Jakarta, satunusantaranews.co.id – Menyimak persidangan gugatan Rp11 Triliun Andri Tedjadharma atas perbuatan melawan hukum Kementerian Keuangan (Tergugat I) dan Bank Indonesia (Tergugat II), di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, semakin menarik.
Pasalnya, gugatan Rp11 Triliun Andri tersebut memunculkan kekisruhan antara Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia terkait lahan jaminan milik PT Varia IndoPermai (VIP) yang menjadi jaminan PT Bank Centris Internasional dalam jual beli promes ke Bank Indonesia seperti tertuang di Akta 46.
Lahan 452 hektar menjadi kisruh antara tergugat I dengan tergugat II, lantaran tergugat I dalam suratnya kepada Andri Tedjadharma menyatakan tidak pernah menerima lahan jaminan tersebut. Sementara BI melalui kuasa hukumnya, Asep, menyatakan BI sudah menyerahkan ke BPPN pada saat pengalihan hak tagih.
Menanggapi kekisruhan itu, Andri Tedjadharma mengatakan, dalam agenda pembuktian di persidangan, nantinya akan semakin jelas terlihat siapa yang bertindak lalim dan siapa yang diduga menggelapkan aset.
“Kemenkeu berada dalam posisi serba salah. Jika mereka menerima bahwa telah terjadi kesalahan, maka mereka salah dalam menagih. Sebaliknya, jika mereka tidak menerima, maka Akta 39 yang menjadi rujukan penagihan batal demi hukum. Artinya, Kemenkeu telah melakukan tindakan sewenang-wenang tanpa dasar yang sah dengan menagih dan menyita harta saya, yang tidak ada kaitannya dengan masalah Bank Centris,” ujarnya kepada wartawan di kantornya di Meruya Jakarta, Senin (22/7) sore.
Sementara itu, sambung Andri, BI juga diduga melakukan kesalahan dengan menyembunyikan, menghilangkan, dan menyalahgunakan jaminan. Parahnya, bila mereka memasang Hak Tanggungan peringkat kelima pada jaminan yang bukan milik Bank Centris, melainkan milik PT VIP ini.
Pemegang saham BCI ini, lebih jauh, mengungkapkan permasalahan semakin rumit dengan terungkapnya bahwa Akta 39 sebenarnya bukan ditujukan kepada BCI, melainkan kepada CIB. “Nominal Rp 629 miliar dalam Akta 39 berasal dari rekening CIB dengan nomor 523.551.000, bukan dari rekening BCI dengan nomor 523.551.0016. Dengan demikian, baik menerima atau tidak sertifikat itu, tetap saja Akta 39 bukan ditujukan kepada BCI, melainkan CIB,” jelasnya.
Ia menambahkan, perbuatan Kemenkeu menagih dalam gugatan di pengadilan dan mengeluarkan paksa bayar nomor 216 jelas salah alamat. Apalagi dengan melakukan blokir, sita, dan lelang terhadap aset yang tidak terkait dengan BCI. “Tindakan ini pasti melawan hukum,” tegasnya.
Kasus ini menimbulkan pertanyaan besar tentang keadilan dan transparansi dalam penagihan serta penyitaan aset di Indonesia. Apakah tindakan-tindakan ini benar-benar berdasarkan hukum yang sah atau ada kepentingan lain yang bermain? Agenda pembuktian di pengadilan diharapkan dapat mengungkap kebenaran dan memberikan keadilan bagi semua pihak yang terlibat.
Andri Tedjadharma berharap agar kasus ini segera terselesaikan demi masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang. Kejelasan hukum dan keadilan harus ditegakkan agar tidak ada lagi pihak yang dirugikan oleh tindakan sewenang-wenang tanpa dasar hukum yang jelas.
Leave a Comment