Kebut Penyusunan RUU Perubahan Energi Baik Dari Sisi Akademik Maupun Implementasi di Lapangan

Kebut Penyusunan RUU Perubahan Energi Baik Dari Sisi Akademik Maupun Implementasi di Lapangan
Kebut Penyusunan RUU Perubahan Energi Baik Dari Sisi Akademik Maupun Implementasi di Lapangan

satunusantaranews, Jakarta - Komite II DPD RI menyusun RUU tentang Perubahan Atas UU No. 30 tahun 2007 tentang Energi. Untuk mencari masukan yang komprehensif terhadap RUU tentang Perubahan Atas UU No. 30 tahun 2007 tentang Energi ini baik dari sisi akademik maupun dari sisi implementasi di lapangan.

Wakil Ketua Komite II DPD RI Lukky Semen mengakui bahwa dirinya khawatir terdapat tumpang tindih regulasi jika RUU tentang Perubahan Atas UU No. 30 tahun 2007 tentang Energi tetap dilakukan. Lantaran, proses harmonisasi RUU Energi Baru dan Terbarukan juga terus berjalan.

“Di sisi lain, kebijakan optimalisasi Energi Baru dan Terbarukan juga sebenarnya sudah tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 79 tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional,” ucapnya saat memimpin RDPU di Gedung DPD RI, Jakarta (11/8).

Senator asal Sulawesi Tengah ini juga berharap Indonesia dapat mendorong energi dalam negeri, walaupun membutuhkan biaya yang cukup besar. Namun, Komite II DPD RI merasa bahwa RUU tentang Perubahan Atas UU No. 30 tahun 2007 tentang Energi tidak hanya berbicara soal transisi energi, melainkan juga bagaimana RUU ini ke depannya dapat menjadi alat untuk mendorong terpenuhinya pemerataan akses seluruh masyarakat kita terhadap sumber energi.

“Termasuk mendorong terpenuhinya pemerataan akses yang berada di daerah terpencil dan pulau-pulau terluar,” harapnya.

Sementara itu, Anggota DPD RI asal Provinsi Kalimantan Barat Christiandy Sanjaya berharap RUU tentang Perubahan Atas UU No. 30 tahun 2007 tentang Energi ini bisa 100 persen mengakomodir dan menjawab harapan dari daerah-daerah. Dirinya juga menilai bahwa RUU ini rawan dimanfaatkan oleh segelintir oknum yang tidak bertanggungjawab.

“Jangan sampai RUU ini nantinya dimanfaatkan oleh segelintir orang. Kita perlu kawal ini terus,” tuturnya.

Selain itu, Anggota DPD RI asal Provinsi Bali Made Mangku Pastika mengaku heran daerah-daerah penghasil energi justru malah miskin. Untuk itu, hal seperti ini harus dimasukkan ke dalam usulan RUU tentang Perubahan Atas UU No. 30 tahun 2007 tentang Energi.

“Saya merasa heran daerah penghasil energi justru malah miskin, makanya kita harus mengatur dalam RUU tentang Perubahan Atas UU No. 30 tahun 2007 tentang Energi ini. Bagaimana memasukkan daerah bagi hasil, agar diarahkan pemanfaatannya untuk daerah penghail energi ini,” harapnya.

Pada kesempatan ini, Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan Bisman Bhaktiar mengapresiasi DPD RI atas inisiatif RUU tentang Perubahan Atas UU No. 30 tahun 2007 tentang Energi. Menurutnya keadaan kriris dan darurat energi seperti saat ini perlu ada rumusan yang jelas dan terukur.

“Darurat energi perlu siapa yang berwenangan menetapkan, maka perlu ada ketentuan tentang penetapan krisis dan darurat energi dalam skala nasional, daerah, dan kawasan tertentu,” paparnya.

Di kesempatan yang sama, Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Surya Darma mengatakan dalam dua bulan terakhir dunia diguncang krisis energi. Ia menilai bahwa Indonesia mengalami dampak dari krisis energi dunia namun tidak merasakan, karena Indonesia menggunakan energi fosil.

“Dari energi fosil yang digunakan 90 persen impor, 10 persen dalam negeri, energi terbarukan hanya 10 persen. Sedangkan dari segi tenaga listrik bersumber dari batu bara, di sisi lain kita menginginkan pengurangan emisi karbon,” imbuhnya.

Direktur Institut Energi Pertambangan dan Industri Strategi Lukman Malanuang juga mengacungkan jempol kepada DPD RI karena sebagai inisiator RUU tentang Perubahan Atas UU No. 30 tahun 2007 tentang Energi. RUU ini diharapkan bisa menjadi lebih bermanfaat bagi daerah, karena selama ini daerah yang kaya Sumber Daya Alam (SDA) mengalami ‘kutukan’.

“Mudah-mudahan RUU tentang Perubahan Atas UU No. 30 tahun 2007 tentang Energi ini bisa memutus kutukan daerah penghasil SDA. Karena daerah penghasil SDA seperti kutukan justru krisis energi, tertinggal dan miskin,” paparnya.

Penulis: Kahfi
Editor: Nawasanga

Baca Juga