Hukum dan Peristiwa

Membongkar MT Great Marine, Membongkar Permainan Penutuhan Kapal

satunusantaranews, Batam – Adanya laporan mengenai penutuhan kapal, Mabes Polri telah memeriksa sejumlah pejabat Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Khusus Batam, yakni Kepala Seksi Penjagaan dan Penegakan Hukum KSOP Batam, Derita Adi Prasetyo dan Djoko Wiwin Sunarno selaku Petugas Syahbandar, untuk mencari bukti terkait hal tersebut.

Hal itu diketahui melalui surat tugas perjalanan keduanya yang ditandatangani Kepala KSOP Batam, Rivolindo, 18 Oktober 2021. Keduanya diberangkatkan selama dua hari yakni 20-22 Oktober 2021, lalu.

Kepala Seksi Keselamatan Berlayar KSOP Khusus Batam, Yusirwan, mengatakan, kasus ini sedang ditangani penegakan hukum (Gakkum). Penanganan sudah ada di Gakkum, katanya (23/10). Sementara Kasi Gakkum KSOP Khusus Batam, Derita Adi Prasetyo, belum menjawab konfirmasi terkait kapal MT Novi Sukses yang berganti nama menjadi MT Great Marine itu.

Yusirwan mengatakan, pihaknya tentu tidak tahu keabsahan dokumen kapal-kapal di PT.BMS. Sebab, belum ada satu pun dokumen yang masuk ke KSOP Khusus Batam. Sementara kegiatan penutuhan kapal jalan terus.

“Bagaimana kami tahu soal dokumen kapalnya (yang ditutuh, red) sampai sekarang mereka (PT BMS) belum melapor,” katanya.

Pemeriksaan terkait penutuhan kapal seperti ini bukan kali pertama yang dihadapi oleh KSOP Khusus Batam. Sebelumnya empat orang pejabat Syahbandar lebih dulu diperiksa penyidik di Polda Kepri, terkait perkara penutuhan Kapal Acacia Nassau berbendera Bahama oleh PT.GTI di galangan Paxocean.

Bahkan ada beberapa pejabat yang akhirnya dimutasi karena penutuhan yang tidak tertib ini.

Menurut Humas KSOP Khusus Batam, Aina Solmidas, PT.BMS terakhir kali melaporkan kegiatan penutuhan kapalnya pada Mei 2021 lalu, yaitu pada kegiatan MT Jakarta Fortune.

“Mereka harus melaporkan kegiatannya untuk dilakukan pengawasan sesuai Peraturan Menteri Perhubungan PM 29 Tahun 2021. Kalau tidak, sanksinya adalah administrasi, bisa teguran tertulis sampai ke pencabutan izin operasi oleh DJPL (Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, red),” katanya.

Seperti diketahui, sedikitnya ada empat nama kapal yang dimutilasi menjadi besi tua ‘Diduga Tanpa Dilaporkan’ PT BMS, Periode Juli sampai September 2021 ini, antara lain MT Lumba, MT Lautan Tujuh, MT Lautan Energi, dan MT Lautan Dua. Bahkan beberapa diantaranya juga sempat diselidiki oleh polisi atas dugaan kasus yang sama.

Pada 20 Agustus 2021, PT.BMS juga sudah mendapat teguran KSOP Khusus Batam, dan diminta menghentikan kegiatan dan segera melaporkan dokumen kapal-kapal yang dimutilasi di galangannya.

Surat teguran itu meminta semua kegiatan penutuhan dihentikan sampai syarat yang dipersyaratkan dipenuhi dan dilaporkan. Selain itu, diterangkan juga apabila teguran tidak ditaati maka semua dampak hukum yang timbul baik perdata maupun pidana menjadi tanggung jawab PT.BMS, dan KSOP Khusus Batam tidak akan lagi memberikan pelayanan terhadap kegiatan kapal, sampai kepada pencabutan izin otorisasi.

Meskipun sudah memiliki izin otorisasi penutuhan dari Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, perusahaan tetap wajib melapor kegiatan penutuhan kepada Syahbandar. Selain untuk menghindari sengketa dan kemungkinan adanya tindak pidana, tujuan utama melapor yaitu untuk pengawasan dan pengendalian. Hal itu diatur dalam PM Nomor 29 Tahun 2014.

Apabila masih ada kegiatan penutuhan yang berjalan tanpa melapor ke Syahbandar seperti PT.BMS, artinya kegiatan itu tidak resmi dan dapat dibatalkan.

Kewajiban perusahaan melapor ke Syahbandar untuk mencegah dampak negatif dari kegiatan penutuhan, terutama supaya kegiatan aman dan ramah lingkungan. Dengan kata lain, apabila tidak melapor dan mendapat pengawasan petugas, tentu tidak ada yang dapat menjamin kalau kapal-kapal yang dimutilasi bukanlah kapal curian ataupun kegiatannya benar tidak mencemari lingkungan.

Karena kalau sampai ada kecelakaan jiwa atau pencemaran, bisa dieskalasi ke ranah pidana. Pemalsuan dokumen termasuk dalam ranah pidana. Pelaporan itu juga agar petugas dapat memeriksa keabsahan dokumen terutama terhadap penutuhan eks kapal-kapal berbendera asing.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Perhubungan, belum diatur mengenai Tarif Pengawasan Penutuhan Kapal, yang ada hanyalah  Tarif Pengawasan Pengangkatan Kerangka Kapal.

Maka setiap pemohon pengawasan kegiatan penutuhan kapal ditawarkan untuk membuat kesepakatan bersama yang rumusnya berlaku sama bagi pemohon lainnya, yaitu 50 persen dari tarif pengawasan pengangkatan kerangka kapal. Kebijakan itu dibuat juga sebagai jalan tengah yang adil menurutnya untuk menyikapi permasalahan yang ada waktu itu.

Supaya galangan kapal di Batam yang sudah banyak “mati suri” dapat terus berkegiatan, mengurangi jumlah PHK pekerja galangan, kegiatan penutuhan jadi mudah dikendalikan termasuk pencegahan polusi, kecelakaan kerja yang mungkin timbul, menambah pendapatan negara (PNBP), dan meningkatkan efek domino ekonomi di Batam.

SOAL kekuatan hukum kebijakannya itu, sudah dilaporkan kesepakatan bersama tersebut kepada Menteri Perhubungan. Tarif yang dibayarkan juga langsung masuk ke negara. Berharap hal itu bisa menjadi rujukan revisi PP Nomor 15 Tahun 2016, terutama kalau melihat tidak teraturnya kegiatan penutuhan di Batam. Pilihannya adalah dibiarkan seperti itu atau diatur, agar lebih dapat dikendalikan, dan tentu memberikan manfaat untuk negara,.

Perihal kasus PT.BMS semua kegiatan harus sesuai dengan yang sudah diatur, pengawasan dan koordinasi sesuai prosedur dalam PM 29 Tahun 2014 harus diikuti. Mengenai tarif PNBP pengawasan, mudah-mudahan revisi PP 15 Tahun 2016 tentang PNBP segera terbit, sehingga payung hukumnya bisa lebih kuat daripada kesepakatan.

Terhadap sanksi yang mestinya harus diterima PT.BMS hal itu tergantung kepada tingkat pelanggarannya. Kembali kepada semangat UU Cipta Kerja, yang tidak tertib aturan, bisa dilakukan teguran, denda sampai pencabutan izin.

Terkait izin lokasi akan dikonfirmasikan ke Direktorat Jenderal Perhubungan Laut dan juga telah menjadwalkan untuk meminta keterangan para ahli.

Adapun MT Lumba, MT Lautan Tujuh, dan MT Lautan Energi. Tiga tanker minyak itu dikabarkan digiring ke lokasi galangan tersebut belum lama ini dan merupakan milik seorang pengusaha berinisial ARP.

Leave a Comment
Share
Published by
Kahfi SNN