Kaum Perempuan Bekerja? Loh Apa Salahnya?
satunusantaranews, Jakarta - Para kaum perempuan saat ini berada dalam keadaan yang baik dibandingkan zaman dulu. Hal tersebut setelah adanya gerakan ‘emansipasi perempuan’ yang dicetuskan oleh R.A Kartini dengan memperjuangkan hak perempuan untuk mendapatkan pendidikan setinggi-tingginya dan memberikan hak yang sama dalam berkehidupan bermasyarakat.
Dahulu, para perempuan di Indonesia dibatasi untuk bekerja, mereka dilarang untuk menyetarakan diri dengan laki-laki. Bahkan, untuk menjadi seorang pemimpin saja tidak diperbolehkan.
Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS), sebanyak 50,70 juta penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja adalah perempuan pada 2020. Jumlah tersebut meningkat 2,63% dibandingkan pada tahun sebelumnya yang sebanyak 49,40 juta orang.
Namun dengan banyaknya perempuan yang bekerja, hal tersebut sangat bertabrakan dengan stigma yang ada dimasyarakat bahwa perempuan lebih baik mengerjakan pekerjaan rumah dibandingkan bekerja.
Saat ini, masih banyak orang-orang memandang perempuan tidak setara dengan laki-laki. Banyak yang masih berpikiran kalau perempuan harus mengurus rumah, jaga anak, dan seakan-akan perempuan hidup hanya untuk hal-hal seperti itu.
Hal-hal semacam itu masih dapat kita dengar dari ucapan beberapa orang yang “udahlah, perempuan mah ngurus rumah sama jaga anak aja, gausah kerja”.
Menurut mimin, mengurus rumah dan jaga anak itu bukannya tugas antara suami dan istri, ya? Jadi tanpa harus melihat gender, seharusnya setiap pekerjaan rumah dan menjaga anak itu harus dilakukan bagi para pasangan yang sudah memiliki rumah dan anak. Tinggal bagaimana cara mereka saja yang mengatur urusan pekerjaan dan urusan rumah.
Bukan hanya itu saja, perempuan kerap dipandang untuk tidak perlu berpendidikan tinggi, dikarenakan hal tersebut dianggap dapat mempersulit dalam mendapatkan jodoh. “Gausah lah sekolah tinggi-tinggi, nanti cowo-cowo pada minder”. Loh kenapa tiba-tiba jodoh diatur dari tingginya pendidikan? bukannya jodoh ada ditangan Tuhan?
Sebenarnya jika perempuan ingin menempuh pendidikan setinggi mungkin, ya itu hak mereka, mereka berhak untuk mendapatkan gelar setinggi mungkin dan tidak ada kaitannya dengan sulit dalam mendapatkan pasangan hidup.
Setiap orang wajib untuk bekerja agar dapat bertahan hidup yang di dunia yang keras ini. Namun kenapa perempuan harus dibatasi untuk tidak bekerja? Di Indonesia yang mayoritas adalah umat Islam, di ajaran Islam pun tidak melarang jika perempuan atau istri untuk bekerja guna menopang ekonomi keluarga, selagi tidak melanggar syariat agama.
"Katakanlah (wahai Muhammad), bekerjalah kalian! maka Allah, Rasul-Nya, dan para mukminin akan melihat pekerjaanmu." (QS. At-Taubah: 105). Dari ayat Al-Quran tersebut, tentu perintah kerja tersebut ditujukan untuk para laki-laki dan kaum perempuan.
Menurut mimin, jika dihadapkan dengan kehidupan nyata, menikah dengan seorang ‘wanita karir’ yang bekerja jam 9-5 bukan sebuah hal yang menjadi masalah. Bagaimanapun hal tersebut adalah hak mereka sebagai perempuan, kita sebagai seorang laki-laki bertugas memberikan dukungan terhadap apa yang membuat mereka para perempuan senang untuk melakukannya.
Untuk itu, stigma-stigma yang beredar di masyarakat mengenai perempuan hanya mengerjakan pekerjaan rumah saja, ini harus di hapuskan. Perempuan juga harus setara dengan laki-laki dengan dapat bekerja dan berpendidikan tinggi.
Komentar