Keadilan Semakin Sulit Diraih Tedi Hartono | Kasus Merek TRASSO Di anak tirikan DJKI

Jakarta–satunusantaranews.co.id. Teddy Anggoro, pengacara dari Tedi Hartono, seorang pengusaha baja ringan, mengungkapkan kekecewaannya terhadap Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) yang tidak hadir dalam persidangan terkait gugatan merek "Trasso." Menurutnya, ketidakhadiran DJKI menghambat upaya kliennya untuk mencari keadilan dalam perseteruan merek dengan perusahaan besar.

"Pendaftar merek, dalam hal ini Pak Tedi, menjadi kewalahan mencari keadilan. Sampai saat ini, DJKI tidak hadir di persidangan, sehingga kami harus memperjuangkan haknya sendiri," ujar Teddy Anggoro dalam pernyataannya.

Seorang pengusaha baja ringan, Tedi Hartono, yang dikenal melalui penjualan produk merek Kasolun, Kasomax, Trasso, dan Sunplus, kini tersandung masalah hukum.

Tedi, yang memiliki reputasi menjual produk berkualitas dengan harga lebih murah dibandingkan pesaingnya, termasuk Tatalogam, mendapat perhatian lebih dari perusahaan pesaing tersebut.

Lebih lanjut, Pengusaha baja tersebut angkat bicara mengenai alasannya untuk membatalkan merek "Kaso." Menurut Tedi, tindakannya bukan dilandasi kepentingan pribadi, melainkan untuk kepentingan umum.

"Sebenarnya, niat saya membatalkan merek 'Kaso' bukan untuk pribadi. Gugatan ini menjadi semacam warisan. 'Kaso' itu kata umum, seperti kata 'martabak.' Martabak adalah nama makanan, tapi kalau didaftarkan sebagai merek, pasti orang-orang akan komplain," ujar Tedi Hartono, pemilik produk Kasomax dan Kasolum, dalam keterangannya.

Tedi Hartono menjelaskan bahwa istilah "Kaso" sudah lama digunakan di kalangan industri baja dan konstruksi sebagai istilah umum untuk menyebut rangka atau batang baja. Dia berpendapat bahwa mendaftarkan kata umum sebagai merek adalah tindakan yang dapat memonopoli bahasa sehari-hari dan berpotensi merugikan banyak pelaku usaha lainnya.

"Jika kata-kata umum seperti 'Kaso' bisa didaftarkan sebagai merek, itu berarti banyak istilah lain yang bisa diklaim, dan pada akhirnya menghambat kreativitas serta kebebasan berbisnis," tambahnya.

Tatalogam, yang merasa terintimidasi dengan keberadaan produk Tedi Hartono yang dianggap memiliki kualitas sebanding namun lebih terjangkau, melayangkan gugatan hukum kepada Tedi. Mereka menuduh Tedi melakukan pelanggaran merek dagang dengan memiripkan nama produk yang dapat membingungkan konsumen.

Dalam laporannya, Tatalogam menyatakan bahwa merek Kasolun dan Kasomax yang dijual Tedi terlalu mirip dengan produk unggulan mereka. Alhasil, Tedi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.

Namun, meski Tedi kini tengah menghadapi proses hukum, terdapat spekulasi bahwa pihak pelapor tidak memiliki kuasa penuh untuk memenangkan kasus ini. Banyak pihak menilai bahwa merek yang digunakan Tedi, seperti Kasolum dan Kasomax, cukup berbeda untuk diakui sebagai merek dagang yang sah.

Kasus ini melibatkan pertikaian antara merek besar "Taso" dan merek "Trasso," yang dimiliki oleh kliennya, Tedi Hartono. Menurut Anggoro, merek "Taso," yang dimiliki oleh perusahaan besar, secara tidak adil mengganggu eksistensi perusahaan kecil seperti "Trasso." Dia menegaskan bahwa persaingan seharusnya terjadi di pasar, bukan melalui gugatan hukum.

"Harusnya mereka fight aja di pasar, bukan dengan menyerang melalui jalur hukum," tegas Anggoro.

Ia berharap bahwa pengadilan bisa melihat fakta-fakta yang jelas menunjukkan bahwa merek "Taso" tidak memiliki dasar kuat untuk mengajukan gugatan terhadap "Trasso."

"Harapan kami, gugatan 'Taso' ini bisa ditolak oleh pengadilan," tambahnya.

Terkait aspek hukum, Anggoro juga menjelaskan bahwa kasus pidana ini bisa berjalan hanya jika perkara perdata terbukti.

"Jika sidang perdata ini menunjukkan kebenaran yang kami sampaikan, kami berharap hakim dapat menegakkan keadilan," tegasnya.

Kasus ini menyoroti persaingan ketat di industri baja, di mana pemain besar seperti Tatalogam merasa terancam dengan inovasi dan harga kompetitif yang ditawarkan oleh pengusaha seperti Tedi.

Sementara itu, Tedi tetap yakin bahwa produk-produknya tidak melanggar aturan dan akan terus memperjuangkan haknya di pengadilan.

Sebagai informasi, pengacara Tedi Hartono, mengungkapkan bahwa kasus ini sudah empat kali melalui sidang pembuktian di pengadilan.

"Saat ini, kami telah menghadapi empat kali sidang pembuktian secara offline setelah sebelumnya menjalani beberapa sidang online," ujarnya.

Penulis:

Baca Juga