Mencari Solusi Dampak Pembangunan Tol Yogyakarta

Mencari Solusi Dampak Pembangunan Tol Yogyakarta
Mencari Solusi Dampak Pembangunan Tol Yogyakarta

satunusantaranews, Yogyakarta - Pasca pembangunan jalan tol Yogyakarta – Solo dan Yogyakarta - Semarang, harus ada kesiapan pemda dan instansi terkait untuk mengantisipasi dampak kepadatan lalu lintas sebagai salah satu konsekuensi beroperasinya kedua ruas tol.

Menyikapi hal itu, Anggota DPD RI DIY, GKR Hemas dan Muhammad Afnan Hadikusumo (29/12) bertempat di Ruang Serbaguna DPD RI DIY, menggelar rapat kerja dengan Komisi C DPRD Provinsi Kab Kota; Pemda Provinsi Kab Kota diantaranya: Sekda DIY Bidang Perekonomian dan Pembangunan, Bappeda, Dinas Perhubungan, Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan ESDM, Dinas Pariwisata; Ditlantas Polda DIY dan Polres Kab Kota serta Badan Promosi Pariwisata Daerah DIY.

Menurut GKR Hemas, adanya tol akan semakin menarik minat masyarakat berwisata ke Jogja dengan menggunakan kendaraan sendiri. Tentunya antisipasi perlu dipikirkan, agar tidak terjadi kemacetan lalu lintas, khususnya pada ruas-ruas jalan yang dilintasi pintu exit dan entry tol.

“Jangan sampai kemacetan ini mengganggu aktivitas perekonomian masyarakat, mengingat sektor pariwisata menjadi salah satu sektor unggulan perekonomian DIY, jadi jangan sampai wisatawan datang ke Jogja merasa tidak nyaman karena kemacetan lalu lintas”, tegasnya.

Menanggapi persoalan kemacetan, Ditlantas Polda DIY telah mempersiapkan perangkat untuk mendukung terselenggaranya sistem dan manajemen lalu lintas, salah satunya menempatkan beberapa pos-pos penyangga, baik dari atau menuju jalan tol serta penyelenggaraan operasional petugas patroli jalan.

“Saat ini ruas jalan di Yogyakarta sangat ramai, meskipun secara sigap dapat dikendalikan, namun dinamika lalu lintas DIY cukup signifkan, harus ada harmonisasi lintas sektoral untuk mengatasi persoalan lalu lintas” ujar Jan Bentjamin Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda DIY.

Lebih lanjut, Anna Rina Kadis PUPESDM DIY menjelaskan, DIY menjadi pertemuan 3 jalan tol yaitu jalan tol Yogyakarta-Bawen, Yogyakarta-Solo, dan Yogyakarta-Kulon Progo. Saat ini yang sudah terbit IPL (Izin Pendirian Lokasi) adalah jalan Tol Yogyakarta-Bawen dan Yogyakarta-Solo.

Perlunya manajemen lalu lintas, terkait pengoperasionalan jalan tol Yogyakarta-Solo, karena ada beberapa on off ke jalur utama yang akan berdampak kemacetan lalu lintas yaitu di simpang susun Purwomartani, UPN, Junction Sleman, Maguwo, Monjali, dan UTY.

Ni Made Dwipanti Kadishub DIY, mengakui on off jalan tol ke jalur utama adalah ruas-ruas jalan yang cukup ramai, rasio kemacetan di beberapa ruas jalan di Yogyakarta pada kisaran nilai VC-Ratio 0,6 - 0,7, itupun beban kemacetan yang belum dipengaruhi pengoperasioan jalan tol.

Ni Made juga mencontohkan perlunya manajemen lalu lintas untuk exit tol yang terintegrasi dengan destinasi wisata. Perlu desain untuk jalur Prambanan-Ratu Boko agar tidak menumpuk di tengah kota.

“Bisa kita manfaatkan jalur Wonosari, rencana JORR, rencana Jalan Prambanan-Lemah Abang, dan JJLS untuk mengakomodir destinasi wisata lainnya seperti wisata Merapi, wisata pantai Gunungkidul, termasuk di Bantul dan Kulon Progo, bandara YIA termasuk optimalisasi rencana rest area di kawasan Candi Boko yang terintegrasi dengan wisata perkotaan,” tambahnya.

Sedangkan Agus Arif Nugroho Kadishub Kota Yogyakarta mengungkapkan, hasil penelitian Dishub Kota Yogyakarta, 90% masyarakat yang datang ke DIY datang ke Kota Yogyakarta. Mereka ingin menikmati kawasan Gumaton (Tugu, Malioboro, Kraton) dan Panggung Krapyak.

“Ini menjadi kebahagiaan sekaligus beban lalu lintas, yang mana preferensi masyarakat untuk menggunakan moda transportasi publik cenderung menurun, dan lebih menyukai moda transportasi privat,” ucapnya.

Menurut Agus, pembatasan mobil privat harus secara komprehensif, salah satunya pencabutan kebijakan PPnBM, kebijakan keringanan PPnBM mengakibatkan kenaikan jumlah kendaraan pribadi sampai dengan 30%. Aksesbilitas difasiltasi, kemudahan dan harga murah kendaraan privat, berdampak bagi Kota Yogyakarta, pada saat weekend hampir seluruh ruas jalan nilai VC Ratio 0,8.

Sedangkan dari aspek pariwisata, GKR Bendara selaku Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah DIY menuturkan, pandemi covid mengubah moda para wisatawan, ada shifting habits dari yang semula menggunakan pesawat, setelah di Yogyakarta memanfaatkan sewa kendaraan, sekarang menggunakan kendaraan pribadi.

“Menjadi point penting dari para wisatawan adalah masalah konektivitas, kemacetan di Sleman dan Yogyakarta, namun moda transportasi ke Gunungkidul dan Kulon Progo masih sangat kurang, jadi wisatawan lebih nyaman dengan mobil pribadi, akibatnya penumpukan kendaraan di beberapa destinasi wisata,” imbuhnya.

GKR Bendara juga menjelaskan visiting jogja saat ini sedang berkoordinasi dengan Dishub DIY untuk mengkonektivikasikan kantung-kantung parkir yang tersedia, agas bisa diakses melalui aplikasi visiting jogja.

Harapannya, aplikasi visiting jogja juga bisa mengakomodir wisatawan dari generasi milineal dan generasi Z yang information friendly, misalnya trans yogya terintegrasi dengan aplikasi visiting jogja sehingga memudahkan untuk pembelian tiket dan sebagainya.

Mengakhiri sesi diskusi Anggota DPD RI DIY, Muhammad Afnan Hadikusumo merangkum beberapa usulan solusi pasca pembangunan jalan tol Yogyakarta antara lain: pembangunan infrastruktur yang memadai, diantaranya ruas jalan Prambanan-Gading yang mendukung konektivitas destinasi wisata, penambahan kantung parkir (parking area) yang representatif, penyusunan rekayasa lalu lintas untuk mengurangi penumpukan kendaraan (one way system, larangan parkir on street, full one way), serta pengaturan transportasi massal yang terintegrasi.

Penulis: Amanda
Editor: Nawasanga

Baca Juga