satunusantaranews, Jakarta – Pemerintah menggaungkan seruan cinta produk lokal dan benci produk luar negeri. Ajakan ini penting agar konsumsi produk dalam negeri termasuk buah lokal. Komite II DPD RI menilai kampanye cinta produk lokal menjadi momentum juga bagi petani untuk kembali bangkit meningkatkan produksi komoditas pangan dalam negeri.
Ini momentum untuk memperkuat ekonomi nasional. Masyarakat juga harus sadar bahwa produk dalam negeri jauh lebih berkualitas dibanding produk luar negeri, kata anggota Komite II Denty Eka Widi Pratiwi (9/3).
Untuk itu senator asal Jawa Tengah itu berharap penguatan produk lokal lebih digencarkan dari sisi implementasi supaya mengangkat perekonomian warga serta mengurangi impor.
Dalam hal ini Komite II sangat mengapresiasi apa yang dilakukan oleh Bupati-Wakil Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani-Sugirah dalam usaha menggalakkan konsumsi buahan lokal. Dia mewajibkan seluruh dinas, BUMN, BUMD, dan swasta di Banyuwangi untuk mengonsumsi buah hasil budidaya petani lokal pada setiap kegiatan yang digelar.
“Kebijakan ini sangat bagus karena itu implementasi langsung dari gerakan cinta produk lokal, terutama buah. Konsumsi buah lokal di setiap instansi itu bisa untuk mengangkat prestise hasil kerja keras para petani lokal tidak hanya di Banyuwangi saja. Kedepannya tentu mampu mewarnai pasar hortikultura nasional,” lanjutnya.
Denty berharap kebijakan tersebut bisa diadopsi oleh daerah lain karena akan mampu mendongkrak perekonomian masyarakat. Kebijakan penguatan tersebut tidak hanya sektor pertanian namun bisa juga pada produk lokal sektor lain.
“Produk lokal yang dikuatkan dengan kebijakan itu disesuaikan dengan keunggulan masing-masing daerah. Di Banyuwangi yang dikuatkan buah lokalnya, daerah lain produk UMKM-nya atau produk sektor lain sesuai kekhasan daerah masing-masing. Yang penting semuanya untuk peningkatan ekonomi masyarakat,” ujar Denty.
Sebenarnya, menurut Denty, gerakan konsumsi buah lokal bisa diimplementasikan secara nasional. Misalnya kewajiban penggunaan buah lokal dalam penyajian atau jamuan berbagai acara baik tingkat daerah, nasional maupun even internasional. Kemudian hotel-hotel, restoran, pusat perbelanjaan dan tempat wisata juga mempunyai kewajiban yang sama.
“Di sini perlunya pemerintah membuat kebijakan atau regulasi agar skema itu terlaksana dan penggunaan buah lokal ini bisa lebih meluas. Kalau ini terwujud, saya kira hasilnya lebih signifikan,” jelasnya.
Di sisi lain wanita kelahiran Temanggung, 4 Juli 1975 itu mengingatkan pentingnya menjaga kualitas dan mutu buahan lokal. Sebab usia konsumsi buah lokal sangat pendek.
“Para petani buah perlu didampingi oleh penyuluh pertanian dalam proses produksinya, mulai dari pemilihan bibit, penanaman, perawatan, saat panen dan distribusinya. Agar buah yang sampai ke tangan konsumen bermutu baik, terjaga kualitasnya dan tetap fresh,” ucap dia.
Sejauh ini, menurut Denty sebenarnya Indonesia mampu menghasilkan kualitas buah-buahan yang tak kalah di tingkat global. Artinya selain untuk konsumsi pasar domestik, buahan lokal memiliki potensi untuk ekspor.
Seperti misalnya manggis, pisang, nanas, jeruk dan salak yang sekarang ini memiliki permintaan tinggi dari berbagai negara. Bahkan ekspor utama buah nanas lokal Indonesia ke Amerika Serikat, Belanda, Spanyol, Jerman, dan Jepang, telah mencapai Rp 1,5 triliun per tahun.
“Saya berharap, kita bersama-sama saling mendukung gerakan cinta produk lokal dengan konsumsi buah nusantara. Demi menjaga optimisme di tengah kondisi pelemahan ekonomi,” katanya lagi.
Denty mendorong pemanfaatan media digital untuk membangun kesadaran masyarakat agar mengonsumsi buah lokal. Selain itu supaya masyarakat memperoleh informasi berbagai buahan okal kekayaan alam Indonesia.
“Harus digalakkan lewat kampanye di berbagai platform media sosial, di berbagai media massa online, penyelenggaraan webinar nasional atau bisa berbentuk bazar-bazar. Sehingga masyarakat lebih tahu produk buahan lokal kita dan tak ragu lagi untuk mengkonsumsi,” pungkasnya.
Leave a Comment