Kebijakan Mendikbud, Program Organisasi Penggerak Menuai Kontroversi Publik
satunusantaranews, Jakarta - Kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), dalam Program Organisasi Penggerak (POP) menuai kontroversi di publik, dan disesalkan mengakibatkan mundurnya tiga organisasi besar Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah dan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) dalam Program Organisasi Penggerak (POP).
Kebijakan Mendikbud kembali membuat gaduh. Sejak dilantik hingga saat ini, banyak kebijakan Mendikbud menuai kontroversi. Kebijakan kontroversi Mendikbud sebelumnya yakni penghapusan nomenklatur pendidikan masyarakat dan kesetaraan, serta pembayaran iuran sekolah melalui Gopay, maupun kerja sama Kemdikbud dengan Netflix.
"Jadi baginya, cukup ironi, tiga organisasi besar mundur diri dari POP. Mestinya yang malu dan mengundurkan diri dari POP ini, Sampoerna Foundation dan Tanoto Foundation bukan NU Muhammadiyah dan PGRI, " tegas Ali Zamroni, Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi Gerindra di Jakarta (27/7).
Hal tersebut, menyusul terbitnya surat Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) tertanggal 17 Juli 2020, Nomor 2314/B.B2/GT/2020 yang berisi Pemberitahuan Hasil Evaluasi Proposal Program Organisasi Penggerak (POP), dimana terdapat 156 organisasi yang terpilih untuk mendapatkan dana APBN antara Rp. 1-20 milliar untuk menjalankan program-programnya. Dengan total pembiayaannya dibebankan pada APBN senilai Rp.600 Miliar.
Dan ada dua pihak swasta dalam daftar nama organisasi terpilih yakni Sampoerna Foundation dan Tanoto Foundation. Sehingga tak ayal kebijakan tersebut mengakibatkan tiga organisasi besar Lembaga Pendidikan (LP) Ma'arif Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah dan PGRI mundur lantaran tak jelasnya kriteria seleksi organisasi POP tersebut, papar Ali Zamron. Selain itu, dari informasi yang diperolehnya beberapa organisasi seperti Muslimat NU, Aisyiyah, maupun IGNU tidak lolos seleksi dalam POP tersebut.
Politikus dari Fraksi Partai Gerindra ini pun menilai POP sarat konflik kepentingan karena Sampoerna Foundation dalam POP memperoleh kategori Gajah sehingga memperoleh dana Rp 20 Miliar. Sehingga patut diduga, lantaran Dirjen GTK Kemdikbud, Iwan Syahir yang menandatangani SK penetapan organisasi POP itu, merupakan mantan Dekan di Universitas Sampoerna, tambahnya.
Meski demikian, Ali Zamroni mengapresiasi atas adanya POP yang bermanfaat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan pendidikan. Ali meminta agar badan independen SMERU yang melakukan seleksi kepada organisasi dalam POP tersebut bersikap transparan mengenai proses dan hasil seleksi terhadap organisasi yang lolos dalam POP.
"Kami apresiasi SMERU telah melakukan evaluasi dan sebaiknya hasil penilaian ini diberitahukan pada peserta untuk perbaikan ke depannya. Organisasi yang tak lolos, harus diberitahu kenapa tidak lolos, apa sebabnya, kekurangannya apa," jelas Ali Zamroni seraya berharap agar POP tetap diteruskan dan alokasi anggarannya dibuat lebih fleksibel sesuai kriteria tertentu.
Sementara itu, Mendikbud Nadiem Makarim, pada Jumát (24/7/2020) menyatakan pihaknya akan melakukan evaluasi lanjutan untuk menyempurnakan program tersebut setelah pemerintah menerima masukan dari berbagai pihak terkait POP.
Komentar