Kedepan Demokrasi Kita Harus Bebas Dari Politik Identitas

satunusantaranews, Jakarta - Pemilihan umum serentak akan dilaksanakan kurang lebih tiga tahun lagi, yaitu pada tahun 2024. Namun partai politik dan beserta para calon yang akan meramaikan bursa Pemilihan Presiden kedepan telah melakukan langkah-langkah persiapan menuju hari "H" nantinya.

Sabtu (8/5) Wakil Ketua DPD RI, Sultan B Najamudin berharap Pemilu kedepan, khusus pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dapat diwarnai dengan hadirnya poros-poros kekuatan politik yang selalu menjaga ruh demokrasi dan kebhinekaan bangsa Indonesia. Tentu kita semua berharap pemilu 2024 adalah pesta rakyat yang tetap mengedepankan kesatuan dan keutuhan bangsa Indonesia.

"Semua poros politik yang dibentuk berkewajiban dalam mewujudkannya", ujar Sultan.

Sultan juga memberikan tanggapan terhadap wacana pembentukan poros partai politik (Parpol) Islam 2024 sebagai upaya membangun kekuatan demokrasi dan persatuan yang lebih kuat. Tentu kita menyambut baik terhadap (penyatuan) skema kekuatan politik yang dibangun atas dasar menjaga kehidupan demokrasi secara fundamental.

"Yaitu memperkokoh persatuan dan kesatuan. Termasuk poros (parpol) Islam yang sedang ramai diwacanakan, ataupun poros parpol lainnya yang juga mungkin dibentuk", tambah Sultan.

Hanya saja menurut senator muda asal Bengkulu tersebut bangsa Indonesia harus belajar dari pengalaman pada Pilkada dan Pilpres sebelumnya. Ada kondisi dimana isu agama dalam ruang politik bertolak belakang dari semangat demokrasi yang kita inginkan. Yang terjadi malah pembelahan diantara masyarakat.

Terjadi polarisasi politik identitas yang sulit untuk disatukan kembali didalam kelompok masyarakat maupun elit politik. Apapun nama porosnya harus memenuhi prasyarat demokrasi, agar yang pernah terjadi tidak akan berulang kembali, yaitu selama elit politik yang ada didalamnya memiliki kesamaan niat dalam menjaga keutuhan bangsa.

"Dan meletakkan isu pembangunan adalah domain utama dengan mengesampingkan isu-isu sensitif dan memecah belah, saya kira tidak ada persoalan", tegas Sultan.

Sultan juga menjelaskan bahwa poros politik yang dibangun harus memiliki platform kebijakan pembangunan yang akan diperjuangkan. Seperti apa kebijakannya dan bagaimana cara mewujudkannya. Jika kita semua memiliki kesadaran dalam titik itu, maka tidak akan ada masalah dalam penamaan apapun di kutub kekuatan politik.

Selama ini yang menjadi akar masalahnya adalah hampir tidak ada grand design kebijakan pembangunan yang ditawarkan partai politik terhadap publik secara mengakar. Setiap kontestasi dalam Pemilu hanya bermain di isu-isu subjektif, pragmatis dan sarat kepentingan.

"Seandainya setiap partai politik memiliki warna dan ideologi perjuangan politik, maka yang dihadapkan oleh pemilih nantinya adalah road map pembangunan bangsa Indonesia dimasa yang akan datang, tak ada hal lain", tutur Sultan.

Jadi, urai Sultan bahwa tantangan utama yang kita hadapi adalah menjadikan seluruh aktifitas politik diruang demokrasi sebagai proses transformasi pendidikan politik kepada masyarakat. Ada proses pencerdasan yang terjadi diruang publik dalam mengupas visi pembangunan yang ditawarkan oleh para stakeholder politik.

Adapun hasil sigi Lembaga Survei Indonesia (LSI) menempatkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan partai politik dalam dua posisi terbawah lembaga yang dipercaya publik. Dari survei yang digelar 25-31 Januari 2021 itu, sebanyak 71 persen responden menyatakan percaya kepada DPR dan 65 persen yang percaya kepada partai politik.

Hasil senada juga tercatat dalam survei Indikator Politik Indonesia periode 1-3 Februari 2021. Tingkat kepercayaan kepada parpol juga berada di urutan buncit sebesar 47 persen, kemudian DPR dengan 52,6 persen.

Kesimpulannya tandas sultan bahwa trust pada partai politik kurang dari separuh warga dan paling rendah dibanding sejumlah lembaga publik lainnya. Maka Parpol harus segera berbenah dan mengharuskan kepada setiap hal yang ditawarkan dalam konsepsi politik mesti berada pada ruang ide dan gagasan dalam jalan menuju kemakmuran.

"Masyarakat harus sadar ketika ia telah memberikan mandat dan menentukan pilihan, artinya ia yakin akan ada harapan serta kebermanfaatan terhadap arah serta tujuan dari bentuk blueprint pembangunan. Sebab demokrasi yang sehat itu bukan bicara hanya pada 'siapa' yang akan memimpin, tapi juga 'bagaimana' cara yang akan dilakukan selama periodesasi kepemimpinannya", tutupnya.

Penulis: Gharib
Editor: Bambang P

Baca Juga