satunusantaranews, Bandung – Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, membicarakan pondasi bangsa, dalam sambutan secara virtual saat peletakan batu pertama pembangunan Masjid Yami Pondok Pesantren Barokaatul Musthofaa Terpadu, di Cimaung, Kabupaten Bandung (12/12). Dan peletakan batu pertama pembangunan masjid sama dengan sidang para pendiri bangsa di BPUPKI dan PPKI sebelum memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Keduanya sama-sama sebagai pondasi dalam menentukan bentuk dan bangunan. Yang satu sebagai bangunan masjid, satunya adalah bangunan bangsa. Karena itu peletakan batu pertama tidak bisa asal-asalan. Juga tidak boleh dilakukan sebelum gambar besarnya ada. Karena dari gambar besar itulah, kita bisa tentukan dimana dan sedalam apa pondasi dari bangunan ini diperlukan, ujarnya.
Dijelaskannya, peletakan batu pertama menentukan bentuk, luas, rencana desain dan gambar bangunan. Sehingga di dalam peletakan batu pertama, sudah tergambar, akan seperti apa bangunan tersebut dibangun.
“Hal seperti itu juga yang dilakukan para pendiri bangsa. Mereka dengan jiwa luhur, jati diri serta pola pikir sebagai negarawan, telah menentukan gambaran negara ini ke depan, melalui pondasi yang bisa kita baca di dalam Pancasila dan naskah Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945,” ucapnya.
Selanjutnya secara sepakat bahwa untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, maka sistem politik Indonesia menganut sistem Demokrasi Pancasila. Sistem demokrasi asli yang sesuai dengan DNA Indonesia, dilengkapi Konstitusi yang bernama Undang-Undang Dasar 1945.
“Ciri utama dari Demokrasi Pancasila adalah semua elemen bangsa ini, yang berbeda-beda, harus terwakili di dalam sebuah Lembaga Tertinggi di negara ini,” katanya.
Makanya dalam Konstitusi yang asli, sebelum ada Amandemen di tahun 1999 hingga 2002, MPR adalah Lembaga Tertinggi Negara. Di MPR ada anggota DPR yang merupakan representasi partai politik.
Terdapat anggota Utusan Daerah sebagai representasi seluruh daerah dari Sabang sampai Merauke. Juga anggota Utusan Golongan, yang merupakan representasi golongan-golongan yang ada di masyarakat.
“Setelah semua elemen bangsa terwakili kemudian mereka bermusyawarah mufakat untuk menentukan arah perjalanan bangsa ini. Sekaligus memilih Presiden dan Wakil Presiden untuk diberi mandat dalam menjalankan roda pemerintahan,” ujar Senator asal Jawa Timur itu.
Namun, setelah dilakukan Amandemen tahun 1999 dan 2002 lalu, demokrasi Pancasila berubah menjadi Demokrasi Liberal. Tidak ada lagi musyawarah, tetapi mengacu kepada Voting, dimana suara terbanyak bukan saja akan menang, tetapi memperoleh pembenaran, apapun isinya.
“Partai Politik kemudian menjadi penentu tunggal arah perjalanan bangsa ini. Hanya mereka yang bisa mengusung calon pemimpin bangsa, dan memutuskan Undang-Undang,” tuturnya.
Karena itulah, LaNyalla berharap bangsa ini kembali kepada Demokrasi Pancasila. Yang merupakan nafas sejarah perjuangan kemerdekaan bangsa ini.
“Kami di DPD RI akan terus berusaha sekuat tenaga untuk mengembalikan Jati Diri Sistem Demokrasi Pancasila,” tegasnya.
Leave a Comment