satunusantaranews, Jakarta – Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) sebagai sosok yang paling representasi sebagai perwakilan dari daerahnya. Atas pilihan langsung dari masyarakatnya. Berkisar dari 34 propinsi yang ada, atau jika dikalikan satu propinsi 4 (empat) wakilnya saja maka berkisar hanya 136 Senator, nampaknya belum dirasakan kehadirannya. Jangankan kehadirannya, suaranya pun bahkan hanya sayup – sayup terdengar saja.
Seperti diantara ada dan tiada. Sehingga seolah para Anggota DPD RI tak ada ‘taringnya’ ketika masyarakat daerah mengadu namun tidak ada implementasinya yang dirasakan masyarakat secara langsung. Anggota DPD RI hanya terkesan hanya bisa menghimbau pemangku kebijakan semata. Hal ini tentunya tak lebih baik dari Anggota DPR RI yang terkesan hanya menjadi ‘Cap Stempel’ – nya pemangku kepentingan semata.
Bagi masyarakat pun harapan kepada Anggota DPD RI menjadi ambigu, di satu sisi masyarakat membutuhkan tindakan langsung atau output yang pasti dari setiap problematika permasalahan di daerahnya untuk bisa direspon oleh pemangku kepentingan di Pusat. Sementara Anggota DPD RI yang dianggap perwakilan daerah yang paling mengerti daerahnya, yang mau berjuang tanpa pamrih untuk daerah asalnya. Namun tidak memiliki kekuatan politis melalui lembaganya sendiri yakni Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia.
Dan hampir umumnya masyarakat Indonesia, dari Sabang sampai Merauke, menghendaki Perwakilan Rakyat yang benar-benar mengerti, memahami, dan mengayomi masyarakatnya. Tanpa pamrih, tanpa embel – embel untuk kepentingan politis lewat latar belakang partai yang mendukungnya. Masyarakat Indonesia tidak membutuhkan hal tersebut. Masyarakat Indonesia membutuhkan Senator – Senator yang mau turun ke bawah bersama masyarakatnya membenahi dan membangun daerahnya. Jadi hati, pikiran, langkah dan perbuatan para Senator Daerah ini hanya untuk daerahnya bukan untuk siapa – siapa. Ini yang diinginkan dan menjadi pembeda dengan Anggota Dewan yang membawa kepentingan partainya.
Senator sebagai Anggota DPD RI sesungguhnya memiliki posisi tawar yang kuat di masyarakat Indonesia dari Sabang sampai Merauke, karena mereka berakar dari masyarakatnya. Bukan seperti yang berakar lewat partainya atau lewat kepentingan – kepentingan sesaatnya (meski hal tersebut harus ditelesuri lebih lanjut, tentunya, red).
Tentunya sangat tak bisa dibayangkan bila saja setiap satu Kabupaten/Kota saja bisa diwakili oleh ‘Satu Senator’ – nya saja, atau kira – kira sekitar 560 Senator itu. Mereka tak perlu berkantor di Jakarta, mereka cukup dibutuhkan untuk di Kabupaten/Kota-nya saja. Mereka cukup di rumah – rumah aspirasi yang mereka buat di daerahnya itu. Tentunya tak akan ada kebijakan pembangunan, atau permasalahan daerah yang tidak bisa ditangani untuk daerahnya.
Hal ini tidak saja menjadi ‘posisi tawar’ yang menarik untuk memuliakan kepentingan masyarakat daerah. Namun juga menjadi harapan penuh masyarakat kepada orang dari daerahnya sendiri yang menjadi wakil masyarakatnya untuk menyuarakan yang lantang di telinga para pemangku kepentingan di Pusat. Jika Bupati/Walikota sebagai kepanjangan tangan pemangku kepentingan Pusat di daerah, maka Senator yang berjumlah 560 orang ini Wakil Masyarakat Dari Daerahnya sendiri. Dan bukan ‘orang titipan’ yang membawa kepentingan partainya, yang nyata bukan dari daerah tersebut (seperti banyak terjadi selama ini, red).
Semoga ini menjadi pengingat dan harapan seluruh masyarakat Indonesia bahwa para senator yang kini baru berjumlah 136 orang ini, mewakili 34 Propinsi, sesungguhnya mereka bukan wakil kepentingan partainya, bukan kepentingan yang berdiri di belakangnya para cukong, tapi mereka wakil masyarakat sesungguhnya. Dan di usianya ke – 17 Tahun, DPD RI semakin solid dan kuat Menuju Sistem Bikameral dan menjadi 560 Senator sebagai suara rakyat daerah sesungguhnya.
Oleh: Bambang Priambodo, wartawan satunusantaranews.co.id
Leave a Comment