satunusantaranews, Jakarta – DPD RI melakukan fit and proper test calon anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang akan menggantikan anggota BPK Barullah Akbar yang akan berakhir masa jabatannya 27 Oktober 2021 mendatang. Ketua Komite IV DPD RI Sukiryanto memimpin fit and proper test ini didampingi pimpinan Komite IV lainnya yakni Elviana, Novita Annakotta, dan Casytha A Kathmandu. Selain dihadiri pula Wakil Ketua DPD RI Sultan B Najamudin.
Fit and proper test memfokuskan pada penilaian kompetensi dan integritas calon, setelah itu kemudian DPD RI membuat daftar peringkat calon yang paling direkomendasikan kepada DPR RI. Fit and proper test dilakukan terhadap 16 calon anggota BPK RI yang berlangsung 10-11 Agustus 2021.
Hari pertama (10/8) digelar fit and proper test untuk Dori Santoso, Kristiawanto, Blucer Welington Rajagukguk, Muhammad Syarkawi Rauf, Shohibul Imam, Muhammad Komarudin, Dadang Suwarna, dan R Hari Pramudiono.
Dalam kesempatan tersebut, Anggota Komite IV Jimly Asshiddiqie menanyakan pandangan calon anggota BPK dalam pengembangan BPK terhadap persepsi bahwa BPK sebagai lembaga ekonomi atau lembaga keuangan.
“Padahal di banyak negara, lembaga seperti BPK disebut pengadilan dan punya dua fungsi, preventif dan korektif,” tutur Jimly.
Tetapi ia menekankan agar BPK dapat melaksanakan fungsi preventif. “Kalau tujuannya memenjarakan, penjara sudah penuh. Makin banyak kasus post BPK berarti BPK tidak berhasil, makin sedikit maka BPK berhasil,” tegas Senator dari DKI Jakarta ini.
Wakil ketua Komite IV DPD RI, Elviana mempertanyakan kenapa hasil pemeriksaan BPK tidak selaras dengan kesejahteraan rakyat. Elviana pun menanyakan mengenai tanggapan calon anggota BPK mengenai hubungan penganggaran sistem sampling dan kualitas pemeriksaan.
Sementara itu, Senator dari Sulawesi Tenggara, Amirul Tamim mengatakan meski BPK mengeluarkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) kepada instansi/lembaga dan pemerintahan daerah, tetapi kebocoran keuangan negara masih sangat besar. Ia pun menganggap bahwa hasil pemeriksaan keuangan negara yang dilakukan oleh lembaga yang diberikan amanah oleh konstitusi antara opini WTP dengan kebocoran keuangan negara belum sejalan.
“Kita tahu bahwa BPK selalu melakukan pemeriksaan di akhir. Sementara pemerintah juga memiliki auditor internal, yaitu BPKP. Saya ingin memperoleh pandangan bagaimana koordinasi dan sinergitas dengan BPKP. Kalau BPK, BPKP, dan DPD RI bersinergi, kita bisa melihat hasil-hasil yang menyelematkan keuangan negara,” katanya.
Senator DPD RI lainnya, Ajiep Padindang berkomentar bahwa BPK tidak pernah menyerahkan sesuatu yang harus ditindaklanjuti oleh aparat penegah hukum (APH). Sejumlah temuan hasil pemeriksaan BPK berujung pada kompromi, membiarkan, ataupun menunggu terus. Ia mengaku bingung apakah permasalahan tersebut terdapat di tingkat jajaran kesekjenan atau di Anggota BPK.
Terkait sistem pemeriksaan dan data digital, Senator dari Bangka Belitung, Darmansyah mengkhawatirkan jika sistem digital digunakan di BPK, akan berjalan tidak maksimal. Karena SDM yang ada saat ini belum memiliki kompetensi dalam pengelolaan data digital. Dirinya juga khawatir akan adanya potensi kebocoran data seperti yang terjadi di kasus e-KTP. Padahal data pemeriksaan merupakan sebuah rahasia negara.
“Persoalannya kita harus punya pengembangan sistem sendiri karena rahasia data ini penting. Jangan sampai seperti e-KTP, sudah banyak yang bocor karena bukan kita yang pegang. Apakah bapak punya rencana pengembangan sistem ini termasuk SDM nya. Karena ini kunci penting atas pelaksanaan sistem tersebut, karena ini yang menjadi kelemahan di Indonesia,” ucapnya.
Sebagai informasi, di hari kedua (11/8), Komite IV DPD RI akan melakukan fit and proper test kepada delapan calon anggota BPK Lainnya. Kedelapan orang tersebut adalah Nyoman Adhi Suryadnyana, Harry Zacharis Soeratin, Nelson Humiras Halomoan, Teuku Surya Darma, Laode Nusriadi, Encang Hermawan, Mulyadi, dan Widiarto.
Leave a Comment