Satunusantaranews–Jakarta, Komisaris BCI Kembali Temui Kepala KPKNL Jakarta 1, Setelah pekan lalu mendatangi Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Jakarta 3, terkait penagihan terhadap PT Varia IndoPermai (PT VIP), penjamin Bank Centris dalam perjanjian jual beli promes dengan Bank Indonesia, pemilik Bank Centris Internasional (BCI) yang sudah beku operasi sejak 4 April 1998, Andri Tedjadharma, Senin pekan ini mendatangi KPKNL Jakarta 1.
Andri datang menemui Ketua KPKNL 1 setelah menerima surat KPKNL terkait tagihan BCI yang nilainya dikoreksi dari Rp812 milyar menjadi Rp4,5 triliun.
Usai bertemu dengan Ketua KPKNL itu, kepada awak media, Andri Tedjadharma menegaskan, Bank Centris Internasional bukan obligor BLBI. Dia katakan, Bank Centris tidak termasuk bank dalam skema Perjanjian Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS), melalui skema Master Settlement And Aquitition Agreement (MSAA), Master Refinancing and Note Issurance Agreement (MRNIA) dan Akta Pengakuan Utang (APU).
“BPPN menggugat kami melalui proses pengadilan, sehingga keputusan pengadilan sebagai acuan dalam bertindak. Tidak ada pihak lain yang boleh melakukan tindakan di luar pengadilan,” tegas Andri.
Dia menjelaskan, melalui akte no 47, Bank Centris telah melakukan gadai saham ke Bank Indonesia. Artinya, saham Bank Sentris sudah menjadi milik Bank Indonesia. Kedua, melalui akte nomor 46, Bank Centris juga melakukan perjanjian jual beli promes ke Bank Indonesia. Nilainya Rp490 milyar. Namun, dalam proses selanjutnya, terbukti Bank Indonesia menjual promes nasabah Bank Centris itu ke BPPN dengan akte nomor 39 sebesar Rp629 milyar.
Perbuatan BI menjual promes Bank Centris ke BPPN dengan akte nomor 39 itu adalah salah. Sebab, di akte 46 pasal 3 disebutkan Bank Indonesia tidak boleh menagih karena promes tersebut sudah dijamin dengan tanah seluas 452 hektar milik PT Varia Indo Permai.
“Menagih saja tidak boleh, apalagi menjual kepada pihak lain. Ini juga berarti akte no. 39 cacat hukum,” lantang Andri seraya menambahkan Bank Centris ditutup pada 4 April 1998 di mana saat itu perjanjian akte 46 sedang berlangsung sampai Desember 1998 dan belum diselesaikan oleh Bank Indonesia sampai hari ini.
Tegasnya, kata Andri, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) punya hak tagih yang tidak berkekuatan hukum. Dan, kalau pun ingin menagih, yang bisa dilakukan Kemenkeu adalah menagih Bank Indonesia dengan membatalkan surat utang negara sebesar Rp629 milyar
“Centris tidak bisa ditagih oleh Kemenkeu atau pun Bank Indonesia. Karena, dari pertamanya Bank Indonesia tidak pernah mencairkan dana ke Bank Centris. Terjadinya hal ini karena dari pertama Bank Indonesia tidak jujur kepada Kemenkeu tentang perjanjian jual beli promes dengan jaminan dari Bank Centris yang tertuang pada akte 46. Kemudian, Bank Indonesia tidak mencairkan dana ke Bank Centris,” jelas Andri.
Dia menambahkan, dari pertama Bank Indonesia tidak pernah dilibatkan dalam proses pengadilan sehingga terjadi simpang siur karena kurang pihak, dan BPPN menggugat hanya berdasarkan akte 39.
“Sekarang sudah terbuka semua. Karena itu, jalan yang sebenarnya harus dilakukan oleh semua pihak adalah tidak menjadikan pemegang saham Bank Centris tercatat sebagai penanggung hutang pada negara,” imbuh Andri.
Patut diketahui, sejak Bank Centris menjadi bank beku operasi (BBO) pada 4 April 1998, Bank Centris dituding menerima dana BLBI atau obligor BLBI. Namun, hal ini ditolak keras oleh Bank Centris yang menyatakan tidak pernah menerima dana BLBI seperak pun.
Lantaran itu, pada tahun 2000, BPPN menggugat Bank Centris. Hasilnya, Terbukti dalam proses pengadilan di PN Jakarta Selatan, Bank Centris memang tidak menerima duit BLBI.
“Kalau uang BLBI yang dipersoalkan gak ada, otomatis semua akte dan keputusan apapun itu menjadi sirna. Ga ada maknanya,” kata Andri.
Dari pengadilan di PN Jaksel itu pula terungkap dan terbukti, Bank Indonesia tidak mencairkan uang atas perjanjian jual beli promes Bank Centris dengan jaminan pada akte 46, ke nomor rekening Bank Centris, yakni norek 523.551.0016. Bank Indonesia terbukti mencairkan ke norek rekayasa yakni norek 525.551.000.
Norek rekayasa itu norek pribadi yang mengatasnamakan bank yang bukan milik Bank Centris asli. Tertulis Bank Centris (Individual) sehingga terjadi dua rekening atas nama Bank Centris di Bank Indonesia.
“Perlu diketahui, di Bank Indonesia satu bank peserta clearing hanya punya satu nomor rekening, karena itu kita sebut ada praktik bank di dalam bank di tubuh Bank Indonesia,” jelas Andri.
Andri lanjut mengatakan, pernyataannya itu bukan untuk mencari kesalahan dan menyalahkan orang lain, melainkan hanya ingin memberikan kebenaran yang diakui bersama.
“Pernyataan saya ini berdasarkan bukti-bukti yang sudah diperiksa dan disahkan oleh hakim majelis yang mengadili perkara Bank Centris di pengadilan dengan bukti-bukti yang datangnya dari BPPN sehingga tidak bisa dibantah oleh semua pihak yang sedang berperkara dalam perkara ini,” pungkasnya.
Sementara itu, Ketua KPKNL Jakarta 1 yang juga ditemui awak media mengatakan, KPKNL sebuah lembaga yang mendapat tugas untuk menagih dengan data-data pelimpahan dari instansi lain.
Menjawab pertanyaan apa yang disampaikan KPKNL 1, KPKNL 3 maupun Satgas BLBI bertolak belakang dengan bukti-bukti hukum yang disampaikan Bank Centris, Ketua KPKNL tidak membantah. “Silahkan saja. Itu versi Pak Andri,” ujarnya.
Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Jakarta I melayangkan surat Koreksi Besaran Piutang Negara atas nama PT Bank Centris Internasional (Bank Beku Operasi) tertanggal 16 Agustus 2023.
KPKNL Jakarta I telah menerima pengurusan piutang negara atas nama Bank Centris Internasional (BBO) berdasarkan Surat Penerimaan Pengurusan Piutang Negarea Nomor SP3N-15/PUPNC.10.01/2012 tanggal 21 Desember 2012 dan Surat Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 1688K/Ptd/2003 tanggal 04 Januari 2006.
Surat tersebut berisikan koreksi besaran hutang dari Desember 1997 sebesar delapan ratus dua belas milyar menjadi empat triliun lima ratus empat puluh dua milyar per Juni 2023.
Leave a Comment