-beda tetap Kita Satu. Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa.

Penulis: Bambang Tjoek
Editor: Nawasanga

Baca Juga