satunusantaranews, Jakarta – Masalah pembebasan lahan pembangunan jalan tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan (Cisumdawu) mendapat perhatian dari Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti. Dirinya meminta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) merampungkan masalah tersebut akhir November 2021.
Demikian terungkap saat rapat koordinasi dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Pemerintah Kabupaten Sumedang dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, di Ruang Rapat Pajajaran, Lantai 2, Gedung B, Komplek Parlemen Senayan (7/10).
Dalam pertemuan itu juga dihadiri Senator Jawa Barat, Eni Sumarni, dan Deputi Administrasi, Lalu Niqman Zakir, Azis Zulfikar (Kabag Pemerintahan Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Provinsi Jabar), Dalu Agung Darmawan (Kepala Kanwil BPN Jabar), Bambang Kustiantoro (PLT. Asisten Sekda Kabupaten Sumedang), Andreas Tommy (Sekjen LSM Perkara) dan para warga terdampak.
Pertemuan menyusul aduan 521 Kepala Keluarga di lima desa yakni Desa Ciherang, Pamekaran, Sirnamulya, Margaluyu, dan Girimukti di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Mereka adalah pemilik objek tanah, tanaman, dan bangunan yang terdampak pembangunan Jalan Tol Cisumdawu.
“Dalam seminggu ini, tim PUPR, BPN dan pihak terkait harus sudah bergerak. Verifikasi ulang data-datanya. Harus fokus dan konsen, jangan jadi sambilan. Karena ini berkaitan nasib ratusan warga yang terdampak selama bertahun-tahun,” tegasnya.
DPD berharap kesepakatan yang sudah ditandatangani untuk segera diimplementasikan, sehingga pembangunan tol Cisumdawu kembali berjalan sesuai target. Warga terdampak yang dirugikan kembali tersenyum, imbuhnya.
Dalam rapat koordinasi, didapat kesepakatan antara lain para pihak bersepakat mengedepankan musyawarah mufakat dan memakai pendekatan humanis dalam menentukan besarnya ganti untung bagi masyarakat terdampak.
Kementerian PUPR diminta untuk melakukan koordinasi intensif dengan para pihak terkait untuk melakukan verifikasi ulang data sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku.
“Pembahasan ini akan langsung ditindaklanjuti Ketua DPD. Dan saya minta diselesaikan dalam jangka waktu selambat-lambatnya akhir November tahun ini,” tegasnya.
Ada beberapa pokok masalah yang diadukan ke DPD oleh ratusan warga itu. Pertama, realisasi pola penggantian yang tidak sesuai dengan paradigma ganti untung, dimana sebaliknya warga merasa sangat dirugikan.
Kedua sudah dilakukannya eksekusi terhadap lahan dan rumah padahal belum ada persetujuan penggantian dana oleh warga. Selanjutnya luas objek tanah yang diukur oleh petugas BPN tidak sesuai dengan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang – Pajak Bumi dan Bangunan atau SPPT – PBB.
Senator asal Jawa Barat, Eni Sumarni, mengatakan DPD menginisiasi pertemuan sebagai upaya membantu proses pelaksanaan pembebasan tanah dalam hal kepastian dana pengganti bagi warga terdampak. Juga untuk memastikan kelancaran dan percepatan pembangunan jalan tol Cisumdawu.
“DPD RI pada intinya mendukung pembangunan jalan tol sebagai bagian dari upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah dan nasional. Tetapi DPD RI mempunyai tugas mengawasi dan memastikan kepentingan daerah dapat terakomodasi. Termasuk kita menjembatani permasalahan masyarakat seperti ini,” ujarnya.
Koordinator warga terdampak, Dadan Darmawan, menyatakan bahwa pembayaran terhadap objek lahan dan tanah tidak prosedural. Banyak hal yang dilanggar, seperti sosialisasi dan pengukuran tanah. Bahkan terkesan warga yang dipaksa untuk pasrah.
“Harganya tidak wajar. Ini proyek di tahun 2010. Hanya dihargai per meter Rp 12.500. Padahal seharusnya tahun itu rata-rata Rp 58.000 per meter. Itu masih bagus, ada yang sudah dieksekusi padahal belum dibayar,” katanya.
Dijelaskan Dadan, masyarakat mendukung proyek pemerintah, namun harus dipikirkan juga warga yang terdampak. Diberikan haknya sesuai aturan dan apa yang disampaikan Presiden Jokowi.
“Fakta di lapangan apa yang disampaikan presiden terkait ganti untung itu jauh sekali. Kita malah rugi. Kemudian jangan juga masyarakat digiring ke pengadilan. Yang tidak setuju masuk ranah pengadilan. Karena kita pasti kalah dan kalah. Akhirnya harus menuruti harga yang ditetapkan, dan itu jauh dari harga yang semestinya,” ujar Dadan.
Sementara itu Dirjen Jalan Bebas Hambatan Kementerian PUPR, Budi Harimawan S menyampaikan bahwa pihaknya dalam setiap proyek selalu melakukan sosialisasi, pendataan, penetapan lokasi, musyawarah dan validasi dengan BPN.
“Pada prinsipnya kita harus tunduk pada aturan yang berlaku. Karena dana yang kita bayarkan adalah uang negara yang harus dipertanggungjawabkan. Sepengetahuan kami sudah dibayarkan semua. Dan memang untuk yang tidak puas kami akhirnya berperkara di pengadilan,” ujarnya.
Solusi yang bijak dikemukakan oleh Dirjen Pengadaan Tanah dan Pengembangan Pertanahan (PTPP) Kementerian ATR/ BPN Embun Sari yang hadir via zoom meeting. Embun Sari sepakat membuka lagi data-data lama karena sudah sejak tahun 2010.
“BPN dan pihak terkait akan menyisir lagi satu persatu. Kita akan verifikasi by name by address sehingga benar-benar tepat. Kita juga tidak berharap ada warga yang dirugikan terkait proyek-proyek pemerintah,” katanya.
Leave a Comment